Bahaya Minyak Jelantah Bagi Kesehatan

Oleh: Divisi Internal

Minyak jelantah merupakan minyak bekas dari penggunaan berulang pada minyak nabati seperti minyak jagung, minyak zaitun, minyak samin, dan lain-lain untuk menggoreng makanan. Minyak jelantah merupakan limbah rumah tangga yang termasuk dalam kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang ketika langsung dibuang ke tanah atau air, akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan serta perubahan pada kualitas suatu tanah atau air yang terkena minyak jelantah tersebut (Alamsyah & Kalla, 2017). Masih banyak orang yang menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng makanan yang mana hal tersebut dianggap sebagai suatu alternatif supaya dapat menjadi lebih ekonomis. (Ratnawati, Andik, & Sayekti, 2021).

Minyak jelantah yang digunakan secara berulang-ulang pada proses penggorengan bersuhu tinggi mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur kimia dari minyak jelantah. Struktur kimia dari minyak jelantah terdiri dari senyawa gliserida berantai karbon panjang yaitu ester antara gliserol dengan asam karboksilat. Proses pemanasan di suhu yang tinggi memicu terjadinya proses oksidasi lipid yaitu pemecahan ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh menghasilkan gugus peroksida dan monomer siklik serta asam lemak jenuh (Sari, Putri, & AR, 2019). Semakin banyak ikatan rangkap pada struktur kimia minyak jelantah, maka minyak akan semakin cepat dan mudah mengalami oksidasi lemak. Proses oksidasi lemak inilah yang menyebabkan bau tengik pada minyak jelantah. Reaksi lainnya yang berlangsung pada minyak jelantah adalah hidrolisis akibat adanya air dalam minyak. Proses hidrolisis menyebabkan kadar asam lemak bebas meningkat sehingga menurunkan mutu dari minyak. Indikator dari mutu minyak goreng adalah titik asapnya. Titik asap merupakan suhu pemanasan minyak hingga terbentuk akrolein yakni senyawa yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Mulyani & Sujarwanta, 2017). Hidrolisis pada minyak goreng dapat menurunkan titik asap sehingga mutunya menurun.  Selain oksidasi lemak, proses pemasakan pada suhu tinggi menyebabkan terbentuknya senyawa polimer atau yang disebut dengan reaksi polimerisasi. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa polimer dalam bentuk padat yang berbahaya bagi kesehatan tubuh (Nofiyanti & Wardani, 2018). 

Minyak jelantah yang telah digunakan berkali-kali tidak hanya memiliki kekurangan dari aspek fungsionalitas dan penerimaan konsumen, seperti bau yang tengik, rasa yang tidak enak, serta adanya kerusakan vitamin dan asam lemak esensial, namun juga menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Minyak jelantah meningkatkan asam lemak bebas serta gugus radikal peroksida yang mengikat oksigen, yang akan menyebabkan terjadinya oksidasi terhadap jaringan sel tubuh manusia (Ardhany & Lamsiyah, 2018). Perubahan struktur kimia pada minyak jelantah merupakan teroksidasinya asam lemak tak jenuh membentuk gugus peroksida atau yang dikenal sebagai radikal bebas serta monomer siklik. Radikal bebas adalah molekul dengan satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga mudah bereaksi dengan molekul lain (sangat reaktif) dan dapat merusak membrane sel dengan cara inaktivasi reseptor atau enzim pada membrana serta merusak permeabilitas ion, DNA, dan susunan protein. Selain menyebabkan kerusakan permeabilitas membran, radikal bebas juga mengganggu homeostasis osmotik dan integritas enzim sehingga menyebabkan kematian sel hingga terbentuk abses. Melia dan Muhartono (2019) menjelaskan bahwa pembentukan radikal bebas ini juga berpengaruh negatif terhadap kesehatan beberapa organ, antara kerusakan pada usus halus, pembuluh darah, jantung, dan hati. Kerusakan usus halus terjadi melalui tiga proses reaksi, antara lain reaksi ikatan silang protein melalui silfidhil yang mendegradasi enzim, reaksi fragmentasi DNA yang merusak untai tunggal DNA, dan reaksi autokatalitik antara peroksida dengan radikal lemak tak stabil dan reaktif. Ananto et al (2018) melaporkan bahwa kerusakan usus halus menyebabkan adanya abses kripta dan infiltrasi sel radang PMN pada bagian epitel, mukosa, submukosa dan transmural usus halus. Pada pembuluh darah, kerusakan akibat konsumsi minyak jelantah berupa penyumbatan pembuluh darah. Asam lemak bebas dari minyak jelantah menutupi lumen pembuluh darah, membentuk plak aterosklerotik, sehingga pada akhirnya menurunkan suplai darah ke jantung (iskemik). Adapun pada organ hati, konsumsi minyak jelantah menyebabkan jejas pada hati, dapat berupa jejas reversibel (pembengkakan dan perlemekan hati) serta jejas irreversible (nekrosis, fibrosis dan sirosis sel hati) (Melia & Muhartono, 2019).

Sebagai masyarakat awam, sangat mudah bagi kita untuk mengetahui apakah minyak goreng yang biasa digunakan oleh penjual atau secara pribadi telah melalui proses penggoreng berulang. Cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan uji secara visual dimana parameter warna setiap minyak itu berbeda dan dapat dikategorikan menjadi 5 kategori. Kategori pertama adalah minyak sangat baik yaitu yang berwarna kuning pucat dan bening, kemudian ada minyak baik yaitu memiliki karakteristik warna dengan yang pertama tetapi lebih pekat. Ketiga ada minyak kurang baik yaitu memiliki warna seperti seduhan teh dan agak kental, keempat ada minyak tidak baik dimana warnanya lebih gelap dan lebih kental. Terakhir ada sangat tidak baik dimana warnanya cokelat pekat bahkan mendekati hitam dan memiliki aroma yang tengik dan menyengat. Sebaiknya minyak dengan kategori 3-5 dihindari untuk dikonsumsi dikarenakan telah berbahaya (Yuarini, Putra, Wrasiati, & Wiranatha, 2018). Tetapi karena harganya yang murah, hal tersebut tidak bisa dipungkiri sehingga apabila terpaksa mengonsumsinya, sebaiknya dikurangi hingga maksimal 1-2 kali dalam 2 minggu sehingga masih dalam kondisi yang aman dan tidak terlalu berbahaya bagi tubuh (Mulyani & Sujarwanta  2017).

Gambar 1. Perbedaan Warna Pada Minyak Goreng Baru (4) dan Jelantah (1-3) (Wahab, Chang,& Som, 2015)

Pada akhirnya, kita sebagai manusia tidak dapat terpisahkan dengan manusia dan terkadang kesulitan ekonomi mengaharuskan kita memperoleh bahan pangan dalam harga yang murah. Minyak goreng menjadi salah satu esensi dalam pengolahan pangan dikarenakan efek yang diberikan untuk proses pengolahan. Oleh karena itu, minyak jelantah menjadi salah satu alternatif dalam menggoreng dikarenakan harganya yang murah, tetapi memiliki banyak efek negatif bagi kesehatan. Tingkat kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan dikarenakan hal ini dianggap sebagai hal yang sepele padahal memiliki efek yang cukup signifikan bagi kesehatan.

Referensi:

Alamsyah, M., & Kalla, R. (2017). Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses Adsorbsi. Journal of Chemical Process Engineering, 2(2), 22-26.

Ananto, A. S., Wulan, A. J., & Oktafany, O. (2018). Pengaruh Pemberian Minyak Jelantah Terhadap Perbedaan Rerata Kerusakan Gambaran Histologi Jaringan Usus Halus Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley. Jurnal Medula, 7(5), 187-193.

Ardhany, S. D., & Lamsiyah, L. (2018). Tingkat Pengetahuan Pedagang Warung Tenda di Jalan Yos Sudarso Palangkaraya tentang Bahaya Penggunaan Minyak Jelantah bagi Kesehatan. Jurnal Surya Medika (JSM), 3(2), 62-68.

Ardhany, S. D., & Lamsiyah, L. (2018). Tingkat Pengetahuan Pedagang Warung Tenda di Jalan Yos Sudarso Palangkaraya tentang Bahaya Penggunaan Minyak Jelantah bagi Kesehatan. Jurnal Surya Medika (JSM), 3(2), 62-68.

Melia, M., & Muhartono, M. (2019). Konsumsi Minyak Jelantah dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan. Majority, 8(2).

Mulyani, H., & Sujarwanta, A. (2017). Kualitas Minyak Jelantah Hasil Pemurnian Menggunakan Variasi Adsorben Ditinjau dari Sifat Kimia Minyak. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 12(2), 19-29.

Nofiyanti, E., & Wardani, G. A. (2018). PROSES KONVERSI MINYAK GORENG BEKAS MENJADI POLIOL SEBAGAI BAHAN BAKU BUSA POLIURETAN. KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 4(2), 221-227.

Ratnawati, B., Andik, S. D. S., & Sayekti, A. (2021). Pemberdayaan Masyarakat Mengolah Minyak Jelantah di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor untuk Menjaga Kelestarian Lingkungan. SENYUM BOYOLALI, 2(2), 45-49.

Sari, S. A., Putri, T. R., & AR, M. R. Effect of Dragon Fruit Juice Addition on Changes in Peroxide Numbers and Acid Numbers of Used Cooking Oil. Indonesian Journal of Chemical Science and Technology (IJCST), 2(2), 136-141.

Wahab, A. A. A., Chang, S. H., & Som, A. M. (2015). Characterization of waste cooking oil as a potential green solvent for liquid-liquid extraction. In International Conference on Advances in Civil and Environmental Engineering (Vol. 2015, pp. 20-28).

Yuarini, D. A., Putra, G., Wrasiati, L. P., & Wiranatha, S. (2018). Karakteristik Minyak Goreng Bekas Yang Dihasilkan di Kota Denpasar. Media Ilm Teknol Pangan, 5(1), 49-55.