Kajian Ketersediaan Pangan Bersama BULOG, Nutrisi dan Trend Konsumsi Pangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Pandemi

Oleh: Eileen Purnama (2301927323) & Yohanes Daniagi Satiyo Nugroho (2301941183)

Setelah menangani masalah kesehatan dan daya beli masyarakat, masalah kritis lain yang harus ditangani secepat mungkin adalah ketersediaan pangan. Makanan harus menjadi perhatian karena selain pakaian dan tempat tinggal, pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar. Pada masa pandemi COVID-19, kelompok UMKM rumah tangga mengalami kerawanan pangan, dengan 23,84 persen mengalami kerawanan pangan tanpa kelaparan, 10,14 persen mengalami kerawanan pangan dengan kelaparan ringan, dan 1,95 persen mengalami kerawanan pangan dengan kelaparan berat. Harus diakui bahwa program jaring pengaman sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah dan sebagian masyarakat lainnya selama wabah COVID-19 bermanfaat bagi mereka yang terkena dampak pandemi. Pasokan makanan harus merata setiap saat dengan demikian optimalisasi kelancaran distribusi menjadi prioritas agar komunitas makanan tetap terjaga. Cara yang perlu dilakukan ialah mendistribusikan  Bansos menjadi program esensial untuk menjaga ketahanan pangan dan kestabilan ekonomi. Dilansir dari KOMPAS TV, Bulog juga berupaya untuk meningkatkan panen pada 10 wilayah lumbung padi sebagai countermeasure semisal  terdapat daerah yang kekurangan pangan. Bulog juga melaksanakan MRP atau Modern Rice-milling Plan dimana Bulog akan menyerap langsung gabah produksi petani dan mengelola kualitas beras premium.

Kehadiran pandemi COVID-19 mengakibatkan pergeseran perilaku konsumsi pangan keluarga, dengan lebih banyak melakukan aktivitas di rumah. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan perlunya keseimbangan pola konsumsi pada pilihan makanan yang tidak hanya mengenyangkan tetapi juga memenuhi kebutuhan gizi. Karena karantina dikaitkan dengan gangguan rutinitas pekerjaan, hal itu dapat menyebabkan kebosanan. Kebosanan telah dikaitkan dengan asupan kalori yang lebih tinggi serta peningkatan konsumsi lemak, karbohidrat, dan protein. Selain itu, mendengar atau membaca tentang epidemi tanpa istirahat selama karantina mungkin membuat sedih. Sebagai akibat dari stres, individu cenderung makan berlebihan, terutama “makanan yang menenangkan” yang manis. Dorongan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu disebut sebagai “keinginan makanan,” yang merupakan gagasan multifaset yang mencakup emosional (ingin makan yang kuat), perilaku (mencari makanan), kognitif (pikiran yang berhubungan dengan makanan), dan fisiologis (air liur) proses. Keinginan karbohidrat mempromosikan sintesis serotonin, yang memiliki dampak menguntungkan pada suasana hati. Makanan kaya karbohidrat dapat digunakan sebagai semacam pengobatan sendiri anti-stres. Mengidam karbohidrat memiliki indeks glikemik yang sebanding dengan indeks glikemik makanan. Kebiasaan makan yang buruk ini dapat meningkatkan risiko obesitas, yang selain menjadi peradangan kronis, sering disertai dengan penyakit jantung, diabetes, dan penyakit paru-paru, yang semuanya terbukti meningkatkan risiko COVID-19 yang lebih parah. konsekuensi. Stres terkait karantina juga menyebabkan masalah tidur, yang memperburuk stres dan menyebabkan peningkatan asupan makanan, menciptakan lingkaran setan yang berbahaya. Akibatnya, sangat penting untuk makan makanan yang mengandung atau meningkatkan produksi serotonin dan melatonin di malam hari. Melatonin dan/atau serotonin ditemukan dalam berbagai spesies tanaman, termasuk akar, daun, buah-buahan, dan biji-bijian, seperti almond, pisang, ceri, dan gandum. Triptofan, prekursor serotonin dan melatonin, mungkin ada dalam beberapa makanan. Triptofan, asam amino penginduksi tidur, sebagian besar ditemukan dalam makanan berprotein seperti susu dan produk susu. Selanjutnya, triptofan menekan neuropeptida Y, salah satu peptida orexigen hipotalamus yang paling kuat, dan terlibat dalam kontrol rasa kenyang dan asupan kalori melalui serotonin, yang sebagian besar mengurangi asupan karbohidrat dan lemak. Selain itu, produk susu seperti yogurt, selain kualitas yang merangsang tidur, dapat meningkatkan aktivitas sel pembunuh alami dan mengurangi kejadian infeksi pernapasan. Sangat penting untuk mempertahankan kebiasaan pola makan yang baik selama periode ini, mengikuti pola nutrisi yang sehat dan seimbang yang kaya akan mineral, antioksidan, dan vitamin. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa buah dan sayuran yang kaya mikronutrien dapat meningkatkan fungsi imunologi.

Pada bulan Juni 2020, tercatat oleh e-commerce Tokopedia dan Shopee bahwa penjualan makanan dan minuman kian melonjak di masa pandemi ini. Makanan yang paling banyak dibeli adalah daging olahan dan buah-buahan. Sedangkan minuman yang paling banyak dibeli adalah kopi kemasan. Menurut pihak Shopee, transaksi pada kategori makanan dan minuman meningkat hingga 4 kali lipat. Selain itu, pada bulan Maret 2021, penjualan makanan dan minuman sehat makin meningkat. Hal tersebut dialami oleh Fitriani, pemilik Serasa Salad Bar, yang mengalami peningkatan transaksi hingga 17x lipat pada platform Tokopedia. Hal tersebut tentu saja dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat untuk meningkatkan imunitas tubuh di masa pandemi ini. Dengan adanya platform pemasaran digital seperti Tokopedia dan Shopee, berbagai restoran atau UMKM dapat menjangkau konsumen lebih luas lagi sehingga dapat meraih lonjakan transaksi.

Selama masa pandemi ini, sektor pertanian di Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif dibandingkan sektor lain. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian pada tiga bulan pertama di tahun 2021 mencapai 2,95%. Walau mengalami kenaikan pada sektor pertanian, diversifikasi pangan tetap ditekankan oleh pemerintah dengan mengoptimalkan potensi dan keragaman sumber daya pangan lokal. Beberapa pangan lokal seperti singkong, talas, dan umbi-umbian lainnya kerap ditekankan untuk ditingkatkan penggunaannya dalam olahan makanan. Saat ini pun, Kementerian Pertanian sudah mulai fokus melakukan upaya diversifikasi pangan dengan menggunakan bahan pangan lokal sumber karbohidrat non beras yang mencakup singkong, jagung, talas, sagu, pisang, dan kentang. Diversifikasi pangan ini ditekankan oleh pemerintah sebagai salah satu strategi untuk menguatkan ketahanan pangan di Indonesia selama masa pandemi ini.

Referensi:

  1. Rahmawati, L. (2020). Peran E-commerce dalam Mendukung Ketahahanan Pangan Wilayah Jakarta Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 8(2).
  2. Muscogiuri, G., Barrea, L., Savastano, S., & Colao, A. (2020). Nutritional recommendations for CoVID-19 quarantine. European Journal of Clinical Nutrition, 74(6), 850-851.
  3. Hirawan, F. B., & Verselita, A. A. (2020). Kebijakan pangan di masa pandemi Covid-19. CSIS Indonesia.
  4. https://money.kompas.com/read/2020/06/22/090400126/ada-pandemi-penjualan-makanan-dan-minuman-via-e-commerce-melonjak
  5. https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/05/09/pandemi-penjualan-makanan-sehat-melonjak-17-kali-lipat-di-platform-e-commerce
  6. https://kominfosanti.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/75-diversifikasi-pangan-dipilih-sebagai-langkah-strategis-ketahanan-pangan-saat-pandemi