Ketahui Fortifikasi Pangan, Apakah Sehat?
Oleh :
Felix Widodo – 2301923520
Ketika membaca suatu kemasan makanan, kalian mungkin pernah melihat tulisan ‘difortifikasi’ atau ‘diperkaya’ yang diikuti dengan gizi tertentu, namun apakah kalian tahu apa maksud dari difortifikasi? Fortifikasi pangan menurut WHO (Word Health Organization) merupakan penambahan zat gizi makro ataupun mikro pada makanan yang biasa dikonsumsi dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan kualitas gizi makanan. Zat gizi yang ditambahkan bisa satu, dua, atau lebih dari dua macam zat gizi. Zat gizi yang ditambahkan disebut dengan fortifikan, sementara makanan yang membawanya disebut sarana.
Dalam melakukan fortifikasi pada suatu produk, harus dibuktikan bahwa penambahan vitamin atau mineral tersebut bermanfaat untuk kesehatan dan aman. Selain itu, fortifikasi juga harus mematuhi semua peraturan pemberian makanan dan pelabelan serta mendukung latar belakang gizi. Contoh makanan yang telah difortifikasi dan terbukti memiliki efek kesehatan yang positif yaitu yodium, asam folat, niasin, vitamin D, dan fluorida.
Tak dapat dipungkiri seiring bertambahnya tahun maka teknologi pun akan semakin berkembang. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pangan maka dilakukanlah fortifikasi pangan. Lantas apakah fortifikasi pangan sehat? Banyak orang berpikir bahwa menambahkan suatu zat yang tidak alamiah dari makanan akan membuat makanan tersebut berbahaya. Fortifikasi pangan sangat berguna dalam mencegah gangguan kesehatan yang terkait dengan zat gizi mikro. Makanan ini juga amat penting bagi kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang yang diharuskan memiliki pola makan tertentu.
Pada dasarnya penambahan zat tersebut ditambahkan untuk memperkaya gizi dan nutrisi pada bahan makanan, selain itu penambahan juga dapat disebabkan adanya nutrisi yang hilang ketika proses produksi makanan, sehingga tentunya fortifikasi pangan tidaklah berbahaya. Fortifikasi pangan dapat menjadi bagian dari diet sehat dan kaya nutrisi. Fortifikasi pangan memiliki peran untuk mengatasi masalah gizi masyarakat Indonesia, yaitu defisiensi besi dan anemia, stunted akibat defisiensi zink, gangguan akibat kekurangan yodium, dan kekurangan vitamin A.
Walau demikian, makanan yang difortifikasi juga memiliki kekurangan. Bahan pangan ini biasanya sudah melewati banyak pengolahan dan telah dikemas. Anak-anak akan berisiko mengalami kelebihan asupan vitamin dan mineral jika terlalu sering mengonsumsi makanan yang difortifikasi. Kelebihan asupan vitamin dan mineral dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Bahkan orang dewasa pun bisa mengalami kelebihan asupan zat mikro, terutama ketika rutin meminum suplemen.
Oleh karena itu sehat atau tidaknya makanan yang telah difortfikasi bergantung pada umur dan beberapa faktor lainnya. Kunci utama dalam mengonsumi makanan ini adalah kita harus melengkapinya dengan makanan yang bervariasi, sehingga apa yang kita makan tidaklah monoton. Kita bisa memakan makanan lainnya dari sumber alami, makanan yang sehat adalah makanan yang memiliki gizi yang beragam namun tetap seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Helmyati, S., Yuliati, E., Pamungkas, N. O., & Hendarta, N. Y. (2018). Fortifikasi Pangan Berbasi Sumberdaya Nusantara. Yogyakarta: UGM Press.