3D Food Printing (3DFP)

3D Food Printing (3DFP)

Oleh:

Luisa Gratia Eva Puspita – 2602051831

Natasya Kristy Wangka – 2602168280

Anisa Kartika Dewi – 2602198730

 

Gambar 1. Teknologi 3D Food Printer

Makanan tapi di-print? Benar kalian tidak salah baca. Beberapa tahun belakangan ini 3D Food Printing sedang dikembangkan untuk menciptakan produk pangan dengan tujuan tertentu. Jadi sebenarnya 3D Food Printing itu apa dan bagaimana cara kerjanya? Mari kita bahas.

3D Food Printing (3DFP) merupakan kemajuan teknologi dalam industri makanan yang menerapkan berbagai metode. Teknik yang umum digunakan adalah dengan menggunakan depositor untuk melapisi material lapis demi lapis. Perangkat 3DFP yang canggih memungkinkan pengguna mendesain makanan untuk dicetak dari jarak jauh. Teknologi 3DFP ini dikembangkan untuk menyesuaikan dan meningkatkan kebutuhan pangan dan dapat diproduksi secara massal di pabrik. Beberapa aspek pangan dapat dimodifikasi melalui teknologi ini, seperti bentuk, warna, tekstur, dan kandungan gizinya (Liu et al., 2017).

Konsep awal 3DFP muncul dari perkembangan teknologi pencetakan 3D yang diperkenalkan oleh Kodama di Jepang pada akhir tahun 1980. Dahulu pencetakan 3D juga dikenal sebagai manufaktur aditif atau prototyping cepat, menerapkan metode penumpukan untuk menambahkan bahan target lapis demi lapis untuk membentuk pola yang diinginkan. Seiring berjalannya waktu, teknologi pencetakan 3D semakin maju dan berbagai penelitian mulai fokus pada pencetakan makanan 3D. Hal yang melatarbelakangi penelitian 3DFP ini terus berlanjut karena adanya keinginan untuk memecahkan permasalahan tentang ketersediaan pangan segar serta menciptakan produk pangan baru tanpa kesulitan produksi. Dalam studi ini, makanan yang dicetak terutama mencakup bahan-bahan yang mudah diekstrusi seperti es krim, coklat, keju, hidrogel, dan adonan kue (Mantihal et al., 2020).

Gambar 2. Mesin 3D Food Printer

Prinsip pengoperasian printer makanan 3D mirip dengan teknologi percetakan. Namun, bahan pencetakan yang digunakan yaitu makanan cair atau bubur yang dapat diekstrusi, bukan plastik atau bahan industri lainnya. Printer ini mencakup komputer kontrol, ekstruder makanan dan perangkat pengangkut, dll. Sampel dan resep makanan disimpan di komputer sebelum dicetak. Kemudian makanan dan bahan lainnya ditempatkan terlebih dahulu ke dalam wadah. Setelah pengguna memilih model yang disukai dan menekan tombol start, nosel  kepala cetak akan mulai bergerak dan mendorong keluar setiap lapisan bahan makanan (Widiatmoko, 2023). Teknik utama yang umum digunakan dalam 3DFP yaitu:

  1. Sintering laser selektif dan udara panas, yaitu kontak yang terjadi antara bahan bubuk dengan laser (sebagai sumber panas) atau udara panas sehingga bahan tersebut meleleh dan dapat menghasilkan gambar.
  2. Pengikatan cair, yaitu proses pengikatan bahan serbuk dengan cairan yang mengandung bahan lain seperti perasa, pewarna, dan lain-lain.
  3. Metode ekstrusi, yaitu metode pencampuran dan pencetakan bahan makanan menjadi padat menggunakan pengatur suhu atau sistem viskositas semi padat (Mantihal et al., 2020).

3DFP mempunyai beberapa kelebihan seperti menciptakan makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi dan preferensi masing-masing individu, sehingga dapat membantu orang dengan alergi makanan dapat menikmati makanan yang dibuat khusus sesuai dengan kebutuhannya tanpa mengubah rasa dan penampilan makanannya. 3DFP juga dapat merancang dan menciptakan makanan dengan penampilan yang unik, dapat memperluas penggunaan bahan baku dengan penggunaan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan metode tradisional sehingga mengurangi food waste dan bahan baku yang terbuang, selain itu 3DFP juga bisa menjadi pilihan opsi yang lebih ramah lingkungan karena 3DFP dapat menggunakan bahan baku alternatif seperti plant-based atau inovasi seperti lab-grown meat yang dapat mengurangi dampak produksi makanan terhadap lingkungan. Hasil makanan yang dicetak dengan 3DFP akan memiliki rasa yang sama dengan makanan biasanya, yang membedakan bisa saja berasal dari tekstur makanan yang sedikit berbeda dengan makanan biasanya. 3DFP menyajikan makanan dengan menggunakan metode baru sehingga tidak selalu makanan buatan atau artificial food, 3DFP bisa saja dibuat dengan menggunakan bahan baku yang masih segar dan natural (Pitayachaval et al., 2018).

Walaupun teknologi 3DFP sudah mendapatkan perhatian dan popularitas di antara konsumen sebagai teknologi efisien yang dapat menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan manufaktur proses secara tradisional serta dapat memproduksi makanan sesuai dengan preferensi dengan memberikan beragam variasi rasa, warna, tekstur pada makanan tersebut. Namun, 3DFP masih belum bisa diaplikasikan pada lingkup rumah tangga karena biaya produksi dan produksi massal yang tinggi sehingga lebih cenderung cocok digunakan untuk produksi massal. Proses pencetakan makanan yang lama ketika diproduksi dalam skala besar, sumber material atau bahan baku yang terbatas untuk digunakan pada 3DFP, permasalahan terkait keamanan makanan yang dicetak dengan 3DFP serta adanya perbedaan persepsi terkait 3DFP oleh setiap konsumen (Lee, 2021).

Pada awalnya, 3D printing digunakan untuk proses manufaktur. Sehingga semakin berkembangnya zaman,  penggunaan teknologi ini  semakin meluas. Saat ini 3D printing banyak digunakan oleh UKM (Usaha Kecil dan Menengah) maupun individu. Harga 3D printing pun semakin murah sehingga bisa semakin menjangkau berbagai kalangan. Penggunaan 3D printing di Indonesia sendiri sudah mencangkup pada lingkungan manufaktur, kesehatan, industri, dan sosial kultural (Ismianti & Herianto, n.d., 550).

Pada bidang manufaktur, pemanfaatan berupa keperluan untuk membuat peralatan manukfaktur. Pada bidang kesehatan, pemanfaatannya berupa pembuatan organ tubuh, alat bandu kesehatan sampai obat-obatan.  Pada bidang industri, pemanfaatannya dilakukan di bidang fashion, arsitektur, militer, otomotif, makanan, elektronik, dan mainan. Dan pada bidang sosial kultural, pemanfaatannya ada pada bagian kesenian, perhiasan, musik, potret, rumah tangga, pendidikan, lingkungan, dan budaya (Ismianti & Herianto, n.d.,550-551).

Contoh dari pemanfaatan 3D food printing dalam penggunaannya adalah sebagai pembuat makanan, yaitu pizza, permen, pasta, coklat, dan lain-lain. Selain untuk pembuatan makanan, 3D food printing juga dapat digunakan dalam penelitian nutrisi dan klinis. Pemanfaatan ini digunakan para peneliti untuk menguji berbagai macam formulasi makanan dan dapat melacak dampak yang ditimbulkan pada kesehatan (Ismianti & Herianto, n.d., 550-551).

References

Ismianti, & Herianto. (n.d.). Framework Prediksi Penggunaan 3D Printing di Indonesia pada Tahun 2030. Seminar Nasional IENACO, 546-553. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/9824/IENACO%20075.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Lee, J. (2021). A 3D Food Printing Process for the New Normal Era: A Review. Processes, 9(9).

Pitayachaval, P., Sanklong, N., & Thongrak, A. (2018). Review of 3D Food Printing Technology. MATEC Web of Conferences, 213(01012), 1-5.

Liu, Z., Zhang, M., Bhandari, B., & Wang, Y. (2017). 3D printing: Printing precision and application in food sector. Trends in Food Science & Technology, 69(1), 83-94.

Mantihal, S., Kobun, R., & Lee, B. B. (2020). 3D food printing of as the new way of preparing food: A review. International Journal of Gastronomy and Food Science, 100260.

Widiatmoko, J. A. (2023). 3D Printing untuk Usaha Mikro dalam Perspektif 5M. Mustek Anim Ha, 12(1), 1-14.