Batasan-Batasan Dalam Pacaran Kristen
Christopher Sean Gavriel / 2101725645
Banyak dari kita, terutama yang sudah bertemu dan memulai hubungan dengan pasangan kita mempertanyakan beberapa hal, seperti “apakah dalam berpacaran boleh melakukan kontak fisik?” Pada konteks ini adalah berpegangan tangan, merangkul/berpelukan, mencium dan sebagainya. Apakah ketika melakukan kontak fisik, hubungan/pacaran yang kita jalani menjadi tidak kudus dan tidak menyenangkan hati Tuhan?
Sebagai anak-anak Tuhan, kita haruslah kembali kepada firman dan melihat apa yang Allah inginkan dalam hubungan yang kita jalani dengan pasangan kita.
Konsep berpacaran Kristen haruslah memiliki kejelasan tujuan dalam menjalin hubungan berpacaran. Apa tujuan awal kita memutuskan menjalin hubungan dengan pasangan? Jangan menjalani sesuatu yang tidak memiliki tujuan yang jelas. Bila motivasi berpacaran hanyalah untuk bersenang-senang secara kedangingan, atau untuk pelarian dari suatu masalah psikologi, menghilangkan status jomblo/single, dll, maka tidak perlu dijalani kembali. Berpacaran/tunangan harus memiliki prinsip yang benar yang adalah harus bertujuan untuk menuju jenjang pernikahan. Berpacaran untuk mempersiapkan diri pada jalan pernikahan, sehingga ada keseriusan dari kedua belah pihak, mempunyai tujuan untuk menjalani hidup bersama dan bersama-sama memuliakan nama Tuhan melalui hubungan yang dijalani.
Dalam berhubungan, sentuhan merupakan suatu hal yang penting dan merupakan salah satu hal yang juga termasuk dalam kategori “Love Language“. Sentuhan dapat menambah asmara/chemistry dari sebuah pasangan. Namun pada alkitab tertulis “Jangan kamu menggerakan cinta sebelum diinginya” “Not to awaken love until the time is right” (Kidung Agung 2:7)
Ketika kita berpacaran, kita harus mengebelakangkan chemistry. Namun kita harus terlebih dahulu memunculkan komitmen dan tanggung jawab dalam berjalannya hubungan kita. Hal ini akan menimbulkan kebijaksanaan yang lebih dalam berhubungan sehingga kita tidak sembarangan dalam hal sentuh menyentuh/berkontak fisik.
Jadi pada intinya. apakah kita boleh melakukan kontak fisik? Bagaimana dengan hal berpegangan tangan yang mungkin kita dapat lihat sebuah hal yang paling wajar dalam hal berhubungan/berpacaran?
Jika kita melihat konteks dalam sebuah hubungan. Alkitab memang tidak pernah menyebutkan mengenai perihal berpacaran. Namun Alkitab sangatlah tegas membahas hawa nafsu.
Hawa nafsu sering kali berhubungan dengan hal apa yang “menguntungkan saya”.
Roma 13:13 “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.”
Dalam perihal bergandengan tangan, hal ini kembali lagi kepada orang yang menjalaninya tersebut. Bergandengan tangan tidak selalu merujuk kepada hawa nafsu, melainkan juga suatu hal yang bisa diartikan/bertujuan untuk melindungi pasangan kita. Seperti misalnya menyeberang jalan, dll. Walaupun bergandengan tangan juga dapat membangkitkan suatu chemistry kepada hal-hal lainnya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, namun bergandengan merupakan kontak fisik yang dapat dikatakan masih dalam batas aman untuk menjalani hubungan yang kudus dan sesuai dengan Firman Allah.
Bagaimana dengan ciuman?
Ketika melihat nilai-nilai kekristenan yang Yesus telah ajarkan, kita akan mengetahui adanya perbedaan antara “Love and Lust” (Cinta dan Hawa nafsu).
Maka kita dapat menyadari bahwa berciuman selalu berhubungan dengan hawa nafsu. Kita tidak akan menemukan istilah seperti “berciuman untuk menjaga”, maka semua itu kembali lagi dengan hal tersebut berhubungan dengan “aku mau, aku ingin“ yang merujuk pada hawa nafsu untuk menguntungkan pribadi diri sendiri. Mungkin jika melihat dalam konteks budaya, terutama negara-negara di luar sana, hal tersebut merupakan hal yang wajar. Namun ketika melihat konteks nilai terutama dalam kekristenan, berciuman dapat mendatangkan nafsu dan membangkitkan nafsu. Jadi hal ini sebaiknya dihindari oleh anak-anak Tuhan ketika masih berada pada fase berpacaran. Janganlah menaruh diri kita sendiri kepada pencobaan.
—
Bagaimana cara kita mengendalikan diri kita sendiri untuk menjalin hubungan yang kudus?
Sebagai anak Tuhan, kita harus percaya bahwa Roh Kudus telah ditempatkan dalam diri kita untuk memberikan kita kebijaksanaan dalam melakukan sesuatu.
Alkitab berkata “(17)Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia. (18)Dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. (19)Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. (20) Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus.” Efesus 4:17-20
Jadi pada intinya, permasalahan yang dihadapi dalam menghadapi kontak fisik adalah hawa nafsu. Maka ketika bergadengan tangan yang adalah sebuah hal yang kita lihat wajar dalam berpacaran menjadi sebuah jembatan untuk membangkitkan nafsu dalam kita berhubungan, lebih baik kita melepas kebiasaan itu.
Jika melihat Lukas 1:26-27
Tertulis: “Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.”
Dari dua ayat yang kita baca diatas dalam kitab Lukas, kita dapat melihat bahwa Yusuf dan Maria, meskipun mereka telah bertunangan, mereka tidak melakukan hubungan seksual yang seharusnya dilakukan oleh seorang yang sudah menikah. Maria masih seorang perawan, keduanya menjaga kesucian mereka oleh karena keduanya adalah orang-orang yang takut akan Tuhan.
Jika kamu sudah membaca semua article ini, kamu akan tahu bahwa pada awal sudah disebutkan bagaimana berpacaran harus bertujuan pada jenjang pernikahan.
Kehidupan pernikahan adalah anugerah dari Tuhan bagi setiap pasangan yang beriman pada Tuhan. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan serupa dengan gambar Tuhan. Tuhan mempunyai tujuan yang mulia dalam pernikahan. Sabarlah menunggu waktu Tuhan. Sabarlah ketika masih berpacaran karena waktu Tuhan adalah yang terbaik dan Ia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. Kita harus menghargai konsep berhubungan & pernikahan yang Tuhan telah anugerahkan pada kita sehingga kita tidak merujuk pada melakukan hal-hal yang hanya boleh dilakukan pasangan sesaat setelah menikah.
Biarlah kehidupan kita terus berserah kepada kehendak Tuhan, agar kita dapat tetap menjadi terang dan garam dalam dunia yang semakin menjauh dari kehendak Allah.
Semoga article ini dapat menjadi tuntunan bagi kita dalam menjalani hubungan sesuai dengan kehendak Tuhan. Allah tetap membimbing kita dalam kebijaksanaan dalam hubungan yang kita akan atau kita jalankan sekarang.
Tuhan Yesus memberkati 🙂
Sumber / Daftar Pusaka :
https://www.desiringgod.org/articles/how-far-is-too-far
https://youtu.be/qtk_PKDCBpo – Ps. Raditya Oloan