Pahlawan Itu Aku

src;catatanfiqih.com

download rekaman artikel ini disini

Wahai, Pemuda!!!

Apa yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar kata Pahlawan?
Orang hebat dan berjasa.

Apa lagi? Orang kuat dengan kekuatan super.

Atau orang zaman dulu yang melawan penjajah, Lalu mati.

Yang jelas, itulah yang kerap kita bayangkan mengenai Pahlawan. Selalu tentang hal-hal di luar diri kita.

Tetapi kita jarang sekali berfikir, bahwa kitalah pahlawan itu. Bahkan bercita-cita pun tidak.

Seolah kata “pahlawan” itu sama seperti para Nabi dan Rasul: tidak ada lagi yang berhak menyandangnya.

Haruskah kita digigit laba-laba super dahulu. Lalu seketika berkekuatan super layaknya Spiderman, agar bisa jadi pahlawan?

Mestikah kita berasal dari planet lain seperti Superman, untuk mampu disebut pahlawan?

Atau haruskah kita punya teknologi mutakhir, baju besi, senjata canggih, kostum khusus, dan robot, untuk menjadi pahlawan? Sebagaimana Satria Baja Hitam, Iron Man, Power Ranger, Ultraman, Batman, dan man-man yang lain?

Jika begitu, berarti hanya orang-orang tertentu saja yang berhak jadi pahlawan. Mereka harus memenuhi syarat-syarat nan berat. Memiliki kekuatan khusus. Punya kostum. Dan punya nama keren. Berarti kita, yang hanya orang biasa dengan penuh keterbatasan, tidak bisa dan tidak berhak jadi pahlawan.

Padahal menurut KBBI, alias Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pahlawan itu ialah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pejuang yang gagah berani.

Sementara Kepahlawanan, merupakan sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan).

Jika mengacu dengan definisi KBBI tersebut, sebenarnya kita—dan siapa pun—bisa menjadi pahlawan. Sangat bisa!!!

Namun masalahnya, hari ini kita tidak dididik untuk memiliki rasa dan kualitas layaknya pahlawan. Kita hanya dididik untuk menjadi orang sukses dan hebat dengan bergelimpangan materi. Atau punya segudang prestasi dan sederet penghormatan.

Kita tidak dididik untuk punya cita-cita sebagai pahlawan. Rasa pedulinya para pahlawan. Pengorbanan ala pahlawan. Kesungguhan khas pahlawan. Dan keikhlasan semurni pahlawan.

Jika mengacu pada teori perkembangan, usia pemuda memang tidak diidentikkan dengan segenap kelimpahan potensi. Ia biasanya hanya dilihat sebagai proses remaja hingga dewasa. Masa bermulanya semua perubahan ekstrim dengan segala ketidak-stabilannya. Dan kerap diidentikkan dengan fase kebingungan, menuju fase kematangan.

Narkoba, free sex, dan segudang kepesimisan lainnya mulai bersarang pada tubuh para pemuda. Meskipun tidak sedikit juga yang memikirkan berbagai kelebihannya.

Wahai pemuda, sadarkah kita?

Di usia inilah semua potensi menempel dan menunggu untuk segera dilejitkan.

Di tahap inilah semua tenaga dan pikiran berada pada posisi puncak kekuatannya.

Di masa inilah obsesi menyengat dan  idealisme terpatri.

Meskipun pemuda sering diidentikkan memiliki kepekaan berlebihan. Ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego. Sehingga menyebabkan sulit dimengerti oleh orang dewasa.

Meskipun seringkali mengalami kondisi kebingungan. Karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli. Ramai-ramai atau sendiri. Optimis atau pesimis. Idealis atau materialis. Dan sebagainya.

Namun ,jika kita benar-benar berusaha menjadi pemuda Muslim seutuhnya, kita bisa dengan cepat mengganti itu semua dengan keseimbangan.

Di bawah bimbingan Al-Quran dan Sunnah, kita mampu mewarnai status pemuda dengan goresan penuh kegemilangan.

Lupakah kita dengan Ali bin Abi Thalib, pemuda yang disebut Rasulullah sebagai Gerbangnya Ilmu. Tercecerkah kisah Usamah bin Zaid yang menjadi pemimpin pasukan untuk memerangi pasukan Rum saat belum genap 20 tahun. Alfakah kita dengan Imam Syafi’I, yang menjadi mufti di usia 15 tahun.

Mereka semua adalah pemuda, yang melewati rentang usia yang sama dengan kita.

Pemuda.

Bukankah kita sendiri yang membatasi kemampuan kita?!

Bukankah kita sendiri yang menyepelekan potensi besar kita?!

Bukankah kita sendiri yang melambatkan waktu kegemilangan diri?!

Sadarlah wahai pemuda! Konsekuensi keislaman kita adalah Kepahlawanan! [MFA]

src;dakwahsekolahku.com