Budaya Islam di Nusantara: Tradisi Grebek Maulid di Keraton Yogyakarta
Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Karya: Nisfu Damareodito Isnawan, Kemanggisan
Indonesia merupakan sebuah negara dengan kebudayaannya yang sangat banyak. Setiap daerah di Indonesia memiliki budayanya masing – masing. Oleh karena itu, Indonesia mengenal yang Namanya Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda – beda tetapi tetap satu). Hal ini untuk menyatukan berbagai suku – suku adat yang ada di Indonesia.
Setiap budaya memiliki yang Namanya tradisi. Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, “diteruskan”) adalah sebuah bentuk perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Hal ini juga menunjukkan bahwa orang tersebut menyukai perbuatan itu. Kebiasaan yang diulang-ulang ini dilakukan secara terus menerus karena dinilai bermanfaat bagi sekelompok orang, sehingga sekelompok orang tersebut melestarikannya.
Dengan datangnya islam ke Nusantara, munculah ide bagi para agama islam untuk menyebarkan ajarannya kepada penduduk Nusantara. Dengan keragaman suku di Nusantara, menyebabkan para tokoh islam menyebarkan agamanya dengan cara yang berbeda – beda. Salah satu cara yang dilakukan oleh para tokoh islam yaitu dengan cara menggabungkan budaya setempat dengan adanya unsur islami di dalam budaya tersebut (atau disebut akulturasi). Diantaranya adalah pertunjukan wayang kulit oleh Wali songo dan tradisi grebeg maulid yang diadakan oleh keraton Yogyakarta & keraton Surakarta.
Apa itu grebeg maulid? Grebeg adalah perayaan rutin yang diadakan masyarakat Jawa untuk memperingati suatu peristiwa penting. Perayaan utamanya diadakan oleh Keraton Surakarta Hadiningrat dan Keraton Yogyakarta Hadiningrat untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad. Grebeg menjadi acara terakhir dalam perayaan tahunan Sekaten. Grebeg juga dilakukan oleh pemerintahan lokal dan masyarakat pedesaan.
Tujuan perayaan Grebeg adalah sebagai ucapan syukur terhadap kemakmuran yang diberikan kepada masyarakat. Ini dilambangkan dengan mempersembahkan gunungan secara berpasangan. Gunungan ini tersusun dari hasil bumi yang dirangkai pada kerangka berbentuk menggunung dan kemudian dibawa berkeliling. Setelahnya, masyarakat akan berebut isi dari Gunungan. Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta melakukan Grebeg secara turun-temurun.
Sebenarnya hukum tentang tradisi sudah ada di dalam Al – Qur’an dan hadits. Salah satu ayat Al – Qur’an yang menyebutkannya adalah sebagai berikut :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Artinya : “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf : 199)
Arti kata ‘Urf’ di dalam hadits yang artinya :
العُرف هو ما تعارفه الناس وساروا عليه، من قول، أو فعل، أو ترك
Artinya : “Urf adalah apa-apa yang dikenal orang banyak dan kemudian dibiasakan baik dari perkataan, perbuatan, hingga kebiasaan meninggalkan dan mengerjakan sesuatu.” (Al-Sam’ani, Qawathi’ al-Adillah, juz 1 hlm 29).
Kemudian dengan Atsar dari Abdullah bin Mas’ud :
“ما رآه المسلمون حسنًا فهو عند اللَّه حسن”
Artinya : “segala hal yang dianggap oleh kaum Muslim sebagai sesuatu yang baik maka menurut Allah hal itu adalah baik pula” (HR. Ahmad)”
Kesimpulannya adalah dengan adanya tradisi dalam suatu masyarakat, akan menimbulkan rasa yang bernama kebersamaan. Maka oleh karena itu, tradisi boleh saja dilakukan untuk menjauhkan para masyarakat dari fitnah dan perpecahan di kalangan umatnya.