Mengenal Kue Putu Jajanan Nusantara Berumur 800 Tahun

Oleh : Anastasia Michelle (2301852726), Eileen Purnama (2301927323), Emily Lie (2301920815), Yohanes Daniagi S. N (2301941183)

Indonesia memiliki banyak sekali jajanan tradisional. Jajanan tradisional biasa banyak ditemukan di pasar tradisional, baik di pedesaan maupun perkotaan. Jajanan tradisional masih dijual secara berkeliling di sekitar perumahan, sekolah, atau juga dijajakan di pasar tradisional. Harga jajanan tradisional masih tergolong murah dan terjangkau dengan kisaran Rp 1.000 hingga Rp 2.000. Maka dari itu, jajanan tradisional banyak dijual di sekitar sekolah. Jajanan tradisional yang masih diolah secara tradisional masih menggunakan bahan-bahan alami yang dapat ditemukan di sekitar kita. Namun, beberapa jajanan tradisional dewasa ini sering juga menggunakan bahan atau alat yang tergolong sudah modern. Seperti kue putu bambu yang awalnya dibuat menggunakan bambu sebagai alat cetaknya, sekarang ini sering digantikan dengan pipa PVC.

Gambar 1. Kue Putu (Sumber: Oktavianawati, 2017)

Kue putu atau pada arsip sejarah disebut sebagai “puthu” telah tercatat hadir sejak tahun 1814 di serat Centhini peninggalan kerajaan Mataram. Namun, jika melihat pada jejak dunia kue putu sebenarnya sudah ada sejak tahun 1200-an di Tiongkok tepatnya di dinasti Ming, resep kue putu yang disebut sebagai Xian Roe Xiao Long yang artinya adalah kue dari tepung beras. Dalam serat centhini, putu disebut sebagai salah satu hidangan yang disajikan oleh Nyai Daya dan Nyai Sumbaling setelah shalat subuh. Penyebutan “puthu” ditemani pula dengan jajanan khas Nusantara lainnya seperti gemblong, ulen-ulen, lempeng, serabi, wedang bubuk, pisang raja dan jenang. Diperkirakan bahwa sekitar tahun 1300-1600-an, armada laksamana Cheng Ho dari Tiongkok membawa budaya dan agama ke Nusantara dan waktu itu terjadilah akulturasi budaya China dengan masyarakat Nusantara. Sehingga kue putu menjadi jajanan yang senantiasa berkembang pada waktu itu di Nusantara. Perkembangan putu diperkirakan berpusat di Ponorogo dengan bahan utama isian kacang hijau waktu itu tergantikan menjadi gula merah karena lebih mudah didapat.

Untuk membuat kue putu, beberapa alat dan bahan harus disiapkan.

Bahan:

  • 200 gram tepung beras
  • 25 gram tepung tapioka
  • 175 gram air matang
  • 2 helai daun pandan
  • 1/4 sendok teh garam
  • 25 gram air daun pandan masak
  • 150 gram kelapa muda, diparut kasar
  • 150 gram gula merah, dipotong dadu
  • 1/4 sendok teh garam
  • 1 helai daun pandan

Tahap untuk membuat kue putu bambu:

  1. Tepung tapioka dan tepung beras dicampurkan dan dikukus selama kurang lebih 20 menit. Setelah proses pengukusan selesai, angkat lalu perciki dengan air padan hangat. Lalu, campuran tepung diayak dan kelapa parut ditambahkan.
  2. Alat cetakan bambu atau terbuat dari PVC digunakan pada tahap ini. Isi cetakan dengan setengah adonan, kemudian tambahkan gula merah kedalam adonan. Setelah itu, tambahkan adonan untuk menutupkan gula merah.
  3. Sesudah tahap sebelumnya, adonan dikukus selama 10 menit. Sementara juga, sisi kelapa parut kasar, garam, dan daun pandan dikukus selama 15 menit. Pada saat pengukusan sudah selesai, adonan kue dapat dikeluarkan dari cetakan.

Gambar 2. Alat Pencetak dan Pengukus Kue Putu (Sumber: Oktavianawati, 2017)

Kue putu bambu menjadi salah satu jajanan tradisional yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, di masa sekarang ini kue putu bambu sudah jarang sekali terdengar. Padahal beberapa tahun lalu, mungkin setiap siang hingga sore hari pedagang kue putu bambu ini berkeliling dengan gerobaknya menjualkan kue putu bambu yang langsung dimasak. Kue putu bambu menjadi terkenal dan mudah dikenal masyarakat karena ciri khasnya saat dimasak yang menggunakan bambu sebagai alat cetaknya, saat dimasak kue putu bambu mengeluarkan suara seperti peluit dan uap. Ciri khas suara dalam memasak kue putu bambu terjadi karena adanya uap yang keluar dari celah kecil bambu sebagai alat cetakan kue putu bambu yang dihasilkan dari pemasakan sehingga mengeluarkan asap. Kue putu bambu yang sesuai namanya dimasak dengan menggunakan potongan bambu tidak dilakukan proses pemasakan yang umum dilakukan oleh kue lainnya seperti pengukusan atau pemanggangan melainkan proses pemasakan kue putu bambu ditempatkan pada lubang-lubang yang ada pada wadah pengukusnya. Sehingga saat kue putu bambu sudah matang, alat pengukus ini akan mengeluarkan seperti suara peluit dan uap. Suara peluit dan uap inilah yang menjadikan kerinduan dalam menyantap enaknya kue putu bambu.

Kue putu bambu sebenarnya menjadi camilan tradisional yang sangat sederhana karena bahan dasar dari kue putu sendiri adalah tepung beras yang diisi gula jawa dan kemudian dimasak di dalam tabung bambu padat. Saat sudah dimasak dan matang, biasanya untuk memberikan rasa gurih dan nikmat pada kue putu bambu diberikan tambahan topping seperti kelapa parut. Karakteristik kue putu sendiri adalah lembut dan manis, dengan diberikan isian gula merah pada tengah-tengah tepung beras menjadikan rasa dari kue putu bambu menjadi legit. Rasa legit, manis dan gurih yang dihasilkan pada satu gigitan kue putu bambu menambahkan rasa kenikmatan dari kue putu bambu itu sendiri. Selain adanya rasa legit, manis dan gurih yang dihasilkan dari bahan dasar kue putu bambu, ditambahkan aroma yang menggiurkan untuk menggugah selera dalam melahap kue putu bambu ini. Aroma pandan yang menjadikan kue putu bambu memiliki warna hijau.

Referensi:

Hernita. (2019). Strategi Pemasaran Jajanan Tradisional Kue Putu Cangkiri di Sulawesi Selatan. Jurnal Ekosistem, 19(2), 205-212.

Oktavianawati, P. (2017). Jajanan Tradisional Asli Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Susanto, S. (2013). Sesi Popular Food: Aneka Kue Putu. Jakarta: Gramedia. Teviningrum, S. (2016). Kuliner Betawi: Selaksa Rasa & Cerita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.