Boraks pada Pangan

boraks1 boraks2 boraks3 boraks4 boraks5 boraks6

Pada umumnya dalam pengelolaan makanan, produsen akan selalu berusaha untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Untuk mendapatkan makanan yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP), yang disebut juga sebagai zat aktif kimia (food additive). Dalam kehidupan sehari-hari, BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Namun dalam prakteknya, masih banyak produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berlebih sehingga dapat menjadi racun dan berbahaya bagi kesehatan. Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menjaga kualitas makanan tersebut salah satunya adalah zat pengawet. Pengawetan dengan zat kimia merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah, namun banyak pelanggaran yang terjadi akibat penggunaan zat pengawet terlarang atau zat pengawet dalam jumlah berlebih.

Salah satu zat pengawet yang dilarang adalah boraks. Boraks atau sodium tetraborate decahydrate adalah mineral dengan toksisitas yang rendah. Boraks berasal dari tambang alam dari daerah batuan mineral yang mengandung boraks, misalnya batuan kernite, batuan colemanite, atau batuan ulexit. Dalam perdagangan, boraks dikenal dengan sebutan borofax three elephant, hydrogen orthoborate, calcium borate, atau sassolite. Boraks diperdagangkan dalam bentuk balok padat, kristal, tepung berwarna putih kekuningan, atau dalam bentuk cairan tidak berwarna.

Umumnya boraks digunakan dalam berbagai produk misalnya pada produk pembersih, insektisida, fungisida, herbisida, detergen (boraks merupakan prekursor dari sodium perborate monohidrate yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan detergen), bahan tambahan dalam pembuatan kaca, keramik, serta boraks juga dapat dilarutkan di dalam air dan digunakan untuk membersihkan emas dan perak. Boraks dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dinyatakan bahan berbahaya dan beracun, dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Efek negatif yang ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Jika boraks tertelan, dapat mengakibatkan efek pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati.

Penggunaan boraks dalam waktu lama dan jumlah yang banyak dapat menyebabkan kanker. Namun, pelanggaran peraturan di atas masih sering dilakukan oleh produsen makanan akibat kurangnya pengetahuan para produsen serta harga pengawet khusus industri yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga pengawet yang khusus digunakan untuk makanan maupun minuman. Makanan yang mungkin dapat mengandung boraks adalah makanan dengan tekstur kenyal atau gurih seperti lontong, mie basah, otak-otak, bakso dan lain-lain. Dengan banyaknya pelanggaran yang terjadi, sebagai orang yang bekerja di bidang pangan, perlu dilakukan uji kualitatif untuk mengetahui kandungan boraks yang ada dalam bahan pangan.

Boraks termasuk kelompok mineral borat yang merupakan senyawa kimia alami yang tersusun dari atom boron (B) yang merupakan logam berat dan oksigen (O). Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia natrium tetrabonat (NaB4O7.10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3) yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan.

Sifat fisik boraks yaitu berbentuk serbuk kristal putih padat yang tidak berbau, larut dalam air, gliserol dan tidak larut dalam alkohol, serta tidak larut dalam eter. Boraks atau natrium tetraborat mempunyai rumus kimia Na2B4O7.10H2O dengan berat molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa lemah dengan pH (9,15 – 9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara perlahan beruah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam boraks merupakan asam lemah dengan garam alkalinya  bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis. Struktur boraks dalam bentuk garam (natrium tertraborat) dapat digambarkan sebagai berikut :

boraks7

Sedangkan struktur molekul  dalam bentuk asam borat dapat digambarkan dalam struktur berikut :

boraks8

Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai zat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu. Namun boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal atau lebih renyah dan memperbaiki penampilan makanan.

Boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium.

Boraks sebagai pengawet dalam makanan dilarang penggunaannya sesuai dengan Permenkes RI No 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Penggunaan boraks dilarang karena Makanan yang mengandung boraks dapat menyebabkan dampak negatif bagi tubuh dimana pada dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu di bawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak, jika sering dikonsumsi akan menumpuk/terakumulasi pada jaringan tubuh di otak, hati, lemak dan ginjal yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya kanker.

Sebenarnya, dapat digunakan Bahan Tambahan Pangan Pengawet yang lebih baik selain boraks. Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya bahan tambahan pangan ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain . Zat pengawet terdiri dari senyawa anorganik dan organik dalam bentuk asam dan garamnya. Contoh zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrit dan nitrat. Zat pengawet organik yang sering digunakan untuk pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. (Silvia Olga – 1901481680)

Referensi:

Adinugroho, N. 2013. Pengaruh Pemberian Boraks Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Selama 28 Hari. Semarang : Undip.

Depkes 41/MA/93. 1993. Identifikasi Boraks dalam Makaan dalam Metode Analisis Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI.

Fadila. 2006. Identifikasi Kadungan Bahan Tambahan Makanan (BTM) Pada Makanan Jajanan Anak SDN Kompleks Kota Palopo Tahun 2006. Skripsi. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Hermana, 1991. Iradiasi Pangan. Penerbit ITB. Bandung

Juhana , Hakim Alhaady. 2013. Pengaruh Pemberian Boraks Dengan Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal Tikus Wistar Selama 4 Minggu Dilanjutkan 2 Minggu Tanpa Paparan Boraks. Semarang : Universitas Diponegoro.

Khamid. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Kompas.

Pongsavce, M. 2009. Effect on Borax on Immune Cell Proliferation ad Sister Cromatid Exchange in Human Chromosome. Journal of Occupational Medicine and Toxicology.

Rose Mill Company. 2012. What is Boric Acid. www.natbat.com/What%20Is%20Boric%20Acid.pdf. Diakses pada 24 Mei 2015 Pukul 5:25 WIB.

Simpus. 2005. Bahaya Boraks Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : Intisari Pustaka Utama.

Siregar,Y. 2012. Analisis Kualitatif Kandungan Formalin dalam Tahu yang Dijual di Pasar-pasar Tradisional di Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Tembung Tahun 2011.

Sugiyatmi. Sri. 2006. Analisis Faktor-Faktor RIsiko Pencemaran Bahan Toksis Boraks dan Pewarna Pada Makanan Jajanan Tradisional yang DIjual di Pasar-Pasar Kota Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro.

Vepriati, 2007. Dasar teknologi pembuatan dendeng dan bakso. Surakarta : Universitas Sebelasmaret.

Widyaningsih, T, D, dan Murtini, ES, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus agrisarana, Jakarta.

Winarno, F,G, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yuliarti dan Nurheti, 2009. Awas! Dibalik Lezatnya Makanan. Edisi I. Andi, Yogyakarta