Apa itu Interdenominasi ?
Di dalam satu ibadah, beberapa rekan keluar dari ruangan segera ketika acara memasuki bagian pujian penyembahan. Ternyata mereka tidak tahan berada di dalam, ibadah itu tidak sesuai dengan aliran dogma yang mereka pahami selama ini. Di kelompok agama mereka, mereka tidak pernah bernyanyi dengan tepuk tangan ataupun mengangkat tangan. Menurut mereka, ibadah haruslah khusyuk dan tenang. Mereka dulu pernah menyampaikan ke pengurus bahwa mereka kurang bisa menerima ibadah seperti itu, tapi tetap saja begitu terus setiap ibadah. Beberapa persekutuan Kristen, beberapa orang mengeluh setelah selesai mengikuti kegiatannya. Mereka merasa ibadahnya masih belum terlalu mengena ke hati setiap jemaatnya. Istilahnya, soulnya belum tersentuh. Seharusnya pujian penyembahannya lebih mengena lagi ke hati. Namun ketika tadi pada saat ibadah mereka berusaha mengekspresikan pujian mereka, jemaat lain justru memandangi dan melarang mereka melakukannya. Kenapa demikian? Kenapa para jemaat itu melarang?
Gerakan interdenominasi sering juga disebut gerakan oikumene, walaupun ada kelompok yang mempermasalahkan asal kata oikumene yang berarti menerima semua pengajaran termasuk pengajaran-pengajaran agama lain, namun sangat jelas yang dimaksudkan disini bukanlah demikian. Oikumene berasal dari kata Yunani οἰκουμένη, yang berasal dari kata όικος yang berarti “rumah” dan μενήιν yang berarti “berdiam” atau “tinggal”. Di masa Yunani di bawah Alexander Agung, kata oikoumene merujuk kepada seluruh bagian bumi yang didiami oleh manusia. Sering kata ini digunakan untuk menyebut daerah-daerah yang didiami oleh orang-orang Yunani, sementara daerah yang didiami oleh bangsa-bangsa barbar tidak terhitung sebagai oikoumene. Dalam bahasa Yunani Koine di bawah Kekaisaran Romawi dan dalam Perjanjian Baru, kata oikoumene secara harafiah berarti dunia, namun juga biasanya yang dimaksudkan adalah dunia di bawah kekuasaan Roma.
Dari pengertian di atas memang kata oikumene bukanlah eksklusif milik orang-orang kristen saja, namun kita dapat mengadopsi nilai atau prinsipnya yang terdapat di dalamnya yaitu suatu perkumpulan yang terdiri dari berbagai golongan (perbedaan tempat, suku, dan karakter, dan lainnya) namun terdapat dalam satu wadah. Oikumene yang dimaksud adalah persekutuan umat Tuhan yang saling menghormati walaupun terdiri dari berbagai latar belakang gereja yang berbeda, dalam pengertian ini dapat dilihat dengan jelas bahwa berbagai denominasi gereja diakui dan dihormati dalam segala kelebihan dan kekurangan yang masih dimilikinya.
Interdenominasi terdiri dari dua kata yaitu inter yang berarti antar atau lintas dan denominasi yaitu golongan atau kelompok tertentu, jadi interdenominasi secara harafiah berarti antar golongan atau lintas golongan. Disebutkan interdenominasi artinya tidak terikat pada satu golongan atau paham tertentu saja, melainkan terdiri dari beberapa golongan. Hal ini terjadi di persekutuan sekolah maupun perkuliahan yaitu anggotanya terdiri dari denominasi gereja yang berbeda-beda, karena itu tak dapat dipungkiri interdenominasi menjadi salah satu ciri khas dari persekutuan kampus.
Pandangan interdenominasi ini menyatakan dengan jelas tidak ada denominasi gereja yang paling benar yang melaluinya saja Tuhan berkenan bekerja, dan jika ada gereja yang berpandangan demikian denominasi tersebut adalah musuh dari gerakan oikumene yang dimaksudkan disini, gerakan keesaan gereja, berbeda-beda tetapi satu Kepala Gereja, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus.
Oleh karena itu gerakan interdenominasi atau oikumene di persekutuan siswa adalah gerakan kesatuan umat Tuhan yang walaupun terdiri dari berbagai denominasi gereja namun mau bersama-sama bersekutu (memuji Tuhan, belajar firman, bersahabat, saling mendukung dan membangun) di dalam satu wadah persekutuan yang ada di sekolah atau di kampus. Gerakan ini bukanlah gerakan yang mudah untuk dilakukan, perlu perjuangan dan kerja keras untuk mengupayakan dan memeliharanya. Namun jika berhasil melakukannya akan terjadi persekutuan yang indah dan dapat menjangkau lebih banyak orang di sekolah ataupun di kampus.
Oikumene merupakan sikap toleransi. Toleransi atas adanya perbedaan dogma atau theologia di dalam satu agama yang sama. Toleransi ketika teman satu agama kita beribadah ataupun melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan dogma yang diajarkan di kelompok agamanya. Pertanyaan adalah apakah kita benar-benar sudah melakukan hal ini?
Miris ketika di luar sana kita berkoar-koar menjunjung tinggi toleransi umat beragama dan pluralisme, tapi di dalam persekutuan kita sendiri, di agama kita, kita ternyata masih mengkotak-kotakkan dogma yang ada. Kita menggerutu ketika tata cara ibadah yang kita ikuti tidak sesuai dengan tata cara aliran gereja kita. Kita kemudian mencap para pelaksana ibadah itu tidak oikumene, tidak mempedulikan aliran agama lain yang juga beribadah di sana. Terkadang kita juga menertawai sesuatu hal yang dilakukan teman kita yang berbeda aliran agama dengan kita. Contoh, ketika beribadah di gereja karismatik, orang-orang dari aliran konservatif yang beribadah di sana tetap bisa bernyanyi dengan gayanya, dan demikian juga sebaliknya ketika beribadah dengan tata cara konservatif, orang yang beraliran karismatik tetap bisa beribadah dengan gayanya. Jemaat yang lain tidak boleh memaksakan tata cara alirannya kepada yang lain. Belajarlah untuk menerima orang lain yang beribadah sesuai dengan alirannya. Menurut saya, begitu seharusnya oikumene. Bersikap menghargai pendirian sebuah gereja dan persekutuan yg berbeda atau bertentangan dengan pendirian aliran yang kita pegang.
Seperti doa Yesus yang tertulis di Yohanes 17:21, “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”, kiranya kita tetap satu dan tidak mengkotak-kotakkan.