Durian Dimakan Sebagai Lauk? Yuk Kenali Tempoyak!

Oleh: Angela Kristiana (2440017265), Gracella Kusuma (2301882193), Josephine Gabrielle Halim (2301856522), & Xavier Hendro (2440084401)

           Durian (Durio zibethinus) dikenal secara luas di Asia sebagai buah yang eksotis. Buah durian ini memiliki ciri khas yaitu aromanya yang menyengat dan bentuk luarnya yang berduri. Pada buah durian, bau yang menyengat berasal dari senyawa propanatiol dan dietil tioeter. Buah durian banyak digemari oleh masyarakat, namun ia memiliki kelemahan yaitu umur simpan yang pendek. Saat buah durian sudah matang, ia hanya dapat bertahan selama 3 hari. Oleh karena itu, buah durian perlu diolah secara non-fermentasi dan fermentasi. Pada olahan non-fermentasi, terdapat produk selai, dodol, dan keripik. Pada produk olahan fermentasi, terdapat tempoyak. Tempoyak adalah makanan olahan dengan bahan baku utama daging buah durian. Pada proses fermentasi ini, durian akan ditambahkan garam sebelum difermentasi. Lalu, fermentasi akan melibatkan mikroorganisme utama berupa bakteri asam laktat (BAL). Walaupun awalnya tempoyak dibuat hanya untuk memperpanjang umur simpan buah durian, kini, tempoyak memungkinkan semakin banyak masyarakat untuk menikmati durian dalam bentuk olahan yang lebih beragam.

Tempoyak merupakan salah makanan tradisional yang disebabkan pengaruh diaspora masyarakat Melayu. Diaspora adalah migrasi sekelompok orang dari tanah airnya ke negara lain. Oleh karena adanya diaspora masyarakat Melayu ke Indonesia, tercipta budaya yang serupa antara makanan tradisional Malaysia dan Indonesia. Masyarakat yang sudah mengenal proses fermentasi sejak dahulu mengetahui bahwa metode pengolahan ini dapat memperpanjang umur simpan makanan. Masyarakat Melayu pun menganggap hasil fermentasi daging buah durian ini lezat dan cocok dijadikan makanan pendamping nasi atau bumbu makanan olahan. Ketika budaya ini dibawa ke Indonesia, banyak masyarakat Indonesia yang sudah tidak asing dengan budaya fermentasi mulai menyukai makanan ini. Terlebih lagi, beberapa daerah di Sumatera Selatan, seperti Jambi, Lampung, dan Palembang, merupakan tempat pembudidayaan durian yang berlimpah. Oleh karena itu, hingga saat ini, tempoyak dapat diproduksi di Indonesia dan masih menjadi salah satu makanan fermentasi yang digemari masyarakat setempat.

Proses pembuatan tempoyak dilakukan dengan mengolah daging buah durian yang melibatkan aktivitas mikroorganisme, yaitu kelompok BAL pada proses fermentasinya secara spontan. Pertama-tama, buah durian yang telah matang akan disortasi dan dibelah untuk mendapatkan daging durian dengan kualitas baik, sebab tentunya mutu tempoyak dipengaruhi oleh kualitas buah duriannya. Buah durian yang digunakan dalam proses pembuatan tempoyak ini berwarna dari putih hingga kuning. Kemudian, daging durian tersebut dipisahkan dari bijinya dan ditimbang dengan berat sesuai keinginan. Selanjutnya, daging durian yang telah ditimbang akan ditaburi garam dengan konsentrasi 10% dari berat daging durian. Fungsi penambahan garam dalam daging durian adalah untuk menyebabkan penarikan air dan zat-zat gizi dari jaringan bahan yang difermentasikan seperti gula, protein terlarut, maupun mineral ke luar bahan, sehingga zat gizi yang keluar akan digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat dalam proses fermentasi. Selain garam, beberapa orang juga melakukan penambahan gula yang tidak hanya untuk menambah cita rasa manis pada tempoyak, namun bisa berperan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri asam laktat pula yang akan mengubah gula menjadi CO2 dan alkohol, sehingga mempercepat proses fermentasi, serta dapat memberi warna cerah dan menarik pada hasil akhir fermentasinya. Setelah daging durian diaduk rata dengan garam dan gula, maka dilanjutkan dengan pemeraman daging durian di dalam toples kaca ataupun wadah plastik untuk proses fermentasi secara anaerob selama 7 hari pada suhu ruang, hingga daging durian berubah dari massa yang padat ke semisolid, yaitu seperti pasta berwarna putih kekuningan hingga jingga, diiringi dengan timbulnya aroma asam kuat dan rasa yang khas. Umumnya, tempoyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan khas Melayu berbagai masyarakat Lampung, Jambi, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, hingga Kalimantan Barat. Contoh masakannya adalah seperti ikan pepes tempoyak dan sambal tempoyak.

Gambar 1. Tempoyak yang Diolah Menjadi Tempoyak Ikan Patin dan Sambal

Pengolahan fermentasi durian menjadi tempoyak umumnya dikonsumsi oleh masyarakat dengan nasi dan lauk. Pengolahan ini menghasilkan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Kandungan nutrisi yang terdapat dalam tempoyak adalah karbohidrat, protein lemak, vitamin C, dan zat besi. Selain itu, pengolahan tempoyak secara fermentasi ini meningkatkan daya cerna dan menurunkan kandungan anti-gizi dalam tubuh manusia sehingga dapat memperlancar sistem pencernaan tubuh. Fermentasi dalam tempoyak melibatkan bakteri asam laktat sehingga meningkatkan kandungan asam amino esensial. Oleh karena itu, tempoyak memiliki sifat awet dari bahan alami sehingga baik untuk kesehatan karena tidak mengandung pengawet dari bahan kimia.

Referensi:

  1. Aisyah, A., Kusdiyantini, E., & Suprihadi, A. (2014). Isolasi, Karakterisasi Bakteri Asam Laktat, Dan Analisis Proksimat Dari Pangan Fermentasi “Tempoyak”. Jurnal Biologi, 3(2), 31-39.
  2. Haruminori, A., Angelia, N., & Purwaningtyas, A. (2017). Makanan Etnik Melayu: Tempoyak. Jurnal Antropologi, 19(2), 125-128.
  3. Junita, D., & Novitasari, M. (2019). Analisis Masa Simpan Produk Sambal Tempoyak Berpotensi Sebagai Produk Oleh-Oleh Baru. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 8(1), 50-57.
  4. Ramadhani, P., Mahadi, I., & Zulfarina. (2019). Efektivitas Penambahan Garam Pada Pembuatan Tempoyak Durian (Durio zibethinus Murr) Sebagai Rancangan Lembar Kerja Peserta Didik Dalam Pembelajaran Bioteknologi Di SMA. Jurnal Online Mahasiswa, 6(2), 1-11.
  5. Reli, R., Warsiki, E., & Rahayuningsih, M. (2017). Modifikasi Pengolahan Durian Fermentasi (Tempoyak) Dan Perbaikan Kemasan Untuk Mempertahankan Mutu Dan Memperpanjang Umur Simpan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 27(1), 43-54.
  6. Yuliana, N. (2007). Pengolahan Durian (Durio zibethinus) Fermentasi (Tempoyak). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, 12(2), 74-80.
  7. Yulistiani, R., Rosida, Nopriyanti, M. (2014). Evaluasi Proses Fermentasi Pada Kualitas Tempoyak. J. Rekapangan, 8(1), 84-103.