#PRDEBAT: Siapa Takut?

Ketika membayangkan kelas kuliah, apa yang terlintas dalam pikiranmu? Apakah duduk diam di hadapan seorang dosen yang memberikan kuliah panjang lebar, atau mungkin berbincang-bincang dalam kelompok kecil tentang topik tertentu? Berbeda dari biasanya, kelas Public Speaking and Negotiation yang diajar oleh Miss Eflina Mona dapat melebihi ekspektasimu.

Dalam kelas ini, mahasiswa dibekali dengan keterampilan public speaking yang tepat dan efektif. Kita tidak hanya belajar teori di balik seni berbicara di depan umum, tetapi juga bagaimana cara terbaik untuk terhubung dengan audiens, memperkenalkan isu-isu inti, bahkan mengelaborasi serta mengamplifikasi isu-isu tersebut. Apakah ada cara terbaik untuk melatih keterampilan ini selain melalui berdebat?

Sesi debat dimulai pada sesi kedua, memecah kelas menjadi empat tim yang siap bersaing (2 tim afirmatif dan 2 tim kontra). Dengan semangat yang berkobar, mosi pertama yang diusung adalah “TH regrets the trend in Asian Culture for parents to continuously support their adult children financially.” 

Tim afirmatif dengan mantap mengatakan bahwa orang tua memiliki rasa tanggung jawab untuk mendukung anak-anak mereka secara finansial demi memberikan mereka kehidupan yang baik, mengingat bahwa orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, Tim kontra mengemukakan bahwa terlalu banyak dukungan finansial dari orang tua dapat membuat anak-anak menjadi manja dan kurang mandiri di masa depan. Debat yang panas dan seru pun terjadi antara kedua tim.

Namun, petualangan belum berakhir. Debat kedua segera bergulir dengan mosi yang tak kalah menarik: “TH would ban immigrant workers from Indonesia.” Kali ini, Tim afirmatif ingin melindungi lapangan kerja lokal, menjaga keamanan nasional, dan meningkatkan investasi dalam negeri dengan menolak tenaga kerja asing. Di sisi lain, Tim kontra menentang larangan tersebut dengan menyatakan bahwa kita tidak boleh menilai secara merata, dan bahwa TKA (Tenaga Kerja Asing) memiliki keahlian yang diperlukan yang tidak dimiliki oleh pekerja lokal. Dengan semangat dan argumen yang dipersiapkan dengan matang, kedua tim saling berhadapan dalam sebuah debat yang menegangkan.

Kelas Public Speaking and Negotiation di Binusian 2027 tidak hanya tentang belajar teori-teori kaku dari buku teks, tetapi juga tentang pengalaman langsung dalam menghadapi argumen-argumen dunia nyata. Melalui berdebat, mahasiswa belajar untuk menghargai pandangan yang berbeda, mempertajam argumen mereka, dan mengembangkan kemampuan berbicara mereka dengan percaya diri.

Dengan begitu, setiap debat bukan hanya sekedar sebuah pertarungan kata-kata, tetapi juga sebuah perjalanan menuju pertumbuhan pribadi dan akademik. Dan siapa tahu, mungkin beberapa dari mereka akan menjadi pembicara publik yang berpengaruh di masa depan.

Jolanda Cecilia Novira