Masa Depan yang Tak Pasti, Rencana Allah yang Pasti
Gambar 1. Meme anak laki-laki termenung
Manusia hidup di antara harapan dan kecemasan. Hari esok sering kali terasa kabur: pekerjaan yang belum tentu, masa depan yang tak jelas arahnya, dan rencana hidup yang bisa runtuh kapan saja. Dalam kegelisahan itu, manusia kerap berusaha mengendalikan segalanya, seolah kepastian ada di tangannya. Padahal, ketidakpastian adalah bagian dari fitrah hidup, dan justru di sanalah iman diuji—apakah hati tetap bersandar pada Allah atau tenggelam dalam ketakutan.
Islam mengajarkan bahwa manusia boleh merencanakan, tetapi Allah-lah sebaik-baik Perencana. Apa yang kita anggap terlambat, bisa jadi sedang disiapkan dengan cara terbaik. Apa yang kita kira kegagalan, mungkin adalah penyelamatan. Allah berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu” (QS. Al-Baqarah: 216). Ayat ini mengingatkan bahwa keterbatasan pandangan manusia tak pernah sebanding dengan luasnya ilmu Allah.
Ketika masa depan terasa menekan, iman mengajak kita untuk kembali pada tawakal, bukan pasrah tanpa usaha, melainkan menyerahkan hasil setelah ikhtiar maksimal. Tawakal menenangkan hati karena kita sadar bahwa rezeki, jodoh, dan umur bukan sekadar hasil kerja keras, tetapi bagian dari ketetapan Allah yang penuh hikmah. Hati yang bertawakal tidak bebas dari ujian, tetapi ia tidak hancur oleh ketidakpastian.
Sering kali Allah menunda jawaban doa bukan untuk menyakiti, melainkan untuk menguatkan. Dalam penantian, Allah sedang membentuk kesabaran, kedewasaan, dan keikhlasan. Masa depan yang kita takuti sebenarnya sedang diarahkan menuju jalan yang paling kita butuhkan, bukan sekadar yang kita inginkan. Dan di saat semuanya terasa gelap, iman mengajarkan bahwa Allah tidak pernah lalai, bahkan sedetik pun.
Akhirnya, keyakinan kepada rencana Allah adalah sumber ketenangan sejati. Masa depan memang tidak pasti bagi manusia, tetapi tidak pernah samar bagi Allah. Selama kita berjalan dalam ketaatan dan terus memperbaiki niat, tak ada langkah yang sia-sia. Sebab di balik setiap takdir, ada kasih sayang Allah yang sedang bekerja—meski belum selalu bisa kita pahami hari ini.