Lenong, Seni Teater khas Betawi

Lenong adalah seni teater tradisional rakyat Betawi yang dibawakan dengan bahasa daerah dan dialek khas Betawi. Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, gendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyan, dan sukong.  

Terdapat dua versi mengenai asal mula lenong. Versi pertama menjelaskan lenong berkaitan dengan seni teater di Tiongkok dan dikembangkan oleh peranakan Tionghoa di daerah perkebunan milik orang-orang Tionghoa di Betawi. Salah satu pengaruh kebudayaan Tionghoa tersebut terlihat dari penggunaan alat musik gambang kromong, seperti yang khim, su kong, ho siang, the hian, gi hian, kong ahian, sembian, dan  pan (kecrek). 

Versi kedua menjelaskan lenong berasal dari Persia. Pada tahun 1886, Komedi Persia menyebar di Sumatera yang dibawakan oleh para pedagang Persia dan muncul teater semacam lenong di Riau yang bernama Abdul Muluk. Pementasan lenong ini mengusung cara pementasan yang sama dengan teater Komedi Persia. Dari Riau ini lah Abdul Muluk menjelajah ke Batavia. pada tahun 1914, seni teater Abdul Muluk di Batavia berganti nama menjadi Wayang Dermuluk.

Ciri khas lenong sendiri dapat terlihat dari setiap adegan, dialog, tari, dan humor yang dilakukan secara improvisasi. Terdapat dua jenis lenong, yakni Lenong Denes atau Dines dan Lenong Preman atau Jagoan. Lenong Denes berlatar belakang raja-raja dan kaum bangsawan dari budaya Melayu, seperti Hikayat Indra Bangsawan dan Hikayat Syah Mardan. Lenong Preman berlatang belakang keseharian masyarakat Betawi, seperti pendekar, jawara, atau jago dan jagoan. Lenong Preman juga sering menampilkan adegan silat.

Lenong Denes, “Pinang Laki-laki yang berbuah Tunggal”https://www.youtube.com/watch?v=Qlk6kYK39PU

Lenong Preman, “Si Ronda dari Marunda”https://www.youtube.com/watch?v=wrIsG9z019Q

Sumber :

Fachria Ditia Zalianti