Call of Duty: Infinite Warfare, Sebuah Karya Kreatif di Waktu yang Salah

         Nippon Club – Call of Duty merupakan seri permainan bergenre tembak – menembak atau bisa disebut dengan FPS (First Person Shooter), franchise ini hadir di setiap tahunnya yang dirilis oleh publisher Activision serta dibuat oleh beberapa studio yang berbeda. Pada saat ini, terdapat 3 studio utama yang membuat seri Call of Duty yaitu: 1. Treyarch, 2. Sledgehammer Games, 3. Infinity Ward. Setiap akhir tahun merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh penggemar seri Call Of Duty, dan pada tahun 2015 kemarin, pihak Activision mengumumkan bahwa seri Call Of Duty 2016 akan dipegang oleh studio Infinity Ward. Lewat sebuah livestream, pihak Infinity Ward pun merilis trailer perdana Call of Duty 2016 yang diberi nama “Call of Duty: Infinite Warfare” yang dalam tiga tahun berturut-turut mengambil tema futuristik, mengikuti 2 title pendahulunya, “Call of Duty: Advanced Warfare” dari studio Sledgehammer Games dan “Call of Duty: Black Ops III” dari studio Treyarch. Sebuah hal yang tidak terduga pun terjadi, trailer perdana Call of Duty: Infinite Warfare mendapat banyak komentar negatif dari kalangan gamers seluruh dunia, trailer yang dirilis di Youtube pun mendapat lebih dari 3 juta dislikes setelah ditonton lebih dari 39 juta kali, sebuah angka dislikes yang tidak pernah dicapai oleh seri Call of Duty sebelumnya. Melihat fakta tersebut, apakah Call of Duty: Infinite Warfare keluaran studio Infinity Ward merupakan karya yang gagal ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita ulas secara ringkas ketiga content yang disuguhkan oleh game ini.

  1. Campaign / Story

Campaign atau story merupakan salah satu mode dari ketiga mode yang disuguhkan kepada para pemain ketika memainkan game ini. Campaign dari Call of Duty: Infinite Warfare menceritakan tentang perjuangan seorang kapten Nick Reyes (Brian Bloom) dalam memimpin teman-temannya melawan SDF (Settlement Defense Front), yang pada saat itu melanggar perjanjian damai dan menyerang bumi. Tidak seperti pada seri Call of Duty sebelumnya, latar tempat dari campaign Infinite Warfare tidak hanya bertempat di bumi saja, tetapi lokasi berpindah-pindah ke planet lain di tata surya seperti Mars, Io, bahkan asteroid-asteroid. Masing-masing tempat tersebut dikemas dan disuguhkan dengan scenery yang indah yang membuat saya terpukau ketika melihatnya. Dari segi plot / cerita, Call of Duty:Infinite Warfare wajib diacungi jempol, plot dari game berjalan sembari menceritakan kondisi dan situasi game juga mengenalkan tokoh utama dan tokoh-tokoh lainnya dengan cara yang unik, plot diceritakan dengan sistematis dan dipenuhi oleh momen-momen intens yang membuat saya perlu memperhatikan setiap cutscene ketika memainkannya. Dalam campaign, pemain diberikan menu customization setiap sebelum misi dimulai, menu ini memberikan banyak pilihan kepada pemain yang memiliki playstyle yang berbeda-beda, dari berbagai macam main weapon sampai ke gadget yang bisa digunakan. Juga terdapat beberapa tahap difficulty untuk menyediakan tantangan ke pemain.

  1. Multiplayer

Multiplayer merupakan mode kedua di ketiga mode yang disuguhkan. Dalam multiplayer, para pemain dapat melawan pemain lainnya dalam game mode yang dipilih. Di setiap akhir game, pemain memperoleh poin experience yang dapat digunakan untuk membuka senjata, gadget, class, perks, maupun killstreak. Sama seperti tahun sebelumnya, Infinite Warfare Multiplayer menggunakan konsep “Class System” yang dalam game ini dinamakan Combat Rigs, dimana terdapat 6 kelas yang mempunyai kemampuan dan keunggulan yang berbeda-beda, fitur ini memberikan kemudahan sekaligus menyediakan ruang bagi para pemain untuk berkreasi sendiri terhadap playstyle yang diberikan.

  1. Zombies

Last but not least adalah Zombies. Zombies merupakan mode kooperatif dimana maksimal 4 pemain dapat menolong satu sama lain agar dapat menyelesaikan satu ronde dan melanjutkan ke ronde selanjutnya. Dalam Infinite Warfare, zombies dikemas dalam bentuk film-film dan menceritakan tentang 4 aktor pemeran film yang diperangkap ke dalam film oleh seorang sutradara. Konsep baik dari cerita, tempat dan waktu Infinite Warfare Zombies termasuk unik, karena memperkenalkan para pemain ke dalam era tahun 1900-an lengkap dengan trend-trend yang dikenal pada zaman tersebut seperti Grunge, Kung-fu, Funky, Retro,  dan lain-lain. Dalam mode ini, pemain juga dapat melakukan proses “Easter Egg” yang merupakan rute cerita di dalam game. Disini, para pemain ditantang untuk menyelesaikan puzzle-puzzle di dalam map dan melakukan action tertentu.

            Call of Duty: Infinite Warfare memiliki tiga content utama yaitu Campaign, Multiplayer, dan Zombies. Masing-masing diisi oleh inovasi – inovasi yang tidak pernah ada di seri Call of Duty sebelumnya. Inovasi – inovasi tersebut memberikan kesempatan kepada para pemain untuk membenamkan diri mereka dalam cerita di Campaign, berkreasi dengan cara bermain yang baru di Multiplayer, dan bertahan hidup di Zombies. Dari keunggulan-keunggulan tersebut, game ini tetap tidak terlepas dari kelemahan yang ada, kelemahan seperti fitur supply drop dan fitur konten dari paid DLC tetap menjadi masalah dalam seri Call of Duty secara turun-menurun, tetapi hal tidak menjadi penentu faktor kegagalan. Dari pembahasan singkat tersebut, sudah tentu bahwa Call of Duty: Infinite Warfare bukan merupakan produk yang gagal dalam memukau para pemainnya, hanya saja timing yang kurang tepat dan kekeliruan memahami keinginan konsumer membuat game ini didera oleh respon negatif.

Sumber: IGN, Youtube, dan Call of Duty Wiki

Archiandro Alvrizkimawan