Serupa dengan Kristus (?)
Christopher Sean Gavriel / 2101725645
Semua orang butuh ‘role model’ atau panutan untuk dicontoh dalam hidupnya. Sebagai orang Kristen, kerap kali mendengar doa atau ucapan supaya kita ‘serupa seperti Kristus’. Disadari atau tidak, kebanyakan kita bahkan tidak memahami makna ucapan itu. Kita hanya sekadar mengutip kalimat itu dari Alkitab dan mengucapkannya di sela-sela doa. Tapi kita sama sekali tidak menghidupi ucapan itu.
Menjadi lebih serupa seperti Kristus adalah keinginan setiap orang-percaya. Menjadi hal yang sangat membesarkan hati bahwa Allah memiliki keinginan yang sama bagi kita. Bahkan, Alkitab mengatakan bahwa Allah menentukan orang-percaya “dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Roma 8:29). Membuat kita menjadi serupa seperti Kristus adalah pekerjaan Allah. Dia akan meneruskannya sampai akhir (Fil 1:6).
Namun, fakta bahwa Allah akan mengubah kita menjadi serupa dengan Kristus bukan berarti kita bisa duduk manis dan menanti diangkat ke surga “dengan begitu mudahnya.” Prosesnya menuntut kesediaan kita untuk bekerjasama dengan Roh Kudus. Menjadi lebih serupa seperti Kristus membutuhkan kuasa ilahi dan tanggung jawab manusia sekaligus.
Ada tiga hal yang berkontribusi agar kita bisa menjadi lebih seperti Kristus: berserah diri kepada Allah, merdeka dari dosa, dan pertumbuhan rohani kita.
1) Menjadi lebih serupa seperti Kristus merupakan hasil dari berserah diri kepada Allah. Roma 12:1-2 mengatakan bahwa ibadah melibatkan pengabdian-diri yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah. Kita merelakan tubuh kita sebagai “korban yang hidup”, sehingga pikiran kita ikut diperbaharui dan diubahkan.
Ketika Yesus berkata, “Ikutlah Aku!”, Lewi segera meninggalkan meja cukainya (Mrk 2:14). Jadi, kita harus menyerahkan semua yang kita miliki dengan penuh kerelaan demi mengikuti Allah. Seperti yang dikatakan oleh Yohanes Pembaptis, “Ia harus makin besar; tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30). Jadi, kita harus semakin berfokus kepada Yesus dan kemuliaan-Nya, sambil memusnahkan “ke-aku-an” kita menurut kehendak-Nya.
2) Menjadi lebih serupa seperti Kristus adalah hasil kemerdekaan dari dosa. Karena Yesus menjalani kehidupan tanpa dosa, maka kita harus semakin menganggap diri kita sudah “mati bagi dosa” (Rom 6:11). Jika kita menjalani kehidupan yang mengejar kekudusan, maka kita akan menjadi semakin seperti Yesus. Saat mempersembahkan diri kita kepada Allah, dosa tidak lagi berkuasa atas kita, sehingga kita akan semakin serupa dengan Kristus (Roma 6:1-14).
Yesus mengajak kita untuk mengikuti-Nya, sehingga kita memiliki keteladanan-Nya dalam hal ketaatan (Yoh 15:10), kasih yang mau berkorban (Yoh 15:12-13), dan kesabarannya dalam menanggung penderitaan (1 Ptr 2:19-23). Kita juga memiliki keteladanan dari para rasul, yang juga meneladani Kristus (1 Kor 11:1).
Ketika berbicara mengenai mengekang dosa dalam hidup kita, kita memiliki bantuan ilahi. Terpujilah Allah untuk Firman-Nya (Mzm 119:11), perantaraan Kristus (Roma 8:34; Ibr 7:25), dan Roh Kudus yang berdiam di dalam kita! (Roma 8:4; Gal 5:16)
3) Menjadi lebih serupa seperti Kristus adalah hasil dari pertumbuhan iman Kristen. Ketika kita pertama kali diselamatkan, kita belum matang dalam hal kebijaksanaan dan pengetahuan. Kita tidak memiliki pengalaman dalam belas kasih dan kasih karunia. Tapi, kemudian kita bertumbuh.
Tanggung jawab kita adalah untuk menjadi lebih kuat dan menjadi lebih serupa seperti Kristus. “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (2 Ptr 3:18). “Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu” (1 Tes 3:12).
Sekarang, Allah bekerja di dalam kita: “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2 Kor 3:18). Bagaimanapun pada suatu hari nanti, proses ini akan selesai: “apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1 Yoh 3:2).
Janji Tuhan kalau kelak kita bisa menjadi serupa seperti Kristus sepenuhnya merupakan motivasi bagi setiap orang-percaya untuk menjadi lebih serupa seperti Kristus pada saat ini. “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci” (1 Yoh 3:3).
Bagi kamu yang belum tahu bagaimana harusnya hidup sebagai orang percaya yang ‘serupa dengan Kristus’, belajar meneladani 7 gaya hidup Yesus ini:
- Yesus tahu tujuan hidup-Nya dan mengajarkan tujuan itu dengan kasih
“Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yohanes 4: 34)
Ya, tujuan hidup Yesus adalah melakukan kehendak Bapa dengan kasih. Tujuan inilah yang membuatnya selalu kuat dalam menanggung derita di kayu salib.
Baiklah kita memiliki tujuan hidup yang sama dengan Kristus dan mencapai tujuan itu, merancang strategi untuk meraihnya.
- Yesus tumbuh dan hidup dalam sebuah keluarga
“Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Lukas 2: 49-52)
Yesus adalah pribadi yang menikmati perjalanan hidupnya, mulai dari lahir sampai kematianNya. Sebagai Allah sekaligus manusia 100%, dia tetap bertumbuh, dibentuk, dan tunduk kepada orangtua dunianya, yaitu Yusuf dan Maria. Dia tetap tinggal dan diasuh di keluarga ini sampai menunggu waktu pelayanan-Nya tiba.
Ya, tidak ada tempat yang lebih baik dari sebuah keluarga. Karena di sana ada penerimaan dari orang tua dan saudara-saudara. Keluarga yang gagal bukan alasan untuk menyalahkan orang lain atau menyalahkan hidup. Kemudian memilih untuk mundur dan tidak mau melakukan apa-apa dalam hidup.
- Yesus menjalani hidupNya dengan kuasa
“Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”–lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu–: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!”” (Matius 9: 6)
Sejak kecil, Yesus sudah menunjukkan soal siapa dirinya kepada para tua-tua dan imam-imam. Dia mahir dalam kitab dan menjawab setiap pertanyaan dengan tepat. Yesus menunjukkan ada kuasa besar di dalam dirinya dan membuat orang-orang di sekitar-Nya takjub.
Itu sebabnya, sebagai orang percaya kita pun harus melakukan hal serupa. Ketika Yesus terangkat ke surga, Dia sudah mewariskan kuasa yang sama seperti yang Dia punya atas kita. Dia bahkan sudah mencurahkan Roh Kudus sebagai penolong atas kita. Dengan itu, harusnya nggak ada alasan buat kita untuk merasa takut dan kuatir dalam hidup. Kuasa Tuhan harus dipraktikkan. Dia mau supaya kita tegak berdiri sebagai pasukan Kristus dan berkuasa melakukan kesembuhan, pelepasan, mengusir roh-roh jahat dan sebagainya.
- Yesus bergaul dengan semua orang, termasuk orang berdosa
“Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia.” (Matius 9: 9)
Kalau iman kita tidak kuat, lalu kita bergaul dengan orang berdosa maka kita akan terbawa arus dan ikut berdosa juga. Sebaliknya, saat kita taat pada kebenaran firman, kita akan tahu batasan dalam bergaul dan menjalani hidup, mana yang baik dan yang tidak. Itu sebabnya sangat dianjurkan supaya kita bertumbuh dalam iman sembari bergaul dengan semua orang. Karena dengan bergaullah kita bisa menyebarkan kebenaran injil kepada orang-orang.
- Yesus bersikap keras terhadap kebiasaan agamawi
Taurat membuat kita mengerti arti dosa, karena larangan membuat kita mengerti pelanggaran. Yesus menggenapi dan menyempurnakan pengajaran Taurat. Dia tidak ingin umat Allah hidup hanya dengan menaati peraturan yang tertulis. Sementara hal yang lebih penting dari itu malah terabaikan. Yesus datang menawarkan kasih karunia, bukan karena takut tidak menjalankan hukum taurat. Jadi, mari meniru cara pikir Yesus ini.
- Yesus mengajar dengan cara-cara yang sederhana
“Lalu Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi. Tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.” (Lukas 12: 1-2)
Di sepanjang pelayanan-Nya, Yesus mengajarkan tentang sesuatu yang begitu real atau nyata. Dia kerap kali memakai perumpamaan-perumpamaan yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dia mengajarkan dengan penjelasan yang sederhana soal benih, pohon, buah, ragi, domba, kasut, jubah, ikan dan sebagainya. Karena dengan itu, setiap orang yang mendengarnya bisa merefleksikan dirinya dan menyadari kesalahannya.
Sebagai orang percaya, kita tak perlu memakai hal-hal yang rumit dan sulit untuk menjelaskan soal Allah atau soal Yesus kepada orang lain. Cukup sampaikan dengan pengalaman sederhana yang mungkin kita alami. Tak perlu mengatur setiap perkataan kita supaya terdengar lebih bijak atau cerdas. Untuk itulah tuntutan Roh Kudus sangat diperlukan.
- Yesus mengkloning diri-Nya kepada murid-murid
Sebagaimana seorang guru mengajarkan apa yang diketahuinya kepada para siswa, begitu pula Yesus. Dia adalah guru dan mentor yang meregenerasikan semua hal yang Dia punya kepada murid-murid-Nya. Dia mengajari dan melatih murid-murid supaya mereka bisa melakukan seperti yang Yesus lakukan.
Dan di jaman ini, kita diminta untuk menjadi serupa dengan Kristus dalam bentuk teladan. Tuhan mau kita adalah Alkitab terbuka yang bisa dibaca oleh semua orang. Sehingga dengan kehadiran kita, mereka bisa mengalami Yesus sendiri.
Yesus menebus kita dari dosa dengan harapan supaya kita jadi anak-anak Allah yang berkarakter seperti Dia. Kita harusnya bertumbuh sesuai dengan pribadi Kristus, baik perkataan maupun gaya hidupNya. Dan tentu saja Yesus punya gaya hidup yang berbeda dari manusia kebanyakan dan gaya hidup itulah yang diwariskannya untuk kita hidupi sebagai pengikut-Nya (1 Yohanes 2: 3-6).
Kita adalah manusia batiniah, bertumbuh setiap hari dengan rajin membaca dan merenungkan firman Tuhan, doa, pelayanan dan sebagainya. Sudah sepantasnya kita mengalami perubahan dan berbuah secara karakter.
Sumber/Daftar Pusaka :