4 Pergumulan yang Kita Hadapi dalam Pelayanan

Melayani orang lain bisa menjadi pekerjaan yang berat, baik di dalam maupun di luar gereja.

Dalam gereja, aku bersyukur atas dukungan yang aku peroleh dari keluarga dan teman-temanku selama aku melayani. Namun ada saat-saat di mana aku merasa tidak mampu untuk melanjutkan pelayananku—dan hal ini kebanyakan disebabkan karena orang lain. Dalam saat-saat demikian, aku berusaha menghibur diriku dengan berkata: “Kalau tidak sulit, bukan pelayanan namanya.”

Tetapi, aku juga percaya bahwa Allah mau mengajarkan sesuatu melalui pergumulanku.

1. Orang-orang yang tidak tertarik

Apakah kamu sedang memimpin sebuah kelompok sel, membuat sebuah acara dan merencanakan kegiatan penjangkauan, dan menemukan bahwa anggota kelompokmu atau para pemimpin lain dalam kelompokmu tidak menunjukkan ketertarikan? Kadang, aku merasa paling tidak dihargai dan jengkel saat orang lain tidak bekerja dan tidak mendukungku sebanyak yang menurutku seharusnya mereka lakukan.

Namun Allah mengingatkanku untuk berhenti sejenak agar aku tidak melupakan tujuan dari pelayanan—pelayanan adalah tentang orang-orang, bukan tentang program-program dan rencana-rencanaku. Pelayanan adalah tentang menolong orang lain bertumbuh dalam iman dan kasih kepada Kristus, dan tentang mempedulikan kebutuhan mereka.

Jadi, aku pun belajar untuk memperhatikan orang-orang daripada program-program, dengan menunjukkan ketertarikan pada hidup mereka dan masalah yang sedang mereka hadapi. Aku juga belajar untuk terbuka terhadap masukan, dan belajar untuk membuat acara dan pertemuan kelompok sel yang dapat menjawab kebutuhan mereka.

2. Orang-orang yang mematahkan semangat

Kadang kita mendapatkan tanggapan yang mengecewakan atas pelayanan yang kita lakukan, atau masukan dari para pemimpin yang terkesan keras dan tidak adil. Terkadang pula, teman-teman kita bisa menjadi sangat mengkritik atau bahkan tidak membantu sama sekali. Ketika hal itu terjadi, aku dapat merasakan benih ketidakpuasan bertumbuh menjadi kepahitan dan membuat aku menyimpan dendam kepada mereka.

Namun Allah mengajarkanku untuk menunjukkan kasih—kepada para pemimpin, teman-teman, dan junior-juniorku. Aku menemukan bahwa orang-orang yang telah mengecewakanku ini ternyata memiliki kisah di balik layar yang menjelaskan tindakan mereka. Suatu kali, aku merasa amat malu terhadap diriku sendiri ketika seorang rekan kerjaku—yang aku kira bermalas-malasan—mengatakan bahwa orang tuanya yang belum percaya melarang dia terlibat aktif di gereja. Aku sadar bahwa aku sudah bersikap tidak adil dan menghakimi dia berdasarkan sikapnya, dan bahwa sikapku terhadapnya mungkin saja telah membuatnya semakin patah semangat.

Selama aku belum pernah menempatkan posisiku di sepatu orang lain, aku takkan pernah tahu seberapa berat pergumulan, perjuangan, dan usaha mereka untuk mengasihi Allah. Jadi, aku belajar untuk menunjukkan kasih karunia kepada orang lain, sama seperti Kristus telah menunjukkan kasih karunia-Nya kepadaku.

3. Orang-orang yang berbeda

Apakah kamu menghadapi perbedaan dalam doktrin, kepercayaan, atau fokus pelayanan dengan sesama orang percaya? Apakah perbedaan ini menyebabkan perselisihan dan kesalahpahaman yang menghambat kemajuan pelayananmu dan mempengaruhi “efisiensi”-mu?

Mungkin ini adalah cara berpikir yang salah. Aku belajar bahwa perbedaan pendapat dapat memperluas dan memperkaya perspektifku—jika saja aku menyingkirkan kesombonganku. Aku adalah orang yang cenderung tidak sabar dengan orang-orang yang terlalu bersemangat tentang hal-hal yang berkaitan dengan karunia rohani, tetapi suatu hari salah seorang temanku berkata, “Kamu tidak akan pernah memahami mereka kalau kamu selalu lebih dulu menghakimi mereka!”

Kata-katanya menempelakku: dia mengingatkanku mengenai sikapku yang menghakimi orang-orang yang tidak memiliki ide yang sama dengan aku. Aku bersyukur atas teman-teman dan rekan-rekan kerja yang selalu ada untuk menolongku melihat suatu hal dari sisi yang berbeda.

4. Orang-orang yang menghakimi kita berdasarkan pelayanan kita

Apakah aku melayani terlalu banyak atau terlalu sedikit? Apakah aku orang yang suka mendominasi atau orang yang terlalu gampang dipengaruhi? Hal-hal demikian melintas dalam pikiranku setiap kali aku berusaha melakukan sesuatu. Aku tahu bahwa menjaga fokusku pada Kristus itu lebih penting, tetapi aku tidak bisa berhenti memikirkan hal-hal ini dan melihat kekuranganku.

Dulu aku biasa menilai keefektifan pelayananku dari jumlah orang yang datang dalam persekutuan, acara, atau apapun yang aku rencanakan, dan merasa kecewa setiap kali jumlah tersebut tidak mencapai target atau ketika orang-orang datang terlambat. Namun, aku belajar untuk mengingatkan diriku bahwa penilaian orang lain terhadap acara yang kubuat bukanlah merupakan penilaian terhadap karakter atau kepribadianku, dan bahwa tanggapan yang buruk terhadap acara yang kubuat bukanlah karena kurangnya iman atau keefektifanku. Setelah Allah mengubah diriku, aku dapat bersukacita melayani sekalipun ketika jumlah orang-orang yang hadir tidak banyak. Melayani menjadi jauh lebih mudah dan menyenangkan ketika aku berhenti mengkhawatirkan apa yang orang-orang pikirkan tentang aku.

 

Merasa kecewa dalam pelayanan merupakan hal yang normal; tidak ada seorang pun yang kebal terhadapnya. Namun, melalui kekecewaan-kekecewaan inilah Allah mendorong kita untuk lebih bergantung pada-Nya. Allah tidak butuh kita membantu Dia melakukan pekerjaan-Nya, tetapi Ia disukakan ketika kita bergantung kepada-Nya ketika kita melayani orang lain. Allah lebih tertarik pada siapa kita, daripada apa yang dapat kita lakukan untuk-Nya.

Sumber :

4 Pergumulan yang Kita Hadapi dalam Pelayanan