Senja Palestina
download rekaman artikel ini disini
Senja itu, di tengah kota berdebu
kita bertemu
berpapas pandang ketika kau
menggerakkan kaki-kaki kecilmu,
berlari agak terburu
Kau terhenti; Seraya melempar senyum
tipis, namun manis
bagai embun di pagi hari;
sejuk dan dinanti
Aku mendengar suara
renyah itu kali pertama
Kau berkata: Kakak, di mana rumahmu?
Aku termangu; Diam membisu
Kembali kau bertanya: Kakak, di mana rumahmu?
“Aku tak tahu, sepertinya aku tersesat.” kataku
Dengan sigap kau gapai tanganku;
Hangat, bagai surya di pagi hari
bercampur sejuk manis
senyum itu
“Mau ke mana kita?”
“Ke rumahku,” jawab kau cepat
“ayo lekas, matahari sebentar lagi tenggelam.”
Kita berjalan cepat, sedikit berlari
di antara bangunan-bangunan mungil
dan canda tawa keluarga-keluarga kecil
di dalamnya
Sesekali kita hampir terjatuh
tersandung kerikil-kerikil kecil
tapi tawamu selalu
selalu mendahului kekhawatiranku
Tak lama langkah kita terhenti
di depan sebuah rumah
kumuh; Di tengah kota
asing itu
“Assalamu’alaikum.. Umi, Abi, aku pulang.”
katamu seraya membuka pintu
“Cepat, sebentar lagi berbuka.”
sahut ibumu cepat
Lalu kau mengajakku masuk;
Mengenalkanku kepada Ayah-Ibumu
Mereka tak banyak bertanya;
Hanya senyum hangat yang banyak kuterima;
dipersilakan aku duduk
“Mari berbuka.”
-2-
Malam itu kau melantunkan
ayat-ayat Tuhan bersama ayahmu
di gulitanya malam, kota,
dan rumah yang hanya mengandalkan
pijar petromaks; Merdu
Indah nan renyah
Seusai kau membasahi bibir dengan
manisnya tulisan beraroma surga itu
kau mengajakku ke pembaringan
“Mari tidur, nanti kita bangun sahur.”
Tak lama, sesosok wanita datang
dirapikannya selimutmu
dan dikecupnya keningmu dan berkata: Mimpi indah, anakku
beringsut pergi seraya mematikan lampu
kamar itu; Ibumu
Di atas sebuah katil tua
kita menidurkan letih badan
-3-
“Kakak, kakak, bangun.”
Suara dan guncangan kecil
memecah tarian bunga tidurku
“Mari sahur.”
dan kembali kulihat senyum itu
Rapi kulihat makanan dan minuman
di atas tikar yang disusun Ibumu
“Mari sahur.”
Suara berat tapi merdu itu
menyambut kedatanganku; Ayahmu
Tak seperti biasa,
pagi itu sekitar terdengar riuh
Aku mendengar suara pesawat-pesawat
lalu di atas kota
“Abi, suara apa itu?” katamu
Ayahmu tersenyum seraya menjawab:
Tenang, kau akan bahagia pagi ini, Anakku
Dan: Boom
Sebuah benda berat jatuh
menimpa rumah
Tiba-tiba pandanganku pias;
“Aku terbang!?”
Beberapa saat tubuhku melayang, dan
Buk; Sebuah tembok
menghentikanku
Bumi seakan berputar
lebih cepat dari biasa
Mataku berlarian;
Sibuk mencari sosok kecil itu
Aku berjalan tersaruk-saruk
di antara taram-temaram pagi buta
menuju bangunan yang baru
kali pertama itu aku singgahi
Sesampainya, aku lihat tubuh kecil
terbaring di puing-puing
bekas rumah berdebu itu;
Lemah terbujur
bermandikan darah segar
dan luka bakar
“Itu kau.”
Seketika itu anak sungai
mengalir;
Keluar dari mata airnya
air mata
Kuraih dirimu,
kupegangi erat, dan kutenggelamkan di dadaku
di tengah kota yang tak lagi
hanya berdebu
tapi juga memerah; Api!
Api menjilat-jilat kota
Pekik, jerit, tangis pecah
bersahutan; Mengiris-iris sukma:
Semesta gering
Lalu parau suaramu berkata
“Kakak, mengapa kau menangis? Aku tak mengapa.
Ternyata Tuhan marah, kita terlambat bangun sahur.
Ini senja.”
Dan cairan bening itu menetes
mengantarmu dalam tidur panjang
-4-
Para petugas mengumpulkan tubuhmu bersama
syuhada-syuhada; Diletakkanmu
disebelah Ibumu yang mati terbakar
dan Ayahmu yang tinggal kepala dan sebelah pahanya
juga kanak-kanak lain yang tak lagi bernyawa
Seperti malam itu
kau kembali berselimut;
Kafan
Bendera
Senja itu seisi kota menangis;
Dunia terdiam:
Palestina
src;dakwahsekolahku.com