FIQH PUASA #3: HAL YANG MEMBATALKAN PUASA MAKAN DAN MINUM

Secara umum, ada banyak hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Namun, dalam pembahasan kali ini, penulis akan memfokuskan perkara tersebut dalam masalah makan dan minum. Mengenai masalah ini, para ulama sepakat bahwa makan dan minum setelah terbitnya fajar (Subuh) dan sebelum terbenamnya matahari (Maghrib) dapat membatalkan puasa. Allah SWT berfirman, “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Namun, bagaimanakah yang dimaksud dari ‘makan dan minum’? Apa sekedar mengunyah dan menelan makanan dan minuman? Dalam hal ini, para ulama memperluas definisi dan kriteria makan dan minum.

  1. Tidak Harus Makanan

Maksud makanan di sini adalah, segala sesuatu dari luar (air liur yang belum keluar dari mulut, tidak termasuk) yang lazim dimakan, seperti nasi, buah, sayuran, kacang-kacangan dan semacamnya. Tapi ternyata, selain makanan juga dapat membatalkan puasa, seperti batu, pasir, kerikil, bahkan serangga.

  1. Tidak Harus Nutrisi

Makanan pada umumnya merupakan benda pangan yang memiliki nutrisi untuk tubuh. Tapi, benda-benda lain yang tak memiliki nutrisi juga dapat membatalkan puasa, apabila masuk ke dalam tubuh. Contohnya seperti asap rokok yang sengaja dihirup dan obat-obatan, maka hal itu membatalkan puasanya.

  1. Melewati Tenggorokan

Apabila sesuatu masuk ke dalam mulut, tapi tidak sampai melewati tenggorokan, maka puasanya belum batal. Namun, andai kata ada lalat yang terbang ke dalam mulut seseorang kemudian tertelan, maka puasanya batal. Begitu juga bila seseorang yang berenang atau hujan-hujanan, lalu ada tetesan air yang masuk ke dalam mulut kemudian tertelan, walaupun tak diniatkan untuk minum, maka puasanya tetap batal.

  1. Masuk ke dalam Tubuh

Bagaimana dengan infus? Walaupun infus tidak melewati tenggorokan, tapi masuk ke dalam tubuh, hal itu pun membatalkan. Termasuk dalam menyuntikkan cairan ke dalam aliran darah.

  1. Tidak Harus Sengaja

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, apabila segala sesuatu tersebut terjadi di luar niat dan kendali seseorang, tetap saja membatalkan puasanya. Dalam perkara ini, ulama menentukan batal tidaknya seseorang bukan dari niat, melainkan dari apakah ia melakukan hal tersebut atau tidak; sengaja maupun tidak sengaja.

Wallahua’lam.

 

Sumber Penulisan : Seri Fiqh Kehidupan (5) Puasa oleh Ustadz Ahmad Sarwat

Ditulis : Mazza Fakar Alam

Nim : 1901484676