Pramoedya Ananta Toer — Sastrawan Sepanjang Masa

Ditulis oleh
Miranda Essendaputri

Pramoedya Ananta Toer lahir pada tanggal 6 februari 1925 di daerah Blora yang terletak di Jawa Tengah. Ayahnya bernama Mastoer Imam Badjoeri yang bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah swasta dan ibunya bernama Saidah bekerja sebagai seorang penghulu di daerah Rembang. Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang yaitu Domei di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.

Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan kerap ditempatkan di Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen serta buku di sepanjang karier militernya. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Hal ini menciptakan friksi antara Pramoedya dan pemerintahan Soekarno.

Ia juga mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, kemudian pada saat yang sama, ia pun mulai berhubungan erat dengan para penulis di Tiongkok. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat-menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa pemerintahan mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-Komunis Tiongkoknya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya di pulau Buru di kawasan timur Indonesia.

Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Ramon Magsaysay Award untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian Authors’ Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan.

Pramoedya Ananta Toer dikenal sebagai salah satu sastrawan terbesar di Indonesia. Meski sudah lama tiada, namun karyanya tetap banyak dinikmati oleh semua orang hingga sekarang. Beberapa dari karyanya dari Tetralogi Pulau Buru, yaitu Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, pada tahun 2016 telah diadaptasi menjadi sebuah pementasan teater berjudul Bunga Penutup Abad yang dimainkan oleh Reza Rahadian, Chelsea Islan, dan Happy Salma. Sebagai bentuk penghargaan dan untuk mengenang Pram, pada November 2018 mendatang, Titimangsa Production akan kembali mempersembahkan Teater Bunga Penutup Abad.

Semoga karya-karya Pram dapat selalu memberi hal-hal positif untuk kita semua ya, Manis. Salam Sastra!

source:
wikipedia.com

Miranda Essendaputri