Pewarna Merah Alami Dalam Pangan Dari Kutu?

Oleh: Sephira Odelia (2401860205)

Pernahkah kamu melihat kata “Pewarna Alami Karmin atau Karmin” dalam komposisi pangan? Pewarna alami karmin tersebut terbuat dari serangga atau kutu daun Cochineal. Pewarna alami karmin ini dapat ditemukan dalam produk pangan komersial seperti yoghurt, susu, permen, jello, es krim, dan pangan lainnya yang berwarna merah hingga merah muda. Karmin lebih unggul dibandingkan pewarna alami lain dan pewarna sintetik karena lebih stabil ketika terkena suhu panas. Pewarna alami karmin aman dikonsumsi dan sudah lulus uji BPOM. 

Gambar 1. Kutu Daun Cochineal Betina 

(https://en.wikipedia.org/wiki/Armenian_cochineal

Kutu daun yang dipakai untuk pewarna alami adalah Armenian cochineal jenis Porphyrophora hamelii (Betina) yang berwarna merah. Armenian cochineal banyak ditemukan pada kaktus pir di Amerika Utara dan Selatan (Boyles dan Sobeck, 2020). Armenian cochineal sudah dipakai sebagai pewarna sejak awal abad kedua SM yang oleh suku Aztec dan Maya di Amerika Utara dan Tengah. Kutu daun ini telah digunakan untuk mewarnai tekstil, obat-obatan, dan kosmetik (Dikshit dan Tallapragada, 2018). Nama zat dalam kutu daun yang dipakai sebagai pewarna adalah asam karminat. Kutu daun betina lebih banyak dipakai karena mengandungi asam karminat yang lebih banyak dari pada kutu daun jantan, yaitu sekitar 18-20% (Mohd Salleh, Ahmad, dan Fadzillah, 2020). 

Gambar 2. Bubuk Karmin 

(https://www.halalmui.org/mui14/main/detail/hukum-zat-pewarna-makanan-dari-serangga)

Untuk menghasilkan pewarna makan, kutu daun yang dikumpulkan akan disortir, dibersihkan, dan dikeringkan secara tradisional. Kemudian, kutu daun yang sudah kering akan ditumbuk atau digiling hingga halus seperti bubuk (Borges, Tejera, Díaz, Esparza, dan Ibáñez, 2012). Bubuk karmin akan ditambahkan kedalam pangan akan menghasilkan warna kemerahan dan memberikan warna yang stabil dalam makanan (Boyles dan Sobeck, 2020). Pewarna alami karmin ini aman dikonsumsi, tetapi dapat bersifat alergen atau menyebabkan alergi pada orang-orang tertentu (Takeo et al., 2018).

 

Referensi:

Borges, M. E., Tejera, R. L., Díaz, L., Esparza, P., & Ibáñez, E. (2012). Natural dyes extraction from cochineal (Dactylopius coccus). New extraction methods. Food Chemistry, 132(4), 1855–1860. doi:10.1016/j.foodchem.2011.12.018

Boyles, C., & Sobeck, S. J. S. (2020). Photostability of organic red food dyes. Food chemistry315, 126249. doi:10.1016/j.foodchem.2020.126249

Dikshit, R., & Tallapragada, P. (2018). Comparative Study of Natural and Artificial Flavoring Agents and Dyes. Natural and Artificial Flavoring Agents and Food Dyes, 83–111. doi:10.1016/b978-0-12-811518-3.00003-x

Mohd Salleh, M. M., Ahmad, N. M., & Fadzillah, A. N. (2020). Pewarna Makanan dari Serangga (Cochineal) Menurut Perspektif Halal: Analisis Fatwa di Beberapa Negara ASEAN. Journal of Fatwa Management and Research, 19(1). ISSN: 2232-1047 eISSN: 0127-8886.

Takeo, N., Nakamura, M., Nakayama, S., Okamoto, O., Sugimoto, N., et al. (2018). Cochineal dye-induced immediate allergy: Review of Japanese cases and proposed new diagnostic chart. Allergology International. doi:10.1016/j.alit.2018.02.012