Perkembangan Teknologi AI dalam Mendeteksi Virus COVID-19

Pada masa pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung saat ini, penyebaran virus yang terjadi dari satu orang ke orang yang lainnya dapat terjadi dengan singkat. Untuk mendeteksi seseorang terinfeksi atau tidaknya membutuhkan tenaga medis dalam pengecekan laboratorium agar dapat memastikan apakah seseorang positif atau tidak. Pernahkah kamu terbayang seberapa banyak orang yang harus diperiksa untuk memastikan mereka negatif COVID-19. Tentu saja hal tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan banyaknya peralatan, biaya, dan tenaga medis yang diperlukan untuk melakukan pengecekan. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat pada masa kini, telah berkembang AI/kecerdasan buatan yang dapat membantu dalam mendeteksi apakah seseorang terinfeksi oleh COVID-19 atau tidak.

Apa Itu Artificial Intelligence?

Menurut John McCarthy (1956), kecerdasan buatan adalah suatu sistem komputer yang terbentuk untuk mengetahui dan memodelkan proses-proses berpikir manusia dan mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia. Sehingga, kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence) dapat diartikan sebagai salah satu bagian dari ilmu komputer yang mempelajari tentang bagaimana cara membuat suatu sistem komputer yang dapat berpikir dan melakukan pekerjaan layaknya seorang manusia. Dengan adanya AI, pekerjaan yang membutuhkan waktu lama dapat diselesaikan dengan singkat dan menghemat tenaga manusia.

Daftar AI yang dikembangkan untuk mendeteksi COVID-19

Pada masa pandemi seperti saat ini, banyak perusahaan yang telah berlomba-lomba dalam mengembangkan teknologi mereka dalam mendeteksi COVID-19 demi mempermudah pengecekan pasien dan pendataan banyaknya orang yang terinfeksi. Berikut adalah daftar beberapa teknologi AI yang telah dikembangkan untuk mendeteksi COVID-19:

1. BlueDot

AI satu ini merupakan software yang berhasil dikembangkan oleh salah satu perusahaan startup di Kanada yaitu BlueDot. Perusahaan ini didirikan oleh Kamran Khan sebagai bentuk antisipasi terhadap pandemi yang dapat terjadi setelah pandemi SARS tahun 2003. BlueDot sendiri telah mendeteksi pneumonia tidak biasa pada tanggal 30 Desember 2020 di Wuhan, China. BlueDot mengidentifikasi COVID-19 dengan memberi peringatan berbahaya pada skala tiga dari lima.

BlueDot dirancang untuk menemukan, melacak, dan memprediksi penyebaran penyakit menular dengan mengumpulkan data lebih dari 150 penyakit dan sindrom di seluruh dunia yang mencari setiap 15 menit dalam 24 jam sehari. BlueDot mencari berbagai data dan melakukan sorting terhadap semua informasi yang diterima dengan memanfaatkan kata kunci yang relevan, sehingga dapat memilah informasi dengan cepat. Salah satu alasan BlueDot dapat memprediksi secara tepat kasus COVID-19 yang terjadi di Wuhan adalah penemuan 27 kasus pneumonia tidak biasa dan BlueDot menandakannya sebagai kasus yang berpotensi menjadi wabah.

2. Neurabot

Neurabot merupakan perusahaan startup dari Indonesia yang didirikan oleh Indarto Neura di bidang kesehatan. AI yang dikembangkan oleh Neurabot digunakan untuk melacak tingkat penyebaran COVID-19 pada pasien yang telah dinyatakan positif. Namun, Neurabot tidak hanya digunakan sebatas itu saja, Neurabot telah mengembangkan teknologinya untuk mendeteksi COVID-19 berdasarkan hasil CT Scan dan rontgen. Dalam pengembangannya, Neurabot menerapkan teknologi AI dengan basis artificial neural network dan data mining dari citra CT Scan dan rontgen.

Dalam software NeuraBot terdapat dua fitur, yaitu My Lab dan AI Lab. Pada fitur My Lab digunakan untuk penelitian, pengolahan data, dan penyimpanan data dari pasien. Sedangkan, pada fitur AI Lab digunakan untuk mendiagnosa penyakit yang ada pada pasiendengan menggunakan pengolahan data deep learning. Namun, teknologi ini belum dapat digunakan untuk mendiagnosa pasien tanpa gejala maupun pasien dalam pengawasan.

3. GeNose

GeNose C19 adalah adalah alat pendeteksi COVID-19 yang dikembangkan oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Alat ini dapat mendeteksi COVID-19 dengan menganalisa senyawa organik yang mudah menguap atau Volatile Organic Compound (VOC). VOC dapat terbentuk dikarenakan adanya infeksi COVID-19 yang keluar saat bernapas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa penderita COVID-19 akan menghasilkan VOC yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang sehat.

Cara kerja GeNose dilakukan dengan cara yaitu orang yang diperiksa akan diminta untuk menghembuskan napas ke sebuah alat berbentuk tabung. Kemudian ada alat sensor yang akan mendeteksi VOC yang menandakan gejala COVID-19. Berdasarkan uji 600 sampel, GeNose menunjukkan akurasi hingga 97%. Namun, GeNose masih belum bisa dijadikan sebagai pengganti dari swab test antigen, dikarenakan VOC yang terdapat pada napas penderita COVID-19 juga terdapat pada penyakit pernapasan lainnya seperti asma, kanker paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

4. MIT AI Development

Tiga orang ahli dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), yaitu Jordi Lugarta, Ferran Hueto, dan Brian Subriana mengembangkan AI yang dapat mendeteksi COVID-19 berdasarkan analisa suara. Untuk mendeteksi suara yang dihasilkan, digunakan Biomarker yang ditemukan oleh para peneliti sebelumnya pada pasien Alzheimer. Berdasarkan data yang didapat dari 5,320 responden, AI yang dikembangkan memiliki ketepatan hingga 98,5% untuk mendeteksi orang yang positif COVID-19.

Meskipun aplikasi smartphone seperti ini akan dirilis nantinya, bukan berarti dapat dijadikan sebagai pengganti tes laboratorium, karena aplikasi yang dibuat hanya didesain sebagai pelengkap dan tidak ditunjukkan untuk mendeteksi pasien COVID-19 yang memiliki gejala, melainkan hanya dapat digunakan untuk diagnosa orang tanpa gejala (asimptomatik). Dengan adanya aplikasi ini nantinya, orang-orang hanya perlu untuk berbicara atau batuk di depan smartphone untuk melakukan diagnosa mandiri.

5. Health Map

Health Map adalah aplikasi AI yang dikelola oleh Boston Children’s Hospital dan telah diluncurkan sejak tahun 2006. Aplikasi ini digunakan sebagai research tentang penyebaran penyakit dan dapat dilihat oleh publik untuk mencari informasi mengenai penyebaran COVID-19 di berbagai belahan dunia.

Health Map menggunakan algoritma yang mengumpulkan data secara online tentang peristiwa terkait berbagai penyakit menular dari seluruh dunia dengan menggunakan lima belas bahasa yang berbeda. Data yang diterima akan dikelola oleh sistem untuk melacak lokasi di mana terjadinya wabah tersebut.

Berdasarkan daftar di atas, perkembangan AI dalam mendeteksi COVID-19 sangat berperan besar untuk membantu pekerjaan manusia dalam menganalisis COVID-19. Meskipun begitu, AI masih memiliki persentase error yang cukup besar dan dapat berpengaruh terhadap data yang didapatkan. Oleh karena itu, peran AI dalam mendeteksi kasus COVID-19 sangatlah penting saat ini. Namun, perlu diingat bahwa AI hanya digunakan untuk membantu mempercepat proses pemeriksaan. Masih diperlukan peran tenaga kesehatan dalam melakukan tes laboratorium agar dapat memastikan apakah seseorang terkena COVID-19 atau tidak. Dengan adanya kolaborasi antara manusia dan AI, maka persentase error yang didapat dari data akan dapat diminimalisir dan hasil pengecekan pun semakin akurat.

Itulah daftar AI yang telah dikembangkan untuk mendeteksi COVID-19. Meskipun perkembangan AI sudah sangat maju, jangan lupa untuk tetap menjaga jarak dan memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah! Nah, semoga kalian dapat memperluas wawasan dan informasi setelah membaca artikel di atas.

Oh ya, buat kamu yang suka baca artikel informatif dan juga menghibur. Filemagz.com cocok banget nih buat kamu. Tunggu apa lagi? jangan mau ketinggalan dan kunjungi website nya sekarang juga!