Adab dan Ibadah (Bagian 4)
Episode : Adab Terhadap Ilmu
Pernahkah anda berpikir, mengapa begitu sulit memahami suatu mata kuliah atau suatu ilmu? Apakah sebab anda kurang belajar? Maka anda pun terus mempelajari ilmu dan mata kuliah tersebut dalam-dalam. Tapi hasilnya, anda masih tak dapat paham juga. Maka setelahnya, apa yang anda pikirkan?
Apakah anda terlalu bodoh untuk memahaminya? Anda tak mampu? Anda memang tak cocok mempelajari hal itu sebab perbedaan “pakem”? Kemudian anda menyerah begitu saja? Tunggu dulu, jangan demikian. Mari pikirkan baik-baik, dengan kepala dingin dan penuh kerendahan hati.
Sudahkah kita berbakti pada guru-guru kita?
Mungkin anda bertanya, apa hubungannya antara adab terhadap guru dan memahami suatu ilmu maupun mata kuliah? Maka jawabannya, ada pada “ridho” yang guru dan dosen berikan kepada anda. Berkata para ulama hakikat, bahwa 70 persen ilmu itu diperoleh sebab kuatnya hubungan antara murid dengan gurunya.
Maksudnya adlaah, semakin ridho dan ikhlas seorang guru dan dosen dalam mengajarkan ilmunya kepadamu, maka akan semakin mudah pula proses transfer ilmu tersebut pada anda.
Dengan mengetahui hal sederhana namun krusial ini, tentunya akan membuat para murid dan mahasiswa berpikir, bagaimana sikap penuntut ilmu dan alim ulama terdahulu dalam menuntut ilmu?
Imam Nawawi ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah di perjalanannya seraya berdoa, “Ya Allah, tutuplah dariku kekurangan guruku, hingga mataku tak dapat melihat aibnya dan tak seorang pun yang menyampaikan kekurangan guruku padaku.” (Lawaqihul Anwaaril Qudsiyyah)
Selain itu, beliau juga pernah berkata dalam kitab At-Tahdzib-nya:
“عقوق الوالدين تمحوه التوبة وعقوق الاستاذ لا يمحوه شيء البتة”
“Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada ustadzmu (gurumu) tidak ada satupun yang dapat menghapusnya”
Al Habib Abdullah Al Haddad berkata: “Paling bahayanya bagi seorang murid, adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali” (Adaab Sulukil Murid)
Begitu luar biasanya ulama zaman dahulu ketika dihadapan guru-gurunya. Sungguh tak mengherankan keilmuan Islam zaman dahulu begitu cemerlang dan amat maju. Sungguh, itu tak lain dan tak bukan berkat dari doa dan keridhoan ilmu guru-guru ilmuan Islam zaman dahulu.
“Orang tua dari ragamu adalah ayah ibumu. Tapi orang tua jiwamu adalah guru-gurumu.”
Wallahua’lam.
MT Al-Khawarizmi