Natal Sebagai Kedok Agama dan Trend

 

Natal ialah suatu momen istimewa bagi umat seluruh dunia. Maknanya diartikan bagi tiap individu sebagai suatu momen untuk berkumpul bersama keluarga, teman, orang yang disayang, menikmati diskon harga, liburan, dan berbagai alasan personal lainnya. Dalam iman Kristiani, Natal adalah sebuah momen merayakan kelahiran Tuhan Yesus dengan tradisi berkumpul di rumah Tuhan untuk beribadah demi merayakan sukacita bersama. Dewasa ini, Natal kerap disalahartikan oleh generasi muda dengan perayaan Natal yang tak mengindahkan arti sesungguhnya. Fenomena Natal dianggap sebagai sebuah trend untuk berfoto di pohon natal, memamerkan orang tersayang, penggarap keuangan dengan dihadirkannya event Santa Claus, Christmas dinner, dan Christmas date. Lebih parahnya, tak jarang umat Kristiani yang hanya beribadah satu kali dalam setahun pada saat momen Natal saja. Natal seolah dijadikan budaya konsumtif untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan ‘kedok’ religi..

Fenomena ini seolah tradisi turun temurun walau adanya pergantian zaman ditambah dengan adanya pengaruh modernism yang memberi pengaruh pada pola pikir dan doktrin remaja akan makna Natal yang menolak relevansi makna pada Alkitab. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya rasa hangat pada Natal, budaya konformitas pada remaja, dan degradasi hubungan vertikal pada Tuhan sehingga menganggap Natal hanya sebuah formalitas dalam iman untuk ‘menyetor’ kehadiran pada gerejanya.

Etimologi Natal sendiri berasal dai bahasa Latin, Dies Natalis yang berarti ‘Hari Lahir’. Bagi umat Nasrani, Natal berarti menyambut kelahiran Sang Juru Selamat yaitu, Kristus Yesus, yang lahir ke dunia demi penebusan dosa. Memang benar, Natal ialah momen sakral dalam Kristen sebagaimana dimuat dalam Galatia 4:4-5, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak”. Sedikit remaja yang mengerti arti Natal dalam perspektif iman yang sesungguhnya. Natal dijadikan ajang hedonis ketimbang agamis sehingga melupakan kelahiran Tuhan Yesus sebagaimana tersinggung dalam Yohanes 1: 9-10, “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.

Natal dirayakan oleh umat Kristen untuk memperingati akan kasih karunia Allah yang luar biasa dalam kehidupan umat manusia. Merayakan natal adalah tindakan rasa syukur atas karya Yesus Kristus yang telah datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaan. Dengan merelakan anaknya disiksa dan disalibkan.

Natal tidak sekedar perayaan duniawi, bukanlah sebuah trend, apalagi pemuas hawa duniawi dan jasmani. Umat Kristiani seharusnya mengingat makna Natal sebagai kabar sukacita akan lahirnya seorang juruselamat sebagai penebus dosa. Ibadah yang sesungguhnya bukanlah hanya pada Natal saja tetapi, tiap hari ialah ibadah sesungguhnya. Prinsip tersebutlah yang seharusnya tertanam pada tiap anak-anak Tuhan yang beriman khususnya pada generasi muda.

References

  •  Armstrong, H. W. (1934). The Plain Truth About Christmas. 21. Microsoft Word – Herbert W    Armstrong.doc (isnet.org)
  • Cristian, M. R. (2019). Makna Teologi Perayaan Natal Yesus Kristus. Pemuda GMIM Sion      Sentrum Sendangan Wilayah Kawangkoan Satu. 2.
  • Hirschman, Elizabeth C., LaBabera, P. A. (1989). The Meaning of Christmas. SV-Inter, 136–147.   
  • The Meaning of Christmas %7C ACR (acrwebsite.org)
  • Rev, M. J. R. (1908, January). The Meaning and Message of Christmas. 1. The Meaning and Message of Christmas. – ProQuest
Theresia Muliadi & Trisia Aristyani Hermi