Book Review: The Book Thief

Halo Manis! Pada kesempatan kali ini, Minis mau review buku yang berjudul The Book Thief nih! Buku ini ditulis oleh Markus Zusak dan diterbitkan tahun 2006. Buku ini juga sudah diadaptasikan menjadi film lho, dan diberi judul yang sama dengan bukunya. 

Sinopsis

Buku ini menceritakan kisah anak perempuan bernama Liesel Meminger. Berlatar di Jerman pada tahun 1939 di tengah Perang Dunia II, Liesel yang kehilangan keluarganya harus tinggal bersama orangtua angkat di kota baru. Pada suatu hari, Liesel tidak sengaja menemukan buku di tengah salju. Karena buku ini ia jadi suka membaca, dan ia mulai mencuri buku-buku dari manapun tempat yang terdapat buku. 

Tetapi, bukan itu saja kegiatan Liesel yang berbahaya. Saat ada orang Yahudi bernama Max meminta bantuan, orangtua angkat Liesel bersedia memberikan basement sebagai tempat tinggal Max. Disini, Liesel dan Max menjadi teman baik.

Review

Buku ini Minis beri 5 bintang. Kenapa? Karena menurut Minis, buku ini sangat menyentuh dan emosional, mampu memikat pembaca pada karakter-karakter yang mengalami kesulitan di tengah perang. Pembaca bisa merasakan bagaimana perang mempengaruhi masing-masing karakter, dan jalan apa yang mereka pilih untuk menghadapi kesulitan ini. Walaupun ada karakter yang kurang menyenangkan di awal cerita, pengembangan karakternya cukup kuat sehingga pembaca bisa berubah pikiran tentang karakter tersebut.

Uniknya, buku ini dinarasikan oleh karakter yang bernama Death. Bertentangan dengan pandangan kita mengenai kematian pada umumnya yang gelap dan menakutkan, Death bernarasi dengan suara yang ringan. Death memperkenalkan sudut pandang baru dalam Perang Dunia II, memperlihatkan semua sisi dalam perang ini. Mulai dari orang-orang dalam partai Nazi, badan-badan pemerintah, sampai orang-orang biasa dan anak-anak yang masih polos. 

Uniknya lagi, Death akan memberikan pertanda pada karakter-karakter yang akan mati sebelum kematiannya terjadi. Walaupun mungkin hal ini mengurangi perasaan sedih dan terkejut pembaca, hal ini juga menggantikan kedua emosi tersebut dengan perasaan cemas dan antisipasi, sesuai dengan perasaan cemas dan antisipasi para karakter yang menunggu perang selesai. 

Pada akhirnya, pembaca bisa merasakan bagaimana perang mengubah hidup seseorang secara drastis, tidak peduli di sisi mana orang tersebut berada. 

Usually we walk around constantly believing ourselves. “I’m okay,” we say. “I’m alright.” But sometimes the truth arrives on you and you can’t get it off.”

Annabelle Marlene Laurence