FIQH PUASA #1: REDAKSI NIAT
Sebagai salah satu ibadah fardhu, puasa di bulan Ramadhan merupakan momen yang krusial bagi tiap muslim. Bila tak mengetahui tuntunan fiqh-nya, maka memungkinkan ibadah puasa Ramadhan-nya akan sia-sia dan wajib untuk menggantinya di lain waktu. Agar hal itu tidak terjadi, ada baiknya mempelajari beberapa persoalan mendasar mengenai puasa, terutama di bulan yang mulia ini. Sebelum memasuki persoalan yang lebih sulit, maka ada baiknya memahami bagaimana niat yang baik dan wajib dipenuhi agar niat tersebut sah untuk mengawali ibadah puasa.
Dalam Risalah Fiqh Praktis Puasa karangan Buya Yahya, beliau menyebutkan bahwa setidaknya ada 3 hal yang wajib dihadirkan dalam niat puasa wajib. Pertama, maksud berpuasa. Kedua, meyakini kefardhuan puasa tersebut. Ketiga, menentukan jenis puasanya. Sebab ulama setuju bahwa niat letaknya ada dalam hati (kalbu) maka melafalkan niat bukanlah hal yang wajib, tapi boleh dilakukan demi menghadirkan niat ibadah tersebut dalam hati. Sebagai contoh adalah lafal:
“Saya berniat puasa fardhu Ramadhan.”
‘Saya berniat’ merupakan maksud berpuasa. ‘Fardhu’ merupakan penegasan atas keyakinan kefardhuan dalam puasa tersebut. Lalu ‘Ramadhan’ menandakan jenis puasanya.
Dari contoh di atas maka dapat dipahami, bahwa dalam niat puasa tak wajib dilafalkan dalam bahasa Arab. Boleh dilafalkan dengan bahasa apa pun asal memudahkan niat si penutur dan memenuhi ketiga kriteria seperti yang disebutkan sebelumnya.
Wallahua’lam.
Sumber Penulisan : Risalah Fiqh Praktis Puasa oleh KH. Buya Yahya (Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon)
Ditulis : Mazza Fakar Alam
Nim : 1901484676