Berkumur Ketika Puasa?
Banyak yang bertanya tentang hukum berkumurketika sedang menjalankan ibadah puasa. Berikut beberapa permasalahan yang berkaitan dengan hukum berkumur dalam kehidupan sehari-hari :
1. Berkumur dan menghirup air hidung ketika akan berwudhu hukumnya sunnah, baik bagi yang tidak berpuasa maupun bagi yang berpuasa.
2. Berlebih-lebihan (mubalaghah) dalam berkumur dan menghirup air hidung ketika akan berwudhu hukumnya sunnah bagi yang tidak sedang berpuasa.
3. Berlebih-lebihan (mubalaghah) dalam berkumur dan menghirup air hidung ketika akan berwudhu hukumnya makruh bagi yang sedang berpuasa, karena khawatir membatalkan puasanya.
4. Berlebih-lebihan (mubalaghah) dalam berkumur dan menghirup air hidung ketika akan berwudhu hukumnya haram bagi yang sedang berpuasa fardhu yang kemungkinan kuat membatalkan puasanya.
5. Berlebih-lebihan (mubalaghah) dalam berkumur bagi orang yang sedang berpuasa dan dalam mulutnya terdapat najis yang akan dibersihkan hukumnya tidak makruh.
6. Orang yang berkumur ketika sedang berpuasa tidak wajib mengelap mulutnya dari bekas air kumurnya.
7. Menelan bekas air berkumur bagi yang sedang berpuasa meskipun bisa mengeluarkan dari mulutnya tidak membatalkan puasanya.
8. Berkumur bagi orang yang di mulutnya terdapat najis hukumnya wajib, baik bagi yang tidak berpuasa maupun bagi yang berpuasa.
9. Berkumur bagi yang sedang berpuasa dengan tujuan agar mulutnya terasa dingin, nyaman dan bersih tidak dianjurkan dan hukumnya makruh.
10. Berkumur yang disunnahkan batasnya tiga kali. Sedangkan berkumur yang keempat kali bagi yang sedang berpuasa tidak dianjurkan dan makruh.
11. Berlebih-lebihan dalam berkumur maksudnya adalah air kumur sampai pada ujung langit-langit mulut, kedua bagian gigi (bagian luar dan dalam) dan sampai pada gusi. Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Syaikhul-Islam Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib juz 1 hlm 94-95.
2. Al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Ithaf Ahl al-Islam bi-Khushushiyyat al-Shiyam, hlm 124-125.
3. Syaikh Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi, Hasyiyah al-Syarqawi ‘ala Tuhfah al-Thullab juz 1 hlm 56-57