Baik Gak Ya Menyalahkan Diri Sendiri?

                                       SELF-BLAME

        Halo teman-teman! Gimana nih kabar kalian selama quarantine? Semoga kalian semua tetap happy-happy ya di rumah dan bisa ngelakuin hal-hal kreatif juga ya! Topik yang bakal kita bahas kali ini yaitu tentang self-blame. Apa sih self-blame itu? Kalian pernah ga sih berada di satu titik dimana kalian menyalahkan diri kalian sendiri atau kalian pernah ga sih ada pada suatu kejadian tertentu yang membuat kalian berpikir kayak “harusnya aku tadi ga kayak gini,” “coba aja tadi aku ngelakuin A, pasti hasilnya ga bakal seburuk ini” atau “kalo misalnya aku kayak gini, pasti ini ga akan kejadian. Itu benar-benar salahku.” Nah, kalimat-kalimat kayak gitu tuh yang biasanya kita ucapkan ketika kita sedang menyalahkan diri sendiri. Ternyata hal tersebut menjadi salah satu concern dalam bidang psikologis loh. Yuk kita bahas sedikit tentang self-blame!

        Self-blame merupakan salah satu bentuk toxic dari kekerasan emosional. Hal tersebut dapat memperkuat kekurangan yang kita miliki dan dapat membuat kita tidak bisa melakukan hal-hal tertentu bahkan sebelum kita memulainya. Menyalahkan diri sendiri melibatkan pengalihan tanggung jawab, kausalitas (hubungan sebab-akibat), dan atau intensionalitas dari kejadian yang terjadi pada diri kita. Menyalahkan kejadian negatif pada diri sendiri dapat merusak kesehatan mental dan fisik kita sendiri. Hal ini terkait dengan depresi, rasa bersalah, rasa malu, self-esteem yang rendah, dan dapat menimbulkan stres.

        Teman-teman, kalian tau ga sih kalau self-blame ini ternyata terbagi menjadi dua tipe loh. Tipe pertama adalah behavioral self-blame, yaitu tipe yang berkaitan dengan kontrol. Tipe ini melibatkan atribusi ke sumber yang dapat diubah, misalnya perilaku seseorang. Ketika perasaan bersalah seseorang dikonseptualisasikan sebagai pengalaman pribadi yang reaktif terhadap pelanggaran norma maka hal tersebut mengarahkan pada behavioral self-blame. Tipe kedua yaitu characterological self-blame, yaitu self-blame yang terkait dengan harga diri. Tipe yang kedua ini melibatkan atribusi ke sumber yang relatif tidak dapat diubah, misalnya karakter seseorang. Contoh dari tipe kedua ini adalah rasa malu. Rasa malu disebut sebagai pengalaman yang muncul dalam berbagai situasi yang dapat mengarahkan kita pada characterological self-blame.

        Terlalu larut atau terlalu sering melakukan self-blame bisa mengarahkan kita pada perilaku yang destruktif nih teman-teman. Namun, bukan berarti kita tidak melakukan introspeksi diri terhadap hal-hal yang kita lakukan ya teman-teman. Introspeksi terhadap tindakan yang kita lakukan untuk menentukan apa tindakan yang baik dan apa tindakan yang salah bisa sangat bermanfaat loh bagi kita.

        Nah, ada banyak manfaat yang akan kita dapatkan nih teman-teman ketika kita bisa melakukan introspeksi diri dengan baik. Pertama, kita bisa mendapatkan insight atau pandangan baru terhadap masalah yang kita hadapi. Dengan mengetahui sudut pandang baru, hal itu akan membuat kita jadi lebih memahami apa yang orang lain pikirkan. Selain itu, manfaat yang bisa kita dapatkan dari mengintrospeksi diri yaitu kita dapat terdorong untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang pastinya lebih baik dari sebelumnya. Yang harus kita perhatikan adalah ketika kita sudah terlalu sering menyalahkan diri sendiri, hal tersebut bisa berevolusi menjadi sifat atau reaksi spontan yang kita lakukan ketika melihat sebuah masalah.

      Tapi gimana sih biar kita ga terperangkap dalam menyalahkan diri kita sendiri? Nah, jangan khawatir teman-teman karena untuk terhindar dari perilaku self-blame, kita bisa melakukan beberapa cara loh! Kita bahas satu-satu ya.

  1. Work on distinguishing taking responsibility from self-blame.

    Kita harus meluangkan waktu untuk memikirkan semua aspek peristiwa atau interaksi terkini yang tidak berakhir dengan baik dan lancar seperti yang kita harapkan. Ketika hal ini terjadi, kita harus bisa menganalisis semua faktor yang berkontribusi terhadap hasil dari peristiwa tersebut.

  1. Talk back to the self-critical voice.

    Membuat list tentang hal-hal yang kita sukai terhadap diri kita sendiri, seperti kualitas yang ada dalam diri kita yang kita kagumi atau kemampuan yang menurut kita cukup baik, kemudian luangkan beberapa waktu untuk memfokuskan list tersebut. Ketika kita berada di satu situasi dimana kita mulai menyalahkan diri sendiri, kita harus cepat-cepat untuk melihat list yang sudah kita buat dan penuhi pemikiran kita tentang hal-hal baik tersebut sehingga bisa terhindar dari self-blame.

  1. Work on seeing yourself wholly.

    Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan membuat jurnal. Ternyata, membuat jurnal bisa membantu kita mulai melihat diri kita secara lebih jelas loh teman-teman. Hal ini sama halnya ketika kita berbicara dengan teman-teman dekat kita tentang bagaimana mereka biasanya melihat kita.

  1. Develop self-compassion.

    Self-compassion itu sendiri terdapat tiga bagian penjelasan nih teman-teman. Pengertian pertama adalah berbaik hati dan memahami diri sendiri, serta tidak menghakimi. Pengertian self-compassion yang kedua adalah melihat pengalaman, tindakan, dan reaksi kita yang tidak berbeda dengan cara orang lain dalam mengalami, bertindak, dan bereaksi. Sementara, pengertian terakhir yaitu menyadari perasaan yang menyakitkan bagi kita tanpa merasa kewalahan oleh orang yang bersangkutan.

   Self-compassion itu sendiri akan sulit untuk dilakukan jika kita dari awal sudah menyalahkan dan menghakimi. Tetapi, walaupun seperti itu, self-compassion itu sendiri bisa kita pelajari kok teman-teman dari waktu ke waktu.

  1. Examine your beliefs about the self.

    Apa yang kita yakini tentang diri sangat mempengaruhi keseharian hidup kita. Tidak hanya dalam bagaimana cara kita berpikir dan bertindak, tetapi juga membantu kita untuk pulih dari penolakan dan kemunduran atau menjaga kita untuk pulih dari berbagai masalah yang dihadapi.

    Gimana nih teman-teman tentang topik pembahasan kita kali ini? Semoga dapat membantu kalian dan bisa membuat kalian jadi lebih baik dari sebelumnya ya! Oiya ada satu pesan dari topik ini, yaitu akan lebih baik kalau kita bisa terhindar dari kebiasaan menyalahkan diri kita sendiri pada suatu hal yang sebenarnya bukan sepenuhnya salah kita. Have a nice day teman-teman!

Sumber:

Buck, C. (2020). 4 ways you can replace self-blame with self-care. Diperoleh dari: https://www.heysigmund.com/self-blame-self-care/

Formica, M. J. (2013). Self-blame: The ultimate emotional abuse. Diperoleh dari: https://www.psychologytoday.com/us/blog/enlightened-living/201304/self-blame-the-ultimate-emotional-abuse

Janoff-Bulman, R. (1979). Characterological versus behavioral self-blame: Inquiries into depression and rape. Journal of Personality and Social Psychology, 37(10), 1798–1809. https://doi.org/10.1037/0022-3514.37.10.1798

Pulcu, E., Zahn, R., & Elliott, R. (2013). The role of self-blaming moral emotions in major depression and their impact on social-economical decision making. Frontiers in Psychology. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2013.00310

Sreenivasan, S. & Weinberger, L. E. (2018). Self-blame: How do you respond when things go wrong?. Diperoleh dari: https://www.psychologytoday.com/us/blog/emotional-nourishment/201801/self-blame-how-do-you-respond-when-things-go-wrong

Straud, C. L. & McNaughton-Cassill, M. (2018). Self-blame and stress in undergraduate college students: The mediating role of proactive coping. Journal of American College Health. https://doi.org/10.1080/07448481.2018.1484360

Streep, P. (2018). Tackling Self-Blame and Self-Criticism: 5 Strategies to Try. Diperoleh dari: https://www.psychologytoday.com/us/blog/tech-support/201801/tackling-self-blame-and-self-criticism-5-strategies-try

Penulis : Feidora

Feidora