Ketika AI Jadi ‘Teman Curang’: Benarkah Skripsi Mahasiswa Zaman Now Penuh Plagiarisme?
Di era serba digital ini, teknologi semakin lekat dalam kehidupan mahasiswa. Dari membantu riset hingga menyusun presentasi, teknologi menjadi sahabat terbaik Gen-Z. Tapi, apa jadinya kalau teknologi yang kita banggakan justru bikin kontroversi? Yup, kita ngomongin Artificial Intelligence (AI) yang katanya bikin skripsi mahasiswa sekarang “CURANG” dan penuh plagiarisme. Pertanyaannya, benarkah? Atau ini cuma stigma dari generasi sebelumnya?
Siapa sih yang nggak kenal AI? Dari ChatGPT sampai Grammarly, semuanya ada untuk mempermudah hidup kita. Buat mahasiswa, AI bisa jadi penyelamat saat dikejar deadline. Mulai dari mencari referensi, menyusun kerangka tulisan, hingga membuat paragraf panjang hanya dengan satu prompt. Tapi, kemudahan ini juga memunculkan isu serius: apakah karya mahasiswa masih orisinal?
Dilansir dari hukumonline.com hal ini karena Chat GPT akan mencari jawaban dari sumber-sumber internet. termasuk pada sumber penulisan ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal yang ditulis oleh orang lain tanpa menampilkan sumbernya. Apabila mahasiswa hanya menyalin apa yang dituliskan Chat GPT tanpa mencari tahu sumbernya, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai plagiarisme karena mengambil karya orang lain yang disajikan oleh Chat GPT tanpa menyebut sumber dengan tepat.
Oleh karena itu, penggunaan AI dalam penulisan karya ilmiah dapat menjadi plagiarisme, tergantung pada interpretasi dan perspektif individu. Akademisi sedang berdebat tentang penggunaan model bahasa AI dalam penelitian ilmiah. Penggunaan AI telah menjadi perdebatan hangat di beberapa kampus. Ada banyak orang yang khawatir bahwa AI memaksa siswa untuk tidak berpikir secara kritis dan hanya menyalin hasil mesin. Bahkan, beberapa guru mulai mencari alat yang dapat mendeteksi konten yang dibuat oleh AI untuk memverifikasi keasliannya.
Sebagai mahasiswa, kita harus fair. Nggak semua yang pakai AI itu otomatis curang. Banyak yang memanfaatkan AI untuk memperbaiki grammar atau mengolah data lebih efisien. Masalahnya muncul ketika mahasiswa hanya copy-paste tanpa proses berpikir. Dan lebih parahnya lagi, banyak yang nggak sadar kalau hasil dari AI bisa jadi menjurus ke plagiarisme.
Menurut survei informal, sekitar 60% mahasiswa mengaku pernah menggunakan AI dalam tugas mereka. Dari angka ini, sebagian besar bilang mereka nggak paham kalau penggunaan AI secara penuh bisa melanggar aturan akademik. Jadi, apa ini salah mahasiswa, atau kurangnya edukasi soal etika penggunaan AI?
Jika tren ini dibiarkan, ada dua risiko besar yang bisa terjadi. Pertama, mahasiswa jadi kehilangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif karena terlalu bergantung pada AI. Kedua, kredibilitas gelar akademik bisa dipertanyakan. Bayangkan kalau skripsi kamu dianggap nggak valid hanya karena ditemukan elemen AI tanpa pengakuan. Ngeri, kan?
Menurut undiknas.ac.id perlu diwaspadai bahwa penggunaan AI juga memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah ketergantungan terhadap AI oleh guru dan siswa, yang dapat mengurangi kemampuan belajar mereka. Selain itu, AI juga memiliki potensi untuk mengendalikan kebijakan pendidikan nasional dan meningkatkan plagiarisme serta melemahkan potensi peserta didik dan tenaga pengajar.
Iman Zanatul Haeri dari Perhimpunan Pendidikan & Guru (P2G) mendorong pemerintah untuk membuat aturan dan protokol AI dalam pendidikan. Namun, saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki protokol AI untuk pendidikan. Di sisi lain, Google Indonesia merekomendasikan agar pemerintah berinvestasi dalam infrastruktur dan peralatan yang mendukung penggunaan teknologi di sekolah.
Selain itu, dosen dan kampus juga harus beradaptasi dengan fenomena ini. Jangan cuma menyalahkan mahasiswa, tapi juga harus menyediakan edukasi tentang bagaimana menggunakan AI secara etis dan bertanggung jawab.
Jadi, gimana solusinya? Kuncinya ada di edukasi dan transparansi. Mahasiswa perlu diajarkan bahwa AI adalah alat bantu, bukan pengganti. Kalau pakai AI, jangan lupa mencantumkan sumber atau menjelaskan bagaimana alat itu digunakan. Kampus juga harus lebih terbuka dengan regulasi penggunaan AI, bukan cuma melarang tanpa memberikan panduan jelas.
Selain itu, mahasiswa perlu belajar untuk tetap mengasah kemampuan analisis dan kreativitas mereka. Gunakan AI sebagai partner, bukan “teman curang”. Ingat, hasil yang otentik lebih bernilai daripada karya instan yang penuh risiko.
AI memang bikin hidup mahasiswa lebih mudah, tapi juga membawa tantangan baru. Apakah skripsi mahasiswa zaman now penuh plagiarisme? Jawabannya tergantung dari bagaimana kita memanfaatkan teknologi ini. Dengan edukasi yang tepat dan sikap yang bijak, AI bisa jadi alat yang memperkuat, bukan menghancurkan, kredibilitas akademik kita. Jadi, yuk, jadi mahasiswa yang nggak cuma pinter pakai teknologi, tapi juga tahu tanggung jawabnya!
Marketing, 2023, Dampak Positif dan Negatif AI dalam Masa Depan Pendidikan, Denpasar, Undiknas University
Dr. Arinto Nurcahyono, Drs., M.Hum., 15 oktober 2024, Bikin Skripsi Pakai AI, Termasuk Plagiarisme?, Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.