Before The Calling
Baca Yesaya 6:1-7; Lukas 5:1-8; Kisah 9:1-9
Ketika seorang pencari kerja dipanggil untuk wawancara kerja, biasanya ia diminta untuk menunjukkan kehebatan pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan komitmen yang dimilikinya, yang membuat dia layak dipilih dan dipekerjakan. Bagaimana bila Tuhan memanggil seseorang untuk menjadi pelayan-Nya? Ini bisa kita lihat dari apa yang dialami Yesaya bin Amos, sebelum
Tuhan menyatakan panggilan melayani kepadanya.
Yesaya mendapat sebuah penglihatan pada tahun matinya raja Uzia. Raja ini memiliki nama lainnya Azarya (2 Raja 15:1-7). Dia naik takhta di usia 16 tahun, dan memerintah selama 52 tahun; pada awalnya ia melakukan apa yang benar di mata Tuhan, dan Tuhan membuat segala usahanya berhasil. Tapi kemudian Uzia berubah setia kepada Tuhan, dan memasuki bait Tuhan untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakar ukupan-yang sebenarnya adalah hak para imam.Tuhan menimpakan tulah kepadanya; ia kena kusta hingga hari kematiannya (2 Tawarikh 26:1-23). Kematian Uzia ini memadamkan harapan hidup kerajaan Yehuda-tidak ada lagi raja yang telah berhasil memelihara dan melindungi
mereka.
Lewat visi itu, kepada Yesaya ditunjukkan adanya Raja Sejati kerajaan Yehuda, yang bertakhta mengatasi segala raja yang ada, serta pernah ada maupun akan ada. “aku melihat Tuhan (ibraninya, adonay, Tuan yang berdaulat) duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci (atau Istana)”, tulis Yesaya (Yes 6:1). Yesaya juga melihat, mendengar serta merasakan betapa kudus dan mulia-Nya Sang Raja atas Segala Raja itu. Para Serafim (ibraninya memiliki arti “makluk berapi yang menyala-nyala”) berseru seorang kepada yang lain, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta Alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!”.Dan mengakibatkan ambang pintu Bait Suci (atau Istana) bergetar dengan hebat dan asap memenuhinya.
Pengalaman 4 dimensi Yesaya itu membuatnya tiba pada suatu kesadaren bener-yang tak terelakkan: dia, dan juga semua orang di bangsanya, ada delar sebuah mesalar baser yang tak akan pernah bise mereka atasi dan membewa kepade akhir yang tragi, yaitu toleh berdosa kepada TUHAN, dan layak menerine hukumen maut der-Aya ycolakalah ekul Aku binase) Sebab aku ini seorang yang najis bibir, aku tinggal di tengan-tength bangse yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni. Tuhan semesta alam”, tulis Yesaya lagi.
Dan sebuah kejutan diterima Yesays. Kabar beik diberitaken dan diapfikasikan langeung kepada dia yang seherusnya binasa: Sang Reja, Tuhan seresta alar menganugerahkan keselamatan; kesalahan-kesalahannya diampuni, dosanya dihapus. Seorang Serafim terbang kepadanya dengan membawa bare di tangan yang diambil dari etas mezbah, lalu menyentuhkennya pade mulut anak Amos itu. “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahenmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni”, kata Serafim itu.
Peristiwa serupa tapi tak sama dialami juga oleh Simon anak Yohanes, sebelum menerima panggilan pelayanan dari Yesus Kristus (Lukas 5:1-8). Saulus dari Tarsus pun mengalaminya (Kisah 9:1-9). Saya juga mengalaminya pada masa-masa awal ikut kelompok kecil dulu di POSA (Persekutuan Oikumene Sivites Akademika) FMIPA UI, jurusan Farmasi, tahun 1992. Injil yang THAN perdengarkan lewat Penyelidikan Alkitab oleh Pemimpin Kelompok Kecil saya, Ronald Oroh, dengan jelas menunjukkan bahwa saya adalah seorang pendosa yang baik (saya tidak suka berlaku jahat), yang meski memiliki cita-cita yang baik (jadi ahli Farmasi yang bisa but obat-obat manjur bagi banyak orang), bukan kemuliaan Tuhan yang saya perjuangkan. Tetapi syukur tersedia anugerah keselamatan di dalam
Kristus Yesus bagi saya. Saya sadar butuh dia, dan saya memilih Dia.
Temanku terkasih, proses menjadi seorang pelayan Allah dimulai dari titik kesadaran serte pengakuan penuh, akan situasi diri kite yang telah berdosa dan najis, adalah sama sekali tapa harapan. Lalu dilanjutken dengen kesadaran dan pengakuan akan karakter dan natur Allah yang Maha Kudus dan Maha Mulia. Dua tahapan tersebut akan menghasilkan kesadaran dan pengakuan yang amat guncangkan hati kita: terdapat jurang yang tak hingge jaraknya antara kite dan Allah–jurang keberdosaan kita. Dan guncangan hati int akan membuat jadi mungkin bagi kita untuk bertobat dan menerima anugerah yang luar biosa dan yang sesunggunya tak layak kite terima, yaitu Allah menyucikan kite kembali di dalam Putra-Nya, Kristus Yesus. Baru setelah alami dan lakukan bagian kita dalam tahapan-tahapan awal proses menjadi seorang pelayan Allah itu, kite siap untuk proses selanjutnya, menerima panggilan pelayanan dari Dia. Yesaya anak Amos, Simon anak Yohanes, Saulus dari Tarsus, maupun saya telah mengalaminya.
Febyan M.M, Staf PERKANTAS Jakarta
Retret Koardinator XXI