Seberapa Kuat Nasionalitas Kita: Siapa Kita di Mata Dunia dan di dalam Negeri Sendiri? – Proses Kedua dan Ketiga Dari Identitas Sosial
Seberapa Kuat Nasionalitas Kita: Siapa Kita di Mata Dunia dan di dalam Negeri Sendiri? – Proses Kedua dan Ketiga Dari Identitas Sosial
“Nasionalitas yang kuat” – Setelah kita sama-sama mempelajari bahwa Indonesia memiliki identitas sosial yang inklusif yaitu sebuah nasionalitas yang mengakui bahasa yang satu, bangsa yang satu, dan tumpah darah atau sejarah yang sama, maka kita seharusnya sudah paham bahwa nasionalitas itu harus kita jaga dan banggakan. Mengapa demikian? Alasannya sederhana namun memberikan dampak yang signifikan terhadap kestabilan bangsa. Alasannya adalah karena nasionalitas adalah sebuah komponen afektif yang di mana sebuah afeksi bisa saja mengalami perubahan ke arah negatif atau positif. Akan baik jika berkembang ke arah positif alias mengalami penguatan misalnya dengan tetap memakai produk buatan dalam negeri dan perilaku nasionalis lainnya, namun apabila mengalami pelemahan alias berkembang ke arah negatif tentu akan merusak kestabilan atau integritas nasional. Nasionalitas yang berkembang ke arah negatif merusak jati diri kita, identitas sosial kita di skala nasional atau lebih parahnya di skala dunia. Yang tadinya kita bersatu malah bisa saja mengalami perpecahan sehingga mengaburkan identitas ingroup sebagai bangsa Indonesia yang satu. Oleh karena itu tugas kita adalah menguatkan identitas sosial atau nasionalitas itu sendiri. Lalu, bagaimana psikologi menjelaskan penguatan identitas sosial ini? Di artikel ini penulis akan menjelaskan bagaimana proses kedua identitas sosial yaitu identifikasi dan ketiga yaitu komparasi mempengaruhi nasionalitas sebagai identitas sosial.
Definisi identifikasi dan komparasi
Sebelum berlanjut ke definisinya, perlu diingat bahwa identitas sosial berhubungan langsung dengan komponen diri (the self). Komponen diri ini adalah komponen yang mendefinisikan siapa diri kita; siapa kita sebagai manusia. Proses kedua pembentuk identitas sosial yaitu identifikasi didefinisikan sebagai proses pendalaman tentang siapa diri kita; proses mengenali dan evaluasi diri sendiri dan hubungan diri kita dengan orang lain. Penyebab kita melakukan identifikasi atau evaluasi diri adalah karena diri kita (the self) tepatnya harga diri kita (self esteem) membutuhkan evaluasi yang positif sebagai kebutuhan dasar manusia melalui hal positif yang unik atau menjadi pembeda (positive distinctiveness) dari orang atau kelompok lain (Tim Penulis Ikatan Psikologi Sosial, 2017). Evaluasi unik dan positif itu bisa berupa kualitas individu atau kelompok. Definisi ini mengingatkan penulis dengan hirarki Maslow yang mengatakan bahwa kebutuhan akan pemenuhan harga diri adalah salah satu kebutuhan dasar. Evaluasi positif ini menguatkan jati diri individu atau kelompok yang digabungi (ingroup).
Proses ketiga pembentuk identitas sosial yaitu komparasi berbeda dengan identifikasi namun berhubungan langsung. Implikasinya adalah jika identifikasi berarti melakukan evaluasi positif ke dalam diri agar harga diri individu atau kelompok menguat, maka komparasi bertujuan sama namun dilakukan ke arah luar atau ke outgroup. Komparasi dilakukan dengan membandingkan diri dengan kelompok lain dan memandang diri atau kelompok ingroup dengan positif sebagai bentuk evaluasi agar menguatkan jati diri individu atau ingroup (Tim Penulis Ikatan Psikologi Sosial, 2017).
Identifikasi dan komparasi untuk menguatkan sehingga mempertahankan jati diri bangsa di skala nasional dan internasional
Berdasarkan alur pikir di atas, maka sudah seharusnya kita menjaga nasionalitas kita dengan melakukan identifikasi dan komparasi. Dengan niat baik, identifikasi bisa membantu kita sebagai bangsa yang beragam tapi satu untuk memperkuat nasionalitas. Identifikasi atau melakukan evaluasi positif berarti kita bisa membeli barang dalam negeri agar turut serta memajukan ekonomi negeri, bangga ketika melihat ada WNI yang mengharumkan nama Indonesia di luar atau dalam negeri, ikut memajukan Indonesia lewat penelitian, dan lain-lain. Perilaku nasionalis itu merupakan evaluasi positif dengan tujuan agar menguatkan harga diri (nasionalitas) bahwa kita juga mampu. Misalnya dengan mengenal dan membeli barang dalam negeri (evaluasi positif) bertujuan untuk memperkuat eksistensi produk lokal dan memajukannya (self esteem need). Tentu dengan adanya respon positif dari pasar maka produsen dalam negeri tentu akan bangga dan merasa dihargai. Dengan melakukan identifikasi, kita menyadari potensi diri (positive distinctiveness) seperti kualitas produk atau SDM kita sesungguhnya. Di saat yang bersamaan kita juga bisa membandingkan diri apakah nasionalitas kita sudah baik. Apakah kita sudah mengakui kualitas SDA dan SDM dalam negeri dan apakah lebih baik atau lebih buruk dibanding negara lain? Jika sudah baik maka pertahankan dan kembangkan dan jika lebih buruk atau belum tercapai maka terus berjuang (evaluasi positif) agar nasionalitas kita tetap terjaga. Mari kita jadikan Hari Kemerdekaan nanti sebagai momentum kita untuk merenungkan (identifikasi) dan mulai beraksi demi menjaga nasionalitas (self esteem need)!
Referensi
Tim Penulis Ikatan Psikologi Sosial. (2017). Teori Psikologi Sosial Kontemporer. (1st ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Penulis: Robertus Belarminus Ananda Putra Prasantyo