Musik Itu Haram Menurut 4 Imam Madzhab
Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa. [Lihat Talbis Iblis, 282]
Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, “Barangsiapa membeli budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.” [Lihat Talbis Iblis, 284]
Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.” [Lihat Talbis Iblis, 283]
Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, “Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.” [Lihat Talbis Iblis, 280]
Penjelasan :
Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: “Nyanyian (musik, hukumnya) haram dan termasuk bagian dari dosa-dosa.” Bahkan pengikut-pengikut beliau menjelaskan dengan terang-terangan akan keharaman seluruh alat-alat musik. Secara terang-terangan mereka mereka menyatakan bahwa musik adalah sebuah maksiat yang mewajibkan kefasikan, dan tertolaknya kesaksian karenanya. Bahkan yang lebih nyata dari itu adalah mereka berkata: “Sesungguhnya mendengarkan nyanyian (musik) adalah kefasikan, dan menikmatinya adalah kekufuran.”
Adapun Imam Malik rahimahullah, beliau pernah ditanya tentang nyanyian (musik) yang dirukhshah (dibolehkan, diberi keringanan) oleh penduduk Madinah, maka beliau berkata: “Yang melakukannya disisi kami hanyalah orang-orang fasiq.” Dan beliau berkata: “Jika ada seseorang membeli seorang budak wanita, dan ternyata dia mendapatinya adalah seorang penyanyi, maka boleh baginya untuk mengembalikan budak wanita itu dengan menyebutkan aibnya (karena keahlian nyanyi merupakan aib).”
Adapun Imam Syafi’i rahimahullah, maka para sahabat-sahabatnya yang mengenal madzhabnya secara terang-terangnya menegaskan akan keharaman alat-alat musik tersebut. Bahkan telah mutawatir darinya bahwa dia berkata: “Aku tinggalkan Baghdad (yang padanya terdapat) sebuah perkara yang dibuat-buat oleh orang-orang zindiq, mereka menamakannya dengan at-Taghbir, dengannya mereka memalingkan manusia dari al-qur`an.” At-Taghbir adalah sya’ir-sya’ir yang mengajak untuk zuhud di dunia, dimana salah seorang vokalis melantunkannya sesuai dengan nada-nada pukulan gendang dan semisalnya.
Maka subhanallah, Imam Syafi’i secara terang-terangan menegaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut adalah zindiq, maka bagaimana pula seandainya dia mendengar nyanyian-nyanyian musik di zaman sekarang yang para pembantu-pembantu syetan telah berupaya untuk memperdengarkannya kepada manusia baik ridha atau tidak ridha? Bagaimana seandainya Imam Syafi’i rahimahullah mendengar perbuatan sebagian orang yang menisbahkkan dirinya kepada madzhabnya pada hari ini yang mengatakan bolehnya mendengarnya nyanyian (musik) dan tidak haram? Dan mereka mengatakan bahwa itu adalah syair yang kebaikannya adalah baik, dan keburukannya adalah buruk? Dimana mereka telah mencampur aduk perkara manusia dalam urusan agama mereka, dan seakan-akan mereka datang dari jagat lain dan tidak mengenal nyanyian (musik) pada hari ini.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Pemilik budak wanita, jika dia mengumpulkan manusia untuk mendengarkan nyanyian budak tersebut, maka dia adalah orang dungu yang tertolak kesaksiannya.” Dan beliau berkata tentangnya dengan perkataan keras: “Itu adalah perbuatan diyatsah (yaitu perbuatan yang menunjukkan tidak adanya cemburu pada diri seorang laki-laki terhadap kemaksiatan yang dilakukan oleh keluarganya, dan sikap seorang dayyuts diancam oleh Nabi dengan “Tidak akan masuk kedalam surga.”)
Adapun Imam Ahmad rahimahullah, maka putra beliau yaitu Abdullah bin Ahmad berkata: “Aku pernah bertanya kepada bapakkau tentang nyanyian (musik), maka dia menjawab: “Nyanyian (musik) itu akan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, dan itu tidaklah membuatkan takjub.” Kemudian dia menyebutkan ucapan Imam Malik rahimahullah: “Yang melakukannya di sisi kami hanyalah orang-orang fasiq.”
Maka merekalah Imam empat madzhab, mereka semua telah bersepakat akan keharaman nyanyian (musik), dan menegaskan dengan terang-terangan tentangnya. Bahkan telah dinukil dari para ulama kaum muslimin akan adanya ijma’ atas masalah tersebut. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa ta’ala merahmati Ibnul Qayyim saat beliau berkata tentang musik:
“Maka mendengarnya adalah haram menurut Imam-Imam Madzhab, dan ulama muslim yang lain, dan tidak pantas bagi orang yang telah mencium aroma ilmu untuk bersikap tawaqquf (diam bimbang) dalam mengharamkan hal tersebut. Minimal, musik itu adalah syi’arnya orang-orang fasiq dan para peminum khamr.”
Maka inilah perkataan para imam, yang berbicara dengan hak, seraya memberikan nasihat kepada para hamba-hamba Allah. Seandainya seorang pemerhati memperhatikan nyanyian dan musik yang mengetuk pendengaran-pendengaran mereka, maka pastilah mereka akan memberikan komentar dengan komentar para imam tersebut.
Seorang laki-laki berkata kepada Ibnu ‘Abbas radiallahuanhuma: “Apa yang anda katakan tentang nyanyian (musik)? Apakah halal atau haram?” Maka dia menjawab:
“Bagaimana pendapatmu tentang kebenaran dan kebatilah jika keduanya datang pada hari kiamat, maka dimanakah kiranya nyanyian (musik) tersebut?” Maka laki-laki itu menjawab: “Akan berada bersama kebatilan.” Berkatalah Ibnu ‘Abbas radiallahuanhuma: “Pergilah, engkau telah memberikan fatwa kepada dirimu sendiri.”
Inilah dia Ibnu ‘Abbas radiallahuanhuma telah menetapkan hujjah atas lelaki tersebut, dan lelaki tersebut telah memutuskan perkara atas dirinya dengan dirinya sendiri. Itu adalah sebuah perkara yang bisa diketahui dengan fitrah sekalipun kitabullah dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa salam telah berbicara tentangnya dan sebagian kecilnya sudah mencukupi bagi orang-orang yang adil dalam mencari kebenaran.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” [QS. Luqman: 7]
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. An-Nisa’: 115]
Sumber :
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/saatnya-meninggalkan-musik.html
http://jauhilahmusik.wordpress.com/2011/05/27/musik-itu-haram-menurut-imam-4-madzhab/
http://eshaa09.student.ipb.ac.id/2013/03/25/musik-itu-haram-menurut-4-imam-madzhab/