Suku Baduy: Jauh dari Teknologi, Dekat dengan Alam

Kita tentu sudah mengetahui fakta bahwa di Indonesia, terdapat lebih dari 300 macam suku. Masing-masing dari suku tersebut adalah unik: mereka memiliki kebiasaan, budaya, dan juga kepercayaan yang berbeda-beda. Begitu pula dengan suku Baduy, salah satu dari suku asli Indonesia yang menduduki daerah di kabupaten Lebak, Banten.

Suku Baduy sebenarnya memiliki 3 lapisan atau tipe penduduk: Baduy Dangka, Baduy Luar, dan Baduy Dalam. Warga Baduy Dangka merupakan orang-orang suku Baduy yang sudah tidak lagi menetap di area asli suku Baduy, dengan kata lain sudah merantau keluar. Mereka tidak lagi terikat dengan adat istiadat dan kepercayaan animisme Sunda Wiwitan, serta sudah tidak buta teknologi dan berpendidikan.

Warga Baduy Luar adalah orang-orang suku Baduy yang masih tinggal di area asli Suku Baduy, masih menganut adat istiadat dan kepercayaan suku Baduy, namun juga berperan sebagai penghubung antara “orang luar” dengan warga Baduy. Mereka juga sudah mengenal teknologi dan mendapatkan pendidikan dasar. Warga Baduy Luar biasanya menggunakan pakaian bewarna hitam dan bawahan/ikat kepala bewarna biru tua.

Warga Baduy Dalam merupakan warga Baduy yang masih benar-benar menganut seluruh adat istiadat, kebudayaan dan kepercayaan yang diajarkan kepada mereka oleh nenek moyangnya. Mereka tidak tersentuh oleh teknologi, dan tidak mengenyam pendidikan, sehingga banyak warganya yang masih buta huruf. Warga Baduy Dalam umumnya memakai pakaian bewarna putih dan hitam.

Kedua Warga Baduy Luar dan Dalam sangat menjunjung tinggi kebersihan lingkungan mereka dan lebih menyatu dengan alam. Di lingkungan tempat tinggalnya, membuang sampah sembarangan, mandi dan gosok gigi menggunakan sabun dan pasta gigi sangatlah dilarang. Mereka juga selalu pergi dengan berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki apapun. Rumah mereka juga tidak terbuat dari bata dan semen, namun dari bambu dan kayu.

Pekerjaan utama warga Baduy adalah petani, namun ada juga beberapa warga Baduy Luar yang memiliki pekerjaan sebagai tour guide untuk “orang luar” yang ingin berwisata ke area suku Baduy. Namun warga Baduy hanya menerima wisatawan Indonesia dan menolak wisatawan mancanegara. Ketika bekerja sebagai petani, warga Baduy tidak menggunakan sapi maupun kerbau untuk menggemburkan ladangnya, karena hewan berkaki empat selain anjing dianggap dapat menginjak-injak dan membuat kotor lingkungannya. Mereka menggunakan tenaga sendiri ketika berladang.

Pada saat ini, dimana wabah COVID-19 sedang merebak, kebiasaan mereka yang dengan ketat menjaga kebersihan dan cukup tertutup dunia luar menyebabkan tidak adanya warga suku Baduy yang terjangkit oleh wabah COVID-19. Mereka juga tetap mengikuti protokol yang ditetapkan oleh pemerintah. Warga Baduy yang datang dari luar ke area pemukiman diwajibkan untuk menjalankan cek kesehatan terlebih dahulu, dan wisata kunjungan ke suku Baduy juga diperketat untuk mencegah penularan.

Sebagai sesama warga Indonesia, adalah kewajiban kita untuk ikut melestarikan kekayaan suku Baduy dan menghargai mereka, dan juga banyak kebiasaan baik dari suku Baduy yang dapat kita contoh dan terapkan ke kehidupan kita sehari-hari, terutama tentang melestarikan lingkungan sekitar.

Oleh: Faustina Patria – 2440069155

Sumber:

https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/suku-baduy-bersinergi-dengan-alam-menjaga-aturan-adat/

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200708113303-269-522207/mengenal-suku-baduy-dan-wasiat-leluhurnya-untuk-menjaga-alam

https://lifestyle.kontan.co.id/news/fakta-suku-baduy-suku-di-banten-yang-ingin-dicoret-dari-destinasi-wisata?page=all

https://gaya.tempo.co/read/1426285/tak-ada-warga-baduy-yang-terinfeksi-covid-19-ini-rahasianya