Hipotermia dan Cara Menghindarinya
Bagi Anda penggiat alam bebas tentu tidak asing dengan Hipotermia. Hipotermia dapat menjadi risiko paling mematikan ketika berkegiatan di alam bebas, sehingga mutlak bagi kita untuk memahami gejala dan penanganan-nya.
Apa itu Hipotermia?
Temperatur normal tubuh manusia, atau normothermia berada pada kisaran 37°C. ‘Hipo’ adalah ungkapan medis yang memiliki arti ‘di bawah’ atau ‘di bawah normal’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotermia adalah kondisi suhu tubuh yang berada di bawah temperatur normalnya. Kondisi ini menggambarkan keadaan di mana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.
Hipotermia terjadi ketika tubuh manusia mengeluarkan panas lebih banyak ketimbang menghasilkan panas itu sendiri. Hal ini menyebabkan suhu tubuh menurun dan mengakibatkan penurunan fungsi tubuh. Kondisi ini dapat mengakibatkan kematian jika tidak ditangani sejak dini. Seperti kata pepatah: mencegah lebih baik dari pada mengobati!
Mekanisme Produksi Panas Tubuh
Gerak tubuh. Otot dapat menghasilkan 73% panas tubuh selama bergerak. Gerak tubuh merupakan salah satu cara tubuh memproduksi panas. Untuk mendukungnya, tubuh manusia butuh asupan makanan dan minuman yang mencukupi agar tubuh memiliki kondisi fisik, tenaga, dan stamina yang baik.
Menggigil. Ketika berada di alam bebas, tentu Anda sering merasa kedinginan dan tubuh Anda secara spontan menggigil. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas tubuh dua sampai dengan enam kali lebih banyak dari biasanya.
Mekanisme Kehilangan Panas Tubuh
Kehilangan panas tubuh dapat terjadi melalui beberapa proses, yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Berikut penjelasannya:
1. Radiasi. Semakin dingin suhu lingkungan di sekitar Anda, maka semakin besar pula panas tubuh yang akan Anda keluarkan (radiasi). Tubuh manusia menghasilkan panas yang diradiasi melalui kulit. Panas tersebut diradiasi dari kulit ke pakaian, lalu ke lingkungan di sekitar Anda. Dengan menggunakan pakaian yang tepat, Anda dapat meminimalisir kehilangan panas tubuh, juga mencegah kehilangan panas tubuh melalui proses lain.
2. Konduksi. Proses ini terjadi ketika Anda bersentuhan secara langsung dengan objek atau permukaan yang basah. Air dapat menghilangkan panas pada tubuh Anda 25 kali lebih cepat ketimbang angin. Stay dry = stay alive!
3. Konveksi. Konveksi adalah proses dimana panas tubuh hilang terbawa oleh hembusan angin atau air yang bersentuhan langsung dengan kulit.
4. Evaporasi. Ketika keringat pada kulit atau pakaian Anda yang basah menguap, maka pada saat itu Anda sedang kehilangan panas tubuh. Proses ini menggambarkan kehilangan panas tubuh melalui perubahan cairan menjadi gas, atau yang disebut dengan evaporative heat loss. Pakaian yang lembab dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan panas tubuh melalui proses konduksi, dan evaporasi.
Faktor – Faktor Penyebab Hipotermia
1. Pakaian. Tubuh menghasilkan panas yang diradiasi melalui kulit, dan panas tubuh tersebut akan menguap dan terperangkap pada pakaian Anda. Proses inilah yang membuat tubuh Anda tetap hangat. Namun, panas tubuh yang terperangkap pada pakaian Anda akan hilang terbawa oleh angin jika Anda tidak menggunakan pakaian yang tepat. Oleh karena itu, gunakanlah jaket berbahan waterproof yang juga breathable untuk melindungi Anda dari angin dan hujan.
2. Kondisi fisik. Tubuh yang lelah tidak dapat menghasilkan panas secara maksimal karena kehabisan atau kekurangan energi. Yang mana dapat mengakibatkan penurunan suhu tubuh dan dengan mudah terserang Hipotermia.
3. Makanan. Konsumsi makan yang tidak mencukupi akan mengakibatkan tubuh menjadi lemah dan produksi panas tubuh menurun.
Tingkat – Tingkat Hipotermia
Sering kita merasa lemas atau lesu selama melakukan pendakian gunung. Sebagian orang akan beranggapan bahwa itu merupakan hal yang biasa, bukan gejala Hipotermia. Tanda dan gejala Hipotermia pada tingkat lanjut akan lebih mudah dikenali, namun lebih sulit untuk ditangani. Berikut tingkat-tingkat Hipotermia beserta tanda dan gejala-nya:
1. Ringan. Pada tingkat ini, tanda awal bisa dilihat dari jari-jari tangan dan kaki yang pucat dan kaku. Hal ini disebabkan oleh vasoconstriction, yaitu reaksi tubuh terhadap suhu yang dingin dengan melakukan pengurangan suplai darah ke tangan dan kaki untuk menjaga suhu inti tubuh. Jika tangan Anda pucat dan kaku, itu menunjukkan bahwa seluruh tubuh Anda kedinginan. Pada tingkat ini, Anda masih dapat melakukan fungsi motorik seperti berjalan dan bicara.
2. Sedang. Ketika temperatur tubuh Anda terus-menerus turun, maka fungsi mental dan fisik Anda juga akan ikut menurun. Lemah, bersikap aneh, linglung, lupa, dan sering terjatuh merupakan salah satu gejala pada tingkat ini.
3. Parah. Ketika suhu tubuh turun di bawah 32°C, korban Hipotermia akan berhenti menggigil. Warna kulit pada bibir dan jari akan kebiruan atau pucat, karena kandungan oksigen yang rendah dalam darah (cyanosis). Detak jantung akan melambat dan melemah. Pada tingkat ini, sulit untuk merasakan denyut nadi.
Penanganan Hipotermia
Prinsip dasar dalam menangani korban Hipotermia adalah menjaga panas tubuh dan melakukan tidakan penanganan agar korban Hipotermia dapat terus memproduksi panas tubuh.
1. Penanganan Hipotermia Ringan
Jika seseorang sadar dan tidak kelelahan, namun menunjukkan tanda Hipotermia ringan seperti gemetaran, kaki dan/atau tangan pucat, Anda dapat menangani-nya dengan cara meningkatkan aktifitas fisik atau memberi makanan dan minuman manis yang hangat. Pastikan pula korban mengenakan topi, scarf, dan sarung tangan. Perlu kita ketahui, kepala merupakan sumber utama kehilangan panas tubuh, sekitar 20% – 40% kehilangan panas tubuh terjadi pada bagian leher dan kepala. Angka ini akan meningkat menjadi 70% – 80% jika Anda tidak mengenakan topi atau scarf untuk melindungi bagian tubuh ini.
Jika memungkinkan, Anda dapat menghangatkan korban Hipotermia dengan membaringkan-nya di tanah dengan memanfaatkan matras, sleeping bag, pakaian ganti, dan apa saja yang dapat mengurangi kehilangan panas tubuh secara konduksi. Pastikan Anda tidak mengganti pakaian korban sampai korban berada di dalam shelter. Mengganti pakaian korban dalam kondisi lingkungan yang terbuka, basah, dan berangin malah akan memperparah kondisi korban.
2. Penanganan Hipotermia Sedang
Pada tingkat ini, kondisi fisik korban Hipotermia akan menurun. Korban tidak mampu melakukan aktifitas karena tidak memiliki cukup tenaga. Selain itu, korban juga menunjukkan tingkah laku yang aneh. Untuk menanganinya, Anda dapat menghangatkan korban sama seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Alumunium foil dapat dimanfaat untuk menutupi sleeping bag agar panas tubuh yang dihasilkan tidak menguap ke lingkungan sekitar. Untuk membantu korban memproduksi panas tubuh lebih cepat, Anda dapat meletakkan sumber panas ke sejumlah pembuluh darah: leher, ketiak, dan groin. Semakin dingin temperatur korban, maka semakin hati-hati penanganan-nya. Jantung akan semakin sensitif terhadap sentuhan fisik, sehingga memudahkan korban Hipotermia mengalami gagal jantung.
3. Penanganan Hipotermia Parah
Detak jantung korban Hipotermia akan sulit terdeteksi. Evakuasi harus dilakukan sesegera mungkin. The Wilderness Medical Society menganjurkan untuk tidak melakukan proses CPR jika korban masih bernafas.
Menghindari Hipotermia
1. Mengurangi kehilangan panas tubuh melalui radiasi, konveksi, konduksi, dan evaporasi.
2. Gunakan pakaian yang tepat. Invest in good quality clothing!
3. Makan dan minum yang cukup. Kegiatan mendaki gunung membutuhkan sumber tenaga yang banyak.
4. Jangan membawa terlalu banyak barang. Semakin banyak barang yang dibawa, maka semakin banyak tenaga yang dikeluarkan untuk membawanya naik-turun gunung. Pastikan hanya barang-barang essential dan multi function yang Anda bawa selama mendaki gunung.
5. Menjaga satu sama lain. Gejala awal Hipotermia lebih mudah dideteksi oleh orang lain, ketimbang oleh diri sendiri.
6. Langsung melakukan penanganan jika ditemukan gejala Hipotermia.
BIBLIOGRAPHY:
https://www.e-education.psu.edu/egee102/node/2053
https://www.princeton.edu/~oa/safety/hypocold.shtml
http://www.beyondcoldwaterbootcamp.com/mechanisms-of-heat-loss
Schimelpfenig and Linda Lindsey (2000). NOLS Wilderness First Aid. Mechanicsburg, PA: Stackpole Books