Pentingnya Hubungan Pribadi Yang Intim Dengan Tuhan Dalam Pelayanan
Christopher Sean Gavriel / 2101725645
Pelayanan kepada Tuhan di dalam kekristenan merupakan hal yang sudah menjadi tanggung jawab kita bersama dan merupakan respon kita akan kasih Allah yang sudah terlebih dahulu kita terima. Namun, seringkali dapat ditemui banyak orang terjatuh didalam pelayanan itu sendiri, dimana banyak orang yang melupakan visi dan kerinduan Allah dalam pelayanan mereka.
Hal ini yang menyebabkan banyak dari pelayan masuk ke dalam kejenuhan dan kehilangan esensi dalam pelayanan yang mengakibatkan mereka untuk berhenti dari pelayanan yang dijalaninya tersebut.
Apa yang salah ketika kita mengalami hal demikian? Apakah kita kurang sungguh-sungguh atau kurang gigih? Apakah cara kita melayani salah sehingga Tuhan tidak beserta? Apakah sebaiknya berhenti saja?
Sebagai pelayan dan anak-anak Tuhan, marilah kita bersama-sama kembali kepada Alkitab dan melihat akan apa yang Allah ingin sampaikan kepada umat-Nya :
Lukas 10:38-42
Marta menerima dan melayani Yesus dirumahnya.
Pada ayat 40, Marta meminta Yesus untuk menyuruh saudaranya, Maria, untuk membantunya melayani. Namun pada ayat 41 dan 42, Yesus berkata kepada Marta bahwa ia terlalu menyusahkan dirinya sendiri, dan bahwa saudaranya telah memilih bagian yang terbaik.
Dalam konteks dari ayat tersebut, apakah yang menjadi kesalahan Marta dalam pelayanannya? Apakah melayani sebuah kesalahan?
Pada ayat 39, disebutkan bahwa Maria duduk didekat kaki Tuhan dan “terus mendengarkan perkataan-Nya”.
Sedang pada ayat 40 juga, disebut bahwa “Marta sibuk sekali melayani”.
Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Marta sangat sibuk sekali melayani Tuhan, sampai-sampai ia lupa untuk memfokuskan hatinya pada Tuhan dan berelasi dekat dengan Tuhan seperti apa yang dilakukan saudaranya, Maria.
Tentu melayani bukanlah sebuah kesalahan, melainkan suatu hal yang penting dan harus dilaksanakan. Namun akan ada saat dimana kita harus bisa sadar dan berhenti melayani untuk memberikan waktu luang dalam berelasi secara intim dengan Tuhan. Hal ini pun juga disadari dan dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam pelayanannya di dunia.
Lukas 9:1-6, 10
Yesus mengutus kedua belas murid-Nya untuk melayani.
Pada ayat 1 – 6 dapat dilihat dengan jelas bahwa Yesus mengutus murid-muridNya untuk melayani. Ayat tersebut telah menekankan bahwa melayani adalah suatu perintah yang patut dilakukan murid-muridNya termasuk juga kita para pelayan Allah.
Namun pada ayatnya yang ke-10, setelah para murid melakukan pelayanan, berbunyi “Lalu Yesus membawa mereka dan menyingkir ke sebuah kota yang bernama Betsaida, sehingga mereka saja bersama Dia”.
Dalam ayat tersebut terdapat kalimat “sehingga mereka saja bersama Dia”.
Dari kalimat tersebut, dapat kita sadari bahwa membawa para murid-murid ke kota Betsaida yang adalah kota yang sunyi adalah faktor kesengajaan oleh Yesus agar murid-muridnya dapat berelasi secara lebih dekat dengan diri-Nya setelah mereka melayani.
Lukas 5:12-16
Yesus mengundurkan diri dari orang-orang.
Pada ayatnya yang ke 12 – 14, Yesus melayani dengan menyembuhkan seseorang yang memiliki sakit kusta.
Pada ayat 15, dapat diketahui bahwa kabar tentang Yesus menyebar dan orang berbondong-bondong pun datang pada-Nya untuk disembuhkan dan mendengar perkataan-perkataan oleh-Nya. Akan tetapi pada ayat 16, tidak dikatakan bahwa Yesus melayani mereka, melainkan mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa.
Mengapa Yesus melakukan demikian?
Dari yang kita ketahui, Yesus dikenal tidak kebal terhadap tekanan dari orang-orang yang ingin tahu dan sedang terluka. Ia selalu perduli dan berbelas kasihan akan orang lain dan selalu melayani orang-orang yang sedang menderita.
Dari hal-hal diatas kita dapat mengetahui bahwa Yesus sangat mementingkan pelayanan, namun Ia tetap menjaga keseimbangan antara pelayanan dan persekutuan pribadi-Nya dengan meluangkan waktu untuk beristirahat dan berdoa secara khusus kepada Allah Bapa.
Matius 6:6 berbunyi, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”.
Konteks dari ayat diatas membicarakan tentang kemunafikan dan ketulusan hati, namun secara tidak langsung ayat tersebut juga menekankan mengenai pentingnya berdoa secara pribadi dalam kesunyian, dimana waktu yang kita luangkan untuk dapat berelasi secara pribadi dan jauh lebih intim dengan-Nya adalah sesuatu yang diinginkan dan dirindukan oleh Tuhan dari kita.
Sama halnya kita para pelayan Allah sangat memerlukan relasi yang baik dan intim dengan Tuhan dalam pelayanan kita. Karena pelayanan kita dalam hal apapun, tanpa campur tangan dan hubungan pribadi kita yang baik dengan Tuhan akan menjadi pelayanan yang sia-sia, dimana seakan-akan kita ‘melayani Tuhan, namun tanpa Tuhan’.
“Pengalaman adalah guru yang baik.” Pernyataan ini dalam batasan tertentu adalah benar, tetapi kalau kita melanjutkan pernyataan dalam arti yang seluas – luasnya apalagi dalam pelayanan, mungkin ada banyak dari kita yang sangat berpengalaman dalam bidang yang kita layani. Namun tanpa hubungan yang dekat dan baik dengan Tuhan, Tuhan tidak mempermuliakan pelayanan yang kita lakukan dan adakalanya pengalaman dan kebiasaan yang sudah berulang – ulang kita lakukan justru kita “gagal” di dalamnya.
Apa yang ingin dikatakan dalam peristiwa tersebut, Tuhan sepertinya ingin berkata “Berharap dan bergantunglah pada-Ku, karena di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa – apa.”
Mungkin kita akan menjawab “Loh kamikan melayani Tuhan.” dan Tuhan menjawab “Ya … tetapi apakah kamu masih sempat bertanya kepada-Ku, apakah kamu masih menyediakan waktu untuk duduk mendengarkan-Ku, dan masihkah kamu masih belajar dari pada-Ku ?” Pengalaman, strategi yang sudah “teruji”, keberhasilan – keberhasilan yang sudah pernah kita raih, tidak dapat menggantikan peranan Tuhan di dalam apapun dalam hidup kita apalagi dalam pelayanan.
Jerry & Mary White dalam bukunya: Pemahaman Kristiani Tentang Bekerja, membuat daftar prioritas yang seharusnya dalam hidup seorang kristen sebagai berikut :
a. Kehidupan Pribadi dengan Tuhan
b. Keluarga
c. Pekerjaan/Studi
d. Pelayanan
Kalau kita memperhatikan daftar prioritas ini Beliau menempatkan “Kehidupan Pribadi dengan Tuhan” diatas “Keluarga” , “Pekerjaan” dan dari “Pelayanan”, hal tersebut dilakukan karena beliau sering mendapati orang yang banyak berkecimpung dalam pelayanan ternyata hidupnya merasakan kehambaran dan frustasi berat karena mereka telah mengabaikan kehidupan pribadi dengan Tuhan dan hanya terfokus kepada pelayanan yang mereka jalani itu.
Selama masa-masa penulis melayani pun, penulis telah banyak mengalami naik turunnya jalan pelayanan. Pelayanan yang sering terasa hampa/kosong, seakan-akan bukan seperti melayani Tuhan, sehingga yang dirasakan bukanlah sukacita, melainkan hanya kelelahan fisik semata. Penulis merasa bahwa dirinya mampu mengerjakan semua yang dipercayakan kepadanya, bahkan yang dipercayakan kepada orang lain. Hal ini yang mengantarkan penulis kepada kejatuhannya sendiri, dan merupakan hal yang fatal karena merambat kepada rusaknya hubungan pribadi penulis dengan Allah, bahkan sesama rekan-rekan pelayanan. Penulis terlalu berfokus terhadap segala teknis pekerjaan yang harus diselesaikan dan melupakan bahwa Tuhanlah yang berdaulat, mengusahakan dan berinisiatif atas setiap pelayanan yang dipercayakan. Kita harus menyadari bahwa kita pelayan hanyalah pendukung yang membantu setiap pekerjaan Allah dan bahwa diluar dari Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Tuhan menghargai setiap kerja keras kita dalam melakukan pekerjaanNya. Namun, bukan hal tersebutlah yang menjadi utama Tuhan rindukan dari kita, melainkan hati kita dalam melayani dan berserah mengandalkanNya. Bagaimana cara kita memberikan hati kita kepada Tuhan sepenuhnya, ketika kita tidak dapat meluangkan waktu berelasi dengan Allah?
Akan ada saatnya dimana pelayanan yang kita jalani sekarang ini sangat tidak dinikmati dan sangat melelahkan. Mungkin pada saat itu, adalah saat dimana kita kurang memiliki relasi yang baik dengan Tuhan, dimana kita hanya terpaku/terfokus pada pelayanan yang kita jalani dan bukan lebih mendengarkan suara Tuhan kepada kita. Kita dapat ubah sikap itu melalui hal-hal kecil terlebih dahulu seperti berdoa dan bersaat teduh secara rutin (intinya meluangkan waktu untuk dapat bersekutu secara pribadi dengan Tuhan), serta terus mengandalkan dan lebih bergantung lagi kepada Tuhan dalam pelayanan dan kehidupan yang kita jalani sekarang. Dengan begitu, pelayanan yang kita perjuangkan tidak akan menjadi sia-sia, melainkan menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan pada akhirnya.
Melalui artikel ini, berharap kita dapat menyadari dan mengikuti setiap teladan dan apa yang Tuhan inginkan/rindukan dari pelayanan kita dalam hal apapun. Amin.
Tuhan Yesus memberkati! 😀
#ChristLikeness