COUNSELOR WITH CHILDREN

COUNSELOR WITH CHILDREN

Anggraeni Sulistyo/ 1801439242/ Wakil Kepala Departemen Badan Pendidikan dan Kajian Keilmuan HIMPSIKO 2017

Anak-anak atau children merupakan generasi yang akan menjadi penerus bangsa ini, maka tak heran berdasarkan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pemerintah teah berupaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak-anak Indonesia dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan seperti yang tertera diatas. Namun perlu kita ketahui masih banyak anak-anak mengalami permasalahan yang cukup berat bahkan bisa membuat mereka merasa stress hingga depersi. Yaitu permasalahan yang umum kita temuiĀ  banyak anak-anak yang harus berhadapan dengan proses peradilan, hingga menjadi korban berbagai tindakan kekerasan. Sehingga anak-anak yang berkonflik dengan hukum dapat didefinisikan anak yang disangka, dituduh atau diakui sebagai telah melanggar undang-undang hukum pidana. Berdasarkan data Mabes POLRI mencatat kuranf lebih 800 anak, baik kekerasan seks dan kekerasan fisik, untuk itu masih diperlukan upaya-upaya penanganan yang lebih komperhensif agar hak-haknya tetap dapat terlindungi. Maka dari itiu salah satu tenaga ahli yang bisa memberikan pendampingan pada anak yang berhadapan dengan hukum ataupun permasalahan lain yang memerlukan lingkup yang sesuai dan tepat dengan hadirnya Konselor.

Maka dari itu Konselor perlu melakukan pendekatan (approach) kepada anak-anak yang mengalami permasalahan menurut (W.S Winkel, 1991) mengemukakan lima fase dalam konseling individual, yaitu (1) fase pembukaan, (2) fase penjelasan masalah, (3) fase penggalian masalah, (4) fase penyelesaian masalah dan (5) fase penutup :

  1. Fase pembukaan

Konselor menerima klien dengan sikap ramah kemudian mengajak klien berbicara secara persuasif atau ajakan. Yaitu pembicaraan yang terbuka dan terarah

  1. Fase penjelasan masalah

Pada fase ini klien lebih aktif mengemukakan pikiran dan perasaan yang menyertai masalahnya. Sehingga disini konselor dalam pendekatan dengan klien dengan baik agar merasa terbuka dengan konselor, dan tentunya konselor perlu mmeberikan perhatian penuh, dengan teknik refleksi, jeli, peka dan mampu menangkap inti permasalahan klien

  1. Fase penggalian latar belakang masalah

Tentunya pada fase sebelumnya konselor belum mendapatkan gambaran keseluruhan permasalahan klien. Maka konselor berperan lebih aktif, terutama dengan mengemukakan pertanyaan yang bisa memungkinkan klien menceritakan secara lengkap, sehingga konselor mampu masuk ke fase penyelesaian.

 

  1. Fase penyelesaian masalah

Pada fase ini konselor bersama klien membahas bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Yaitu dengan cara memberikan tindakan yang konkrit, perencanaan yang tepat. Jika fase ini telah selesai, maka akan bisa masuk ke fase selanjutnya yaitu fase penutup.

  1. Fase penutup

Konselor akan mengakhri pertemuan setelah klien merasa mantap dan mampu menjalankan aktivitas kehidupannya secara optimal, dan klien pun mengetahui cara untuk menyelesaikan masalah. Maka dari itu dalam pengambilan kesimpulan dapat dilakukan oleh konselor sendiri atau meminta klien untuk melakukannya.

REFERENSI

http://repository.unp.ac.id/706/1/AFDAL_42_10.pdf