Menjadi Umat Pilihan ?

Menjadi Umat Pilihan

Dipilih dan Ditentukan.

Sudah sejak dahulu, sejak jaman sejarah gereja pada abad sebelum kita hidup, banyak orang sudah mempersoalkan pertanyaan Alkitab mengenai pemilihan dan penentuan Tuhan bagi mereka yang selamat dalam beberapa ayat Alkitab antara lain di dalam Ef 1:4-5,11, Yoh 6:37,39; 15:16; Kis 13:48; 2Tes 2:13; Rom 8:29-30; 9:6-26. Dalam ayat-ayat tersebut terdapat dua kalimat yang menjadi polemik hebat di sepanjang sejarah gereja dan pergumulan teologi, dua kata itu adalah memilih dan menentukan; Allah memilih dan menentukan orang yang menerima anugerah untuk diselamatkan. Dengan dua kata tersebut, disimpulkan oleh sebagian orang Kristen bahwa Allah telah memilih dan menentukan sejak semula orang-orang tertentu sebelum dunia dijadikan untuk menjadi anak-anak-Nya. Apakah benar demikian? Penjelasan yang mudah diberikan oleh sebagian orang percaya adalah: Bahwa memang Tuhan sudah menentukan siapa manusia yang akan selamat.

Kalau jawabannya hanya demikian, maka berarti tidak jujur mengakui, bahwa lebih banyak ayat dan penjelasan dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa respon manusia dalam menanggapi anugerah keselamatan juga berperan. Secara adil harus melihat dua kutub yang Alkitab juga kemukakan. Kutub Tuhan yang memilih dan menentukan dan kutub manusia yang memberi respon terhadap pemilihan dan penentuan tersebut. Kita tidak perlu bingung kalau Paulus menyatakan bahwa Tuhan sudah memilih dan menentukan orang yang akan selamat sejak semula bahkan sebelum dunia dijadikan. Sebab sebagai orang-orang yang telah merespon anugerah Tuhan dan telah menjadi anak-anak-Nya, orang percaya harus yakin bahwa kita adalah orang yang dipilih dan ditentukan sebelum dunia dijadikan untuk menerima anugerah keselamatan, yaitu menjadi kekasih-Nya. Namun demikian, jangan kemudian dinyatakan bahwa Tuhan memilih dan menentukan siapa yang akan selamat berdasarkan kedaulatan-Nya. Bila demikian kita sudah mulai menilai Tuhan dengan pikiran kita yang sangat terbatas. Dengan demikian pula akan timbul dugaan atau tuduhan bahwa ada orang-orang tertentu yang oleh kedaulatan Tuhan juga dipilih dan ditentukan untuk binasa.

Memahami kata “dipilih dan ditentukan” harus dari berbagai dimensi atau pandangan yang luas dan fair.

Pertama, pemilihan dan penentuan itu tidak boleh diartikan sebagai langkah Tuhan tanpa pertimbangan apapun menunjuk siapa yang tidak akan masuk neraka. Tuhan adalah pribadi yang sangat sempurna. Pertimbangan-Nya juga sangat sempurna. Ia tidak memilih dan menentukan secara acak asal-asalan. Sebagaimana di dalam diri manusia yang diciptakan Tuhan menurut gambar-Nya, ada semacam “kebijaksanaan” yang merupakan rangkaian dari pertimbangan nalar yang melibatkan emosi, perasaan dan kecerdasan atau rasio. Dalam hal ini Tuhan tidak akan memilih dan menentukan tanpa “sistim” dalam diri Allah yang sempurna. Kita tidak boleh menyamakan cara dan kualitas Tuhan dalam memilih atau menentukan sama dengan kualitas manusia memilih dan menentukan. Pandangan yang mengatakan bahwa di luar kesadaran dan kemauan seseorang. Tuhan sudah menentukan manusia untuk selamat adalah pandangan yang mengesampingkan fakta bahwa Tuhan tidak sama dengan manusia.

Dalam keberadaan-Nya yang sempurna Tuhan melakukan pertimbangan-pertimbangan yang tidak bisa dipahami dengan nalar kita. Kalau kita mengakui bahwa pikiran Tuhan tak dapat dimengerti secara mendalam (Rom 11:33), maka kita jangan mencoba merumuskan bahwa Tuhan memilih dan menentukan seseorang untuk selamat berdasarkan kedaulatan-Nya. Apakah kedaulatan Tuhan bisa dipisahkan dari pertimbangan-Nya? Apakah pertimbangan Tuhan bisa dipisahkan dari hakekat “karakternya” dan berbagai keberadaan Tuhan yang lain. Hendaknya kita mempersempit pandangan kita mengenai Tuhan dengan merumuskan bahwa tindakan Tuhan hanya berdasarkan kedaulatan-Nya. Kalau manusia memiliki kedaulatan bisa berlaku sewenang-wenang (walau terbatas) tetapi Tuhan dalam kedaulatan-Nya tidak mungkin bertindak diluar kesucian dan keagungan pribadi-Nya.

Tuhan bisa saja merancang orang untuk di selamatkan, tetapi Tuhan tidak mungkin merancang seseorang untuk binasa sebab jelas sekali Firman Tuhan menyatakan bahwa Ia tidak menghendaki seorang pun binasa (2Pet 3:9). Hakekat Tuhan yang kasih adanya itu tidak mungkin merancang seseorang binasa dalam siksaan lautan api kekal. Dalam Alkitab kita menemukan perjuangan Tuhan agar manusia tidak binasa. Dari sejak jaman Nuh, Tuhan selalu memberi kesempatan orang untuk “tidak dihukum”. Perhatikan kisah Lot yang disuruh malaikat untuk mengajak orang agar meninggalkan Sodom Gomora. Penduduk kota Niniwe yang diberi kesempatan untuk bertobat, sebab Tuhan tidak menghendaki kematian orang fasik. Dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus selalu memberi peringatan kepada banyak orang agar tidak binasa. Seruan untuk bertobat, mencari dahulu Kerajaan Allah, mengutamakan Tuhan, melayani Tuhan dan lain sebagai menghiasi seluruh isi Perjanjian Baru. Dalam hal ini pasti Tuhan tidak “bersandiwara”.

Kedua, hal memilih dan menentukan siapa yang akan diselamatkan adalah urusan atau bagian Tuhan yang Maha Tinggi. Kita tidak akan mampu menganalisa fakta pemilihan dan penentuan ilahi ini. Hal itu diluar kemampuan pikiran manusia untuk memahaminya. Jangan coba menghubungkan pemilihan Tuhan dengan pikiran manusia sekarang ini. Kita tidak akan dapat mengerti. Oleh sebab itu orang percaya harus menempatkan diri di bagian manusia. Bagian manusia adalah memberi respon anugerah Tuhan dalam tindakan konkret yaitu percaya Tuhan Yesus, sungguh-sungguh bertobat, belajar Firman Tuhan sampai memiliki iman yang sejati dan mengalami kelahiran baru, terus bertumbuh dalam kedewasaan rohani seperti Kristus dan melayani Tuhan. Semua ini merupakan bentuk respon terhadap anugerah keselamatan yang Tuhan sediakan.

Namun demikian, kita juga tetap mempercayai dan menerima kenyataan bahwa Tuhan telah memilih dan menentukan orang-orang yang akan menerima keselamatan dalam Yesus Kristus, tetapi pemilihan dan penentuan itu dari perspektif Allah bukan dari perspektif manusia. Oleh sebab itu kita tidak boleh merumuskannya dengan pikiran manusia yang terbatas. Tidak dengan mudah kita merumuskan bahwa pemilihan dan keputusan-Nya itu berdasarkan kedaulatan-Nya. Bahkan kalaupun berdasarkan kedaulatan-Nya, kita tidak boleh memahami kedaulatan Tuhan tersebut secara dangkal. Jangan memberi muatan pengertian kedaulatan Tuhan sama dengan kedaulatan manusia.
Mencoba merumuskan doktrin yang sebenarnya di luar kemampuan pikiran manusia, akan memaksa pula merumuskan ajaran-ajaran yang lain untuk mendukung doktrin tersebut. Sehingga terbangun ajaran-ajaran yang kaku dan terkesan dipaksakan. Tetapi itulah konsekuensinya. Akibat yang paling buruk, pengajaran tersebut cenderung tidak membawa seseorang kepada penyerahan yang tulus dan “all out” bagi Tuhan dari kedalaman hati yang diwarnai oleh kesadaran bahwa respon manusia adalah tanggung jawab manusia. Bagi kita yang penting adalah mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (memberi respon kepada usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya)

Seandainya manusia tidak tahu bahwa dirinya telah dipilih dan ditentukan untuk selamat, apakah membahayakan keselamatan jiwanya. Sebaliknya akan mendorong seseorang memberi respon yang serius. Mengerjakan keselamatan harus dengan takut dan gentar. Kalau mengerjakan keselamatan adalah mudah, Paulus tidak perlu menambahkan dengan takut dan gentar. Hal ini menegaskan pernyataan Tuhan bahwa untuk diselamatkan seseorang harus berjuang masuk pintu yang sesak (Luk13:23-24).
Tuhan juga menyatakan bahwa lebih mudah seekor unta masuk lubang jarum dari pada orang kaya masuk Sorga. Kalau menerima bahwa Allah memilih dan menentukan orang selamat, berarti orang kaya lebih sedikit terpilih dan ditentukan masuk Sorga. Kalau orang kaya sukar masuk Sorga tentu karena secara psychology kekayaan menghasilkan tipu daya yang membuat seseorang sukar masuk Sorga. Kekayaan membuat seseorang tidak mengingini dunia lain dan tidak menikmati hal-hal rohani. Sukarnya masuk Sorga tentu karena manusia atau di pihak manusia bukan di pihak Tuhan.

Kalau seseorang sudah menyatakan bahwa dirinya dipilih dan ditentukan untuk selamat, apakah hal ini membuat ia lebih bertekun dalam iman. Apakah ini akan menjadi dorongan untuk mencapai kesempurnaan seperti Bapa. Sebab Tuhan menghendaki agar orang percaya sempurna seperti Bapa (Mat 5:48), hidup keagamaan harus melebihi ahli torat dan orang Farisi artinya hidup secara luar biasa dalam kelakuan (Mat 5:20). Logikanya kalau seseorang sudah ditentukan untuk selamat, maka Tuhan menentukan posisi di Kerajaan Sorga, tanpa respon manusia sama sekali. Padahal Tuhan dalam berbagai kesempatan menghendaki kita mengumpulkan harta di Sorga, menjadi besar dalam Kerajaan Sorga dengan merendahkan diri, menjual segala milik untuk memiliki harta di Sorga, rela menyerahkan nyawa supaya memperoleh nyawa, harus rela menderita supaya dipermuliakan, rela bersama dengan Tuhan dalam segala pencobaan maka Tuhan akan mendudukan orang percaya dalam kemuliaan bersama dengan Dia dan lain sebagainya.

Pemilihan
Kalau Alkitab menyatakan bahwa Allah memilih bukan berarti manusia yang dipilih pasti selamat, sebab tidak bisa menghindari pemilihan itu. Tuhan Yesus memilih dua belas rasul, kenapa yang satu bisa berkhianat? Apakah itu desain Allah? Harus tetap diingat bahwa pemilihan itu dari perspektif Allah bukan manusia. Juga dalam pelayanan Paulus ada orang-orang yang pada mulanya bersama dengan Paulus, tetapi akhirnya tidak setia, meninggalkan Tuhan dan mencintai dunia (2Tim 4:10).
Kalau Alkitab menyatakan bahwa ada orang-orang yang dipilih artinya bahwa tidak semua manusia memiliki kesempatan yang besar untuk menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Tuhan Yesus menyatakan bahwa banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kita lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kita dengar, tetapi tidak mendengarnya (Mat 13:17). Oleh sebab itu keselamatan ini tidak boleh disia-siakan (Ibr 2:1-3). Keselamatan bukan hanya membuat orang terhindar dari neraka tetapi dikembalikan kepada rancangan Allah, menjadi manusia sempurna yang dipersiapkan untuk duduk bersama dengan Tuhan Yesus dalam kemuliaan (Rom 8:17).

Orang terpilih adalah orang yang memiliki kesempatan mengenal Tuhan Yesus Kristus, mendengar dan mempelajari Injil-Nya dan segala potensi diri untuk bertumbuh dalam kesempurnaan. Orang yang hidup sebelum jaman anugerah bukanlah orang yang terpilih. Juga mereka yang hidup di jaman anugerah tetapi tidak mendengar Injil atau salah mendengar Injil. Mereka yang tidak terpilih termasuk yang tidak memiliki potensi untuk mengembangkan keselamatan dalam hidup mereka karena faktor kecerdasan, fisik dan lain sebagainya. Harus diingat bahwa yang diberi banyak dituntut banyak (Luk 12:48). Orang terpilih harus bertanggung jawab atas kesempatan yang diberikan Tuhan tersebut. Dalam perumpamaan mengenai raja yang mengadakan perjamuan (Mat 22), selain mereka yang menolak undangan itu, juga hanya orang-orang yang dijumpai di jalan yang diundang (tidak semua orang). Meskipun sudah menerima undangan tidak otomatis bisa mengikuti perjamuan. Kalau tidak mengenakan pakaian pesta tidak diperkenan ada dalam perjamuan tersebut.

Mengenakan pakaian pesta adalah tanggung jawab atau respon terhadap anugerah itu. Kalau kata dipilih sudah merupakan tindakan final untuk mereka yang mendapat undangan, maka berarti tidak dibutuhkan tanggung jawab atau respon sama sekali untuk menerima anugerah tersebut. Kenyataannya tidak demikian. Tanggung jawab terhadap anugerah itu juga dinyatakan berulang-ulang oleh Tuhan Yesus, ketika Tuhan menghendaki agar orang percaya berjuang untuk menjadi pemenang. Dalam suratnya kepada jemaat di kitab Wahyu, kepada setiap jemaat Tuhan menghendaki agar mereka menjadi orang yang menang. Orang yang menang adalah orang yang terpanggil, terpilih dan setia (Why 17:14). Itulah sebabnya mengikut Tuhan Yesus adalah perjuangan, bukan suatu skenario yang sudah disusun dan orang percaya hanya menjalaninya. Dengan pemilihan dari pihak manusia, atau dari perspektif manusia, pemilihan itu bukan hanya berdasarkan apa yang sudah ditentukan oleh Tuhan tetapi juga oleh respon yang bertanggung jawab manusia dalam menanggapi anugerah keselamatan yang Tuhan sediakan.