Pengudusan

Etimologi
Pembahasan mengenai pengudusan atau penyucian sangat penting dalam hidup Ke-Kristenan, sebab hal ini merupakan bagian dari pokok pengajaran keselamatan. Banyak bagian dalam Alkitab memunculkan hal ini. Setiap kali berbicara mengenai keselamatan, tidak bisa tidak hal pengudusan ini pasti juga dibicarakan. Kesalahan memahami hal ini akan berpengaruh terhadap pengertian mengenai keselamatan. Dalam bahasa Ibrani kata menguduskan adalah qadhas. Kata sifatnya adalah qadhos itu sendiri dari etimologinya berarti “dipisahkan dari yang lain untuk digunakan”. Kata ini biasanya digunakan dalam wilayah ibadah kepada Yahwe atau berkenaan dengan pengampunan yang diberikan Allah kepada umat Israel.

Dalam Perjanjian Lama, bila kata dikuduskan dikaitkan dengan benda selalu menunjuk kepada sesuatu yang dipisahkan dari yang lain atau dikhususkan untuk digunakan oleh Allah. Dikuduskan berarti sesuatu yang dianggap layak atau pantas dipakai oleh Tuhan, biasanya berkenaan dengan ceremonial ibadah kepada Yahwe di kemah suci atau di Bait Allah. Benda-benda itu biasanya peralatan ibadah di kemah suci atau Bait Allah. Bila kata dikuduskan dikaitkan dengan manusia, maka kata ini menunjuk kepada umat yang pantas menghadap Tuhan atau dipakai Tuhan sebagai pelayan ibadah kepada Yahwe, seperti keturunan Harun menjadi imam atau suku Lewi untuk melayani bait Allah. Kata dikuduskan juga bertalian dengan umat yang menerima pengampuan setelah mereka berbuat salah. Hal itu dimaksudkan agar layak berdiri di hadapan Allah.

Dalam bahasa Yunani terdapat kata hagiazo atau hagiasmos yang berarti menguduskan. Kata sifatnya adalah hagios. Selain itu juga ada kata katharoi, dalam ayat Matius 5:8 yang juga berarti suci (Ing: clean). Kata ini mengandung pengertian: free from impure admixture, without blemish, spotless (bebas dari campuran, tidak bernoda). Matius tidak menggunakan kata hagios (Ing: Holy). Kalau kata hagios lebih dekat kepada pengertian suci dalam kaitannya dengan kualitas eksistensi Allah. Kalau kata ini dikenakan dalam hidup orang percaya menunjukkan perbedaan mutlak antara orang percaya dan orang yang tidak percaya. Kata katharoi lebih menunjuk kepada keadaan hati yang tidak tercemari oleh pengaruh dunia sekitar. Kata hagios sejajar dengan kata hieros, hosios dan hagnos. Kata-kata tersebut berkenaan dengan karya Tuhan Yesus di kayu salib untuk menyelamatkan umat manusia yang percaya kepada-Nya. Kata hagios berarti “berbeda dari yang lain atau dibuat berbeda dari yang lain”. Dalam bahasa latin diterjemahkan sanctifikatio yang kemudian dalam bahasa Inggris menjadi sanctification

Pengudusan Secara Pasif.

Selama ini bila berbicara mengenai pengertian pengudusan atau penyucian, asumsi banyak orang adalah pembersihan atas suatu bidang atau sebuah tempat dari kotoran atau noda. Demikianlah bila berbicara mengenai pengudusan dalam kehidupan umat Perjanjian Baru yang dilakukan Allah melalui korban Tuhan Yesus, dalam pikiran banyak orang seakan-akan ada bercak-bercak hitam (dosa) dalam diri manusia yang harus dibersihkan. Darah Yesus dibayangkan seperti sabun detergent yang mencuci pakaian kotor. Memang dalam Alkitab kita temukan hal pembasuhan, tetapi itu adalah gambaran atau figuratif. Fakta sebenarnya tidaklah demikian.

Konsep pengudusan disamakan dengan pembersihan adalah konsep yang tidak tepat benar. Sebab pengudusan itu bagi manusia adalah sesuatu yang ditujukan kepada suatu obyek yang tidak memiliki bidang dalam arti fisik. Tidak seperti “menyapu lantai” atau mengelap kotoran dari meja makan. Sejatinya pengudusan harus lebih dipahami sebagai suatu tindakan untuk menempatkan manusia pada status baru. Manusia telah berdosa, berarti manusia berkedudukan sebagai pendosa. Status atau kondisi ini menutup kemungkinan manusia memiliki status anak Allah dan menghilangkan potensi manusia bisa memiliki keadaan seperti Bapanya. Pengampunan mengubah keadaan, manusia sebagai pribadi dengan status sebagai orang bersalah, ditempatkan sebagai orang yang dianggap tidak bersalah. Proses ini pararel dengan penebusan. Ditebus berarti dibeli untuk memindahkan status. Dari status budak menjadi orang merdeka. Ditebus berarti dipindahkan dari budak setan sekarang dimiliki oleh Tuhan untuk menjadi budak Tuhan.

Manusia yang telah berdosa telah dianggap sebagai manusia yang tidak bersalah, sebab kesalahan telah dipakukan di kayu salib. Inilah pengudusan itu. Hal ini pararel dengan pembenaran atau dianggap benar. Oleh pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib, maka orang berdosa dapat dibenarkan. Jadi penyucian adalah perubahan status dan sekaligus membuka kemungkinan manusia menjadi seperti Bapa (Mat 5:48; 1Pet 1:16). Disucikan untuk menjadi suci sama dengan dibenarkan untuk diubah benar-benar menjadi benar. Pengertian yang kurang tepat mengenai penyucian akan menyimpangkan pemahaman prinsip keselamatan dalam Yesus Kristus, dimana Tuhan Yesus mengorbankan diri-Nya untuk memuaskan keadilan Allah. Masalah dosa sebenarnya bukan hanya bercak-bercak hitam (dosa) dalam diri manusia, tetapi murka Allah atas pemberontakan manusia. Yang kedua ini harus dipandang lebih penting. Tidak ada agama dalam dunia ini yang memiliki gagasan keselamatan seperti ini, sebab tidak mungkin mereka memilikinya, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi (Yoh 4:21-22).

Kalau pengampunan dosa berpusat atau menekankan pada keadaan manusia yaitu kesalahan yang ditandai dengan bercak-bercak dosa, maka itu bukan pengampunan yang teosentris (berpusat pada Allah), tetapi antroposentris (berpusat pada manusia). Pengampunan harus berpusat pada Allah yaitu menekankan perasaan Tuhan yang telah dikhianati manusia. Oleh pengorbanan Tuhan Yesus murka Allah atas manusia diredakan tuntas. Disini manusia mengalami pengudusan.

Penyucian oleh darah Tuhan Yesus atas hidup kita jangan dibayangkan seakan-akan hati kita ada bercak-bercak hitam dosa dan darah Tuhan Yesus membersihkannya. Tentu ada bercak kodrat dosa (Ing: sinful nature), darah Tuhan Yesus tidak otomatis dapat membersihkannya. Kalau Alkitab menyatakan bahwa darah Yesus menyucikan artinya bahwa darah itulah yang menempatkan manusia sebagai orang bersalah menjadi tidak bersalah. Sebab Tuhan Yesus telah menanggung dosa manusia, sehingga hukum keadilan Allah dapat ditegakkan yaitu pelanggaran harus dihukum. Tuhan Yesus menggantikan tempat hukuman yang seharusnya kita tempati sebagai orang bersalah atau berdosa. Hal ini memuaskan hati Allah yang Maha Adil.

Pengudusan atau penyucian oleh darah Tuhan Yesus yang membuat status orang berdosa berubah ini adalah pengudusan secara pasif. Kita sebagai orang-orang yang ditebus, dibenarkan dan memperoleh pengampunan dosa bersikap pasif. Semua dikerjakan oleh Tuhan Yesus tanpa peran dan jasa kita sama sekali. Dengan pengertian ini, maka tidak seorang pun dapat membanggakan diri bahwa dirinya kudus atau suci lebih dari yang lain. Sebab pengudusan oleh darah Tuhan Yesus adalah pengudusan sepihak yang Allah lakukan tanpa peran manusia sama sekali.
Status baru yang dimiliki manusia ini membuat manusia ditempatkan kembali  bukan sebagai pemberontak tetapi sebagai anak. Status inilah yang juga memberi peluang dimana Allah Bapa dapat mendidik mereka agar dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr 12:5-10).

Dalam hal ini pengudusan Allah memiliki 2 aspek:

  1. Dikuduskan berarti diubah statusnya
  2. Potensi untuk menjadi manusia seperti rancangan semula.

Pengudusan Secara Aktif

Pengudusan ini tidak berarti berhenti sampai hanya status kita berubah, sebab pengudusan harus berlanjut pada proses dimana kita yang dikuduskan haruslah benar-benar menjadi kudus. Dalam 1 Tesalonika 4:7 Firman Tuhan berkata: Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Sejajar dengan 1 Tesalonika 4:7, dalam 1 Petrus 1:16 Firman Tuhan tegas berkata: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Dan banyak lagi teks Alkitab yang berupa perintah untuk menjadi kudus. Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Kekudusan ini adalah kekudusan aktif. Kekudusan aktif artinya respon manusia terhadap anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus untuk melepaskan karakter dosa dalam dirinya sehingga tidak berbuat dosa lagi. Dengan demikian bukan hanya dosa atau kesalahan masa lalu yang dianggap telah beres atau dibereskan tetapi juga kemungkinan untuk berbuat salah lagi juga dihilangkan. Dalam hal ini orang yang menerima pengampunan dari Tuhan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab. Inilah yang disebut sebagai anugerah yang bertanggung jawab. Orang yang menerima pengampunan Tuhan harus memberi diri diperbaiki oleh Tuhan. Perbaikan disini adalah perbaikan dari gambar Allah yang rusak untuk dikembalikan pada rancangan-Nya yang semula.

Proses menguduskan diri ini membuat seseorang menjadi kudus artinya berbeda dari yang lain. Hal ini menunjuk bahwa perbaikan yang Tuhan kerjakan memiliki proyeksi yaitu mereka yang dikuduskan menjadi manusia yang berbeda dari manusia yang tidak menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Proyeksinya adalah menjadi sempurna seperti Bapa di Sorga. Itulah sebabnya Firman Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa kita harus kudus seperti Dia kudus. Kalau pengampunan Tuhan tidak disertai dengan respon kita untuk benar-benar menjadi kudus dalam seluruh hidup kita, maka Tuhan hanya diperlakukan sebagai tukang sapu dosa. Betapa jahatnya pandangan ini. Sebab kalau seorang pencuri hanya dimaafkan atas kejahatannya mencuri tetapi tidak diajar untuk tidak mencuri lagi, berarti ia makin meraja lela sebagai pencuri atau tidak berhenti dari kejahatannya.

Perubahan status dari pemberontak menjadi anak harus berlanjut sampai orang yang dikuduskan benar-benar memiliki keadaan sebagai anak. Model Anak yang menyukakan hati-Nya adalah Tuhan Yesus Kristus. Oleh sebab itu kalau tidak mau diproses menjadi seperti Yesus tidak perlu menerima pengampunan-Nya. Dalam 1 Korintus 1:2 tertulis: kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus. Perhatikan kalimat dikuduskan dalam nama Kristus Yesus dan yang dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus.

Terdapat 2 dimensi disini:

  1. Adalah dikuduskan dalam nama Tuhan Yesus artinya Tuhan mengubah status kita orang percaya, dari pemberontak dijadikan anak-Nya.
  2. Dipanggil untuk menjadi orang kudus artinya kita harus memiliki karakter kekudusan Bapa.

Berbagai Pengudusan

Memperhatikan dua jenis atau dua aspek pengudusan, yaitu aktif dan pasif, maka kita temukan kesejajaran dengan pengudusan oleh darah Tuhan Yesus dan oleh Firman. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus adalah pengudusan untuk mengubah status (seperti yang telah dijelaskan diatas). Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Tuhan Yesus (Kis 4:12). Dikuduskan dengan darah Tuhan Yesus tidak melibatkan peran manusia sama sekali. Manusia hanya menerima anugerah tersebut. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus ini tidak otomatis menghilangkan kodrat dosa (Ing: sinful nature) atau watak dosa dalam kehidupan manusia. Kodrat dosa dapat dihilangkan melalui proses pendewasaan oleh Firman dan pembentukan Allah.

Banyak orang Kristen puas hanya sampai pengudusan di level ini. Mereka merasa bahwa pengudusan dalam hidup mereka sudah tuntas. Biasanya mereka juga percaya bahwa sakramen sudah cukup menguduskan. Padahal sakramen tidak bisa menguduskan kalau hanya dari segi tehnisnya, sakramen menguduskan kalau dari segi artinya. Misalnya baptisan, yang menguduskan bukanlah air baptisan atau tindakan dibaptis itu sendiri tetapi kesediaan meninggalkan manusia lama dan hidup dalam hidup yang baru, tentu melalui proses pembelajaran Firman Tuhan (Rom 6:4). Contoh lain misalnya Perjamuan Kudus, yang menyucikan bukanlah roti dan anggur yang diminum dalam Perjamuan Kudus itu tetapi darah Tuhan Yesus Kristus.

Dikuduskan oleh Firman artinya dengan kuasa Firman Tuhan yang dipahami, maka seseorang dapat didewasakan agar tidak lagi hidup dalam dosa, tetapi hidup sesuai dengan kehendak Allah. Firman Tuhan menguduskan artinya Firman Tuhan menghindarkan manusia dari berbuat jahat (Yoh 17:14-17). Tentu manusia nya yang harus tekun belajar kebenaran Firman Tuhan, sebab kalau seseorang tetap dalam Firman Tuhan barulah ia dapat dimerdekakan (Yoh 8:31-32). Dimerdekakan disini maksudnya adalah dibebaskan dari kecenderungan berbuat dosa.

Pengudusan dengan atau oleh Firman disini melibatkan penuh peran manusia. Kalau manusia tidak pro aktif maka pengudusan ini tidak bisa berlangsung. Ini pula berarti pengudusan oleh darah Yesus bisa menjadi sia-sia. Dengan kalimat lain, bila seseorang tidak masuk dalam proses pengudusan dengan atau oleh Firman, maka berarti ia tidak menghargai darah Yesus (Ibr 10:29). Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus dimaksudkan supaya manusia masuk dalam proses pengudusan dengan atau oleh Firman. Firman yang membuahkan iman, dan iman yang menyelamatkan (Rom 1:16-17). Pengudusan pada dasarnya juga proses pendewasaan yang membuat seorang anak tebusan menjadi serupa dengan Tuhan Yesus. Dalam kasus-kasus tertentu dan untuk orang-orang tertentu, Tuhan memproses pengudusan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka (Rom 8:28). Hal ini dilakukan Tuhan khususnya untuk mereka yang perlu didikan atau pukulan (Ibr 12:7-9). Memang hal itu tidak menyenangkan tetapi Tuhan hendak membersihkan karakter dosa kita.

Pengudusan juga melalui doa (1Tim 4:5). Maksud pernyataan Paulus ini adalah bahwa melalui persekutuan yang tiada henti dengan Tuhan, maka seseorang diarahkan untuk memiliki karakter Bapa. Dalam hal ini doa dipahami sebagai dialog atau hubungan interaksi terus menerus dengan Tuhan. Oleh sebab itu kalau Alkitab menyatakan bahwa kita harus berdoa tiada henti-hentinya atau tetap dalam doa itu berarti bahwa kita harus terus menerus dalam persekutuan dengan Bapa (1Tes 5:17). Ketekunan hidup dalam persekutuan dengan Bapa digambarkan oleh Tuhan Yesus seperti seorang janda yang tekun menghadapi hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak peduli siapapun (Luk 18:1-8). Ketekunan untuk tetap dalam persekutuan dengan Bapa seperti itulah yang diharapkan Tuhan Yesus ditemukan pada akhir jaman (Luk 18:8).

Dalam 1 Petrus 1:2 tertulis: yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu. Dikuduskan oleh roh disini maksudnya adalah oleh pekerjaan atau pimpinan roh seseorang dimungkinkan untuk memiliki ketaatan kepada Bapa. Alkitab menyatakan bahwa bukan dengan kuat dan gagah manusia bisa melakukan atau mencapai kesucian seperti yang dikehendaki oleh Allah. Roh menolong orang percaya untuk itu.

Kalau kata “dikuduskan” ini dihubungkan dengan pernyataan Tuhan Yesus bahwa Ia menguduskan dirinya, supaya orang percaya dikuduskan dalam kebenaran (Yoh 17: 1-9), maka berarti Tuhan Yesus berusaha untuk taat agar bisa menggenapi rencana Allah. Demikian pula orang percaya dapat dikuduskan dengan kebenaran supaya bisa dipakai oleh Bapa (Yoh 17:19). Dalam Ibrani 5:8-9 tertulis: Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya. Setelah Tuhan Yesus menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya, Ia menjadikan manusia dikuduskan dan dipakai oleh Bapa seperti diri-Nya sendiri. Paulus juga dikuduskan untuk ini, yaitu menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menggenapi rencana Allah (Rom 1:1).

Dalam hal ini jelas sekali bahwa pengudusan Tuhan bukan hanya berhenti dimana orang percaya dipindahkan statusnya sebagai orang berdosa menjadi anak, juga bukan sekedar diperbaiki karakternya tetapi juga direncanakan untuk menjadi alat dalam tangan Bapa guna menggenapi rencana-Nya. Rencana Bapa adalah membinasakan pekerjaan iblis (1Yoh 3:8). Hal ini sejajar dengan pengertian kudus dalam bahasa Ibrani qadhos yang artinya dipisahkan dari yang lain untuk digunakan.