Kebhinekaan dalam Perspektif Psikologi
Halo teman-teman! Kembali di Psikopedia bulan Agustus. Wah hari ini bertepatan dengan kemerdekaan Indonesia yang ke 77 nih. Mulai dari Sabang sampai Merauke seluruh masyarakat Indonesia bersukacita merayakan momen hari ini. Yuk, teman-teman disimak artikel kali ini yang akan membahas mengenai “Kebhinekaan dalam Perspektif Psikologi.”
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai masyarakat majemuk dengan keragaman budaya, suku, ras, agama, dan bahasa. Keberagaman tersebut merupakan sumberdaya Indonesia yang sangat melimpah. Diperlukan pemahaman mengenai kebhinekaan agar keberagaman dan perbedaan dapat dijadikan potensi dalam membangun bangsa. Keberagaman perlu dilestarikan dan dikelola dengan baik agar menghindari potensi perpecahan yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jiwa merupakan pemahaman yang mengikat semua masyarakat Indonesia untuk dijadikan kekuatan pemersatu bangsa dalam keberagaman masyarakat.
Makna Kebhinekaan
Kebhinekaan memiliki makna keragaman yang mengandung konsep pluralistik dan multikulturalisme dalam kehidupan yang terikat dalam kesatuan. Konsep pluralistik merupakan paham yang menunjukkan setiap perbedaan dapat berjalan tanpa adanya generalisasi budaya. Sementara itu, multikulturalisme dibutuhkan dengan ketersediaan dalam menerima kelompok yang berbeda sebagai sebuah kesatuan tanpa mempedulikan perbedaan budaya, suku, ras, agama, dan bahasa. Kedua konsep inilah yang menjadi landasan untuk menerima mengenai kemajemukan bangsa yang perlu dihargai dan dijadikan kekuatan untuk menghadapi persoalan bangsa.
Psikologi Kebhinekaan
Kebhinekaan merupakan kodrat setiap manusia yang merupakan penerimaan dan penilaian terhadap diri sendiri sebagai sebuah konstruksi sosial psikologis. Kebhinekaan memiliki pola penerimaan yang dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu inklusi dan eksklusi. Pola inklusi membahas mengenai penerimaan kebhinekaan dengan menerima perbedaan yang dijadikan nilai-nilai dasar dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan,, pola eksklusi memiliki pengertian sebagai pembatasan diri supaya faktor-faktor yang memiliki perbedaan tidak dapat masuk ke ruang lingkupnya. Kesamaan dijadikan dasar penerimaan dan pengelolaan relasi secara eksklusif menjadi perbedaan untuk penolakan (Faturochman, 2008). Dalam psikologi sosial, terdapat beberapa model kebhinekatunggalikaa, yaitu dekategorasi, rekategorasi, dan perbedaan mutual yang terjadi pengembangan lebih lanjut mengenai model multi identitas dan persilangan ketogrisasi (dalam Faturochman, 2008; Brewer & Gaertner, 2003).
Heterogenitas budaya Indonesia telah mengalami kecocokan cultural fit dan adanya titik temu dalam model persilangan kategori yang dapat dikembangkan untuk identitas bangsa dan mengandung kebhinekaan. Kewajiban kita bersama untuk siap berinteraksi antar budaya sebagai bangsa multikultur. Kebhinekaan dapat dijadikan sumber pengetahuan untuk menghilangkan berbagai penyakit psikologis dan sosial. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai konsep psikologi untuk menyelesaikan persoalan bangsa yang akan datang.
Referensi:
Balitbang Kemendikbud. (2017). Pendidikan Kebhinekaan di Satuan Pendidikan. Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.
Faturochman. (2008). Model-Model Psikologi Kebhinnekatunggalikaan dan Penerapannya di Indonesia. Fakultas Psikologi UGM
Penulis: Ayesha Khashia Praninda Kusdudi