Makna Simbolik Bangunan Klenteng

Setiap Tahun Baru Cina mendatang, para penganut agama Tionghoa bersama-sama pergi beribadah di Klenteng. Klenteng merupakan tempat dimana para penganut agama Tradisional Tionghoa di Indonesia beribadah. Asal mula kata “Klenteng” sendiri pun belum ada yang pasti, akan tetapi banyak yang mempercayai bahwa kata “Klenteng” berasal dari bunyi-bunyi lonceng yang berada di Klenteng ketika sedang dijalankannya ibadah.

Pada dasarnya, struktur bangunan Klenteng berarsitektur tradisional Tionghoa. Selain berfungsi sebagai tempat aktivitas spiritual, Klenteng juga berguna sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat. Klenteng pada dasarnya terbagi menjadi 4 bagian, yakni halaman depan, ruang suci dalam, ruang tambahan, dan bangunan samping. Masing-masing dari bagian Klenteng tersebut memiliki fungsinya tersendiri.

Bentuk arsitektur Klenteng memiliki aspek fisik dan non-fisik. Aspek- aspek fisik dari Klenteng terdiri dari Courtyard atau halaman terbuka, bentuk atap yang khas, penggunaan warna, Jin dan Lu, axial planning, serta elemen- elemen struktur. Sedangkan aspek non fisik dari bangunan Klenteng adalah metode Fengshui dan Konfusianisme.

Aspek Fisik

a. Halaman

Courtyard merupakan halaman terbuka yang biasanya banyak ditemukan di rumah-rumah China. Ruang terbuka ini bersifat privat dan biasanya digabung dengan kebun atau tanam-tanaman. Pada umumnya, rumah-rumah di China Utara memiliki courtyard lebih dari satu, berbeda dengan rumah-rumah China Selatan dimana banyak orang Tionghoa Indonesia berasal, memiliki courtyard yang lebih sempit karena lebar kavling tidak terlalu besar.

b. Bentuk Atap

Pada umumnya, struktur atap bangunan rumah China berbentuk landai. Terdapat 5 tipe atap yang dapat ditemukan di rumah-rumah China ; Atap jurai (Wu Fien), atap pelana dengan tiang-tiang kayu ( Hsuan Shan ), atap pelana dengan dinding tembok (Ngang Shan), kombinasi atap jurai dengan atap pelana ( Hsuan Shan ) dan atap piramida ( Tsuan Tsien ). Lengkungan atap dan kuda-kuda pelana ditopang oleh jajaran tiang-tiang yang terbuat dari balok padat, bundar dan persegi, yang membentuk kuda-kuda atap. 

Khusus pada bangunan beratap pelana, dindingnya memiliki jenis samping yang unik dan sering ditemukan pada bangunan di China bagian Selatan; Tangga, Busur, Lurus, Lima Puncak Surga, dan Kucing Merayap. Dua jenis dinding pelana yang paling umum bermotif v dan kucing merayap. Motif-motif seperti bentuk kupu-kupu dengan lonceng atau vas dan kelelawar dapat ditemukan di puncak samping dinding pelana karena motif-motif ini melambangkan keberuntungan dan juga dipercaya dapat membawa perlindungan.

Elemen Struktur

Salah satu keahlian para orang Tionghoa adalah kerajinan ragam hias dan konstruksi kayu. Ukiran-ukiran dari konstruksi kayu dapat terlihat pada bangunan-bangunan khas Tionghoa. Detail-detail konstruktif yang dapat berupa penyangga atap ( tou kung ) atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan rangka atapnya dibuat dengan sangat indah sehingga tidak perlu ditutupi. 

Penggunaan Warna 

Warna-warna yang digunakan pada arsitektur bangunan Tionghoa memiliki arti-arti yang bermakna. Berikut adalah warna-warna yang digunakan pada bangunan arsitektur Tionghoa beserta artinya.

Merah

Warna merah merupakan warna yang melambangkan api dan warna arah selatan. Warna merah dipercayai membawa keberuntungan dan kemakmuran, dan juga melambangkan kebenaran dan ketulusan hati. Pada arsitektur bangunan-bangunan Tionghoa, penggunaan warna merah dapat ditemukan di bagian kolom, dinding dan ornamen- ornamen bangunan.

Kuning

Warna kuning merupakan warna tanah. Didalam arsitektur bagunan Tionghoa, penggunaan warna kuning sering didapatkan di bagian dinding dan ornamen hias pada bangunan klenteng. Warna kuning melambangkan kemakmuran dan sikap optimis serta umur yang panjang dan kekayaan.

Biru

Warna biru merupakan warna yang menyerupai elemen air dan merupakan lambang arah timur. Warna biru juga melambangkan suatu kedudukan atau jabatan. Warna ini sering ditemukan di bagian atap dan dinding.

Hijau

Warna hijau sering dikaitkan dengan keberuntungan ( rezeki yang melimpah ). Warna hijau sering digunakan sebagai elemen dekorasi, balok dan braket. 

Jin dan Lu

Jin dan Lu merupakan bagian unit dari tataan massa bangunan yang berbentuk segi empat. Umumnya, Jin dan Lu merupakan ruangan yang diberi pembatas dinding atau hanya dibatasi oleh kolom-kolom. Jin merupakan aksis longitudinal yang membujur sesuai dengan peletakkan massa bangunan utama. Lu merupakan aksis Lu longitudinal yang melintang sesuai dengan peletakkan massa bangunan sekunder.

Axial planning  

Ciri khas dari arsitektur bangunan Tionghoa adalah penerapan bentuk yang simetris orthogonal  pada bagian denah dan potongan bangunan. Prinsip tersebut berasal dari kosmologi Tionghoa. Pada arsitektur Tionghoa, bagian selasar atau hall dan courtyard ditempatkan dengan sejajar sepanjang aksis membujur ( Jin ) dengan susunan orthogonal. 

Bentuk dasar bangunan khas Tionghoa merupakan persegi panjang sebagai bentuk denah ruang dengan ruang-ruangan yang menyatu dengan keseluruhannya. Arsitektur Tionghoa memiliki komposisi bentuk persegi dan persegi panjang dengan variasi yang ragam sesuai dengan fungsi dan kebutuhan ruang dalam bangunan.

Aspek Non- Fisik

Fengshui

Fengshui merupakan metode untuk menentukan suatu arah serta orientasi dari suatu kota, rumah dan bangunan- bangunan lainnya dengan tujuan memperoleh energi atau Qi dari elemen-elemen alam pada landscape seperti air, tanah, angin , dan api, serta elemen- elemen celestial yakni seperti langit dan matahari. 

Praktik Fengshui ini sudah suda ada sejak sebelum adanya ajaran Taoisme dan hingga sekarang teknik ini sering digunakan oleh beberapa kalangan masyarakat Tionghoa sebagai manifestasi dari harmonisasi kehidupan dengan kekuatan alam. Filosofi utama dari Fengshui adalah Yin dan Yang.

Konfusianisme

Penerapan ajaran konfusianisme dapat ditemukan pada penggunaan courtyard pada bangunan- bangunan Tionghoa. Keberadaan courtyard tersebut membentuk suatu “dunia kecil” sebagai ruang privat terbuka dan sejalan dengan prinsip Fengshui dalam mengupayakan masuknya Qi dari alam ke dalam bangunan.

Untuk menyebar ratakan energi Qi tersebut, courtyard tersebut selalu diletakkan pada bagian tengah bangunan pada sumbu membujur atau Jin utama. Ruang- ruang yang mengelilingi courtyard dikomposisikan secara simetris terhadap courtyard agar mampu menyerap energi alam secara optimal. 

Keberadaan courtyard didasarkan pada prinsip Konfusianisme bahwa manusia harus dekat dengan elemen tanah untuk memperoleh kesejahteraan dan kemakmuran hidup.

REFERENCES :

https://media.neliti.com/media/publications/245864-kajian-arsitektural-dan-filosofis-budaya-89845f4f.pdfhttps://economy.okezone.com/read/2016/02/04/470/1304657/klenteng-bangunan-arsitektur-khas-tionghoa