Kekuatan Ukhuwah Islamiah
oleh Prof. Dr. Ahmad Abdul Hadi Syahin
Ukhuwah Islamiah (persaudaraan Islam) adalah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Dan ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.
Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah Saw. membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia kurang dari setengah abad.
Pada abad ke-15 Hijriah ini, kita berusaha memperbaharui kekuatan ukhuwah ini, karena ukhuwah memiliki pengaruh kuat dan aktif dalam proses mengembalikan kejayaan umat Islam.
Kedudukan Ukhuwah dalam Islam
Ukhuwah Islamiah adalah nikmat Allah, anugerah suci, dan pancaran cahaya rabbani yang Allah persembahkan untuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan pilihan. Allahlah yang menciptakannya. Allah berfirman,
“…Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…” (QS: Ali Imran: 103).
Ukhuwah adalah pemberian Allah. Ia berfirman,
“…Walaupun kamu membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka… (QS: Al-Anfal: 63)”
“…Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu.” (QS: Ali Imran: 103).
Selain nikmat dan pemberian, ukhuwah juga kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Rasulullah Saw. bersabda,
“مثل المؤمنين في توادِّهم وتراحُمِهم، كمثل الجسدِ الواحدِ، إذا اشتكى منه عضوٌ، تداعى له سائرُ الأعضاء بالسهر والحمى”
“Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya turut merasakannya.” (HR. Imam Muslim).
Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan masyarakat manapun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah Islamiah akat tetap kokoh. Rasulullah Saw. bersabda,
“المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا”
“Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR. Imam Bukhari).
Ukhuwan tak bisa dibeli dengan uang atau sekedar kata-kata. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara jiwa dan jiwa, ikatan hati dan hati. Dan ukhuwah merupakan karakteristik istimewa dari seorang mukmin yang saleh. Rasulullah Saw. bersabda,
“المؤمن إلف مألوف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف”
“Seorang mukmin itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis.”
Dan ukhuwah Islamiah ini diikat oleh iman dan taqwa. Iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS: Al-Hujurat: 10).”
Artinya, mukmin itu pasti bersaudara. Dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan. Jika Anda melihat ada yang bersaudara bukan karena iman, maka ketahuilah itu adalah persaudaraan dusta. Tidak memiliki akar dan tidak memiliki buah. Jika Anda melihat iman tanpa persaudaraan, maka itu adalah iman yang tidak sempurna, belum mencapai derajat yang diinginkan, bahkan bisa berakhir dengan permusuhan. Allah berfirman,
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Zukhruf: 67).
Keutamaan Ukhuwah Islamiah
Dari ukhuwah Islamiah lahir banyak keutamaan, pahala, berpengaruh positif pada masyarakat dalam menyatukan hati, menyamakan kata, dan merapatkan barisan. Orang-orang yang terikat dengan ukhuwah Islamiah memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
- Mereka merasakan manisnya iman. Sedangkan selain mereka, tidak merasakannya. Rasulullah Saw. bersabda,
“ثلاثة من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله، وأن يكره أن يعود إلى الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يُقذف في النار”
“Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Imam Bukhari).
- Mereka berada di bawah naungan cinta Allah, dilindungi Arasy Al-Rahman. Di akhirat Allah berfirman,
“أين المُتحابُّون بجلالي، اليومُ أُظِلُّهم في ظلي يوم لا ظلَّ إلا ظِلي”
“Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku.” (HR. Imam Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda,
“إن رجلاً زار أخًا له في قرية أخرى، فأرصد الله تعالى على مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا، فلما أتى عليه، قال: أين تريد؟ قال: أريد أخًا لي في هذه القرية، قال: هل لك من نعمة تَرُبُّها عليه؟ قال: لا، غير أنني أحببته في الله تعالى، قال: فإني رسول الله إليك أخبرك بأن الله قد أحبَّك كما أحببْتَه فيه”
“Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” Orang tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat bertanya, “Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” Ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat pun berkata, “Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Imam Muslim).
- Mereka adalah ahli surga di akhirat kelak. Rasulullah Saw. bersabda,
“من عاد مريضًا، أو زار أخًا له في الله؛ ناداه منادٍ بأنْ طِبْتَ وطاب مَمْشاكَ، وتبوَّأتَ من الجنةِ مَنْزِلاً”
“Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga.” (HR. Imam Al-Tirmizi).
Rasulullah Saw. bersabda,
“إن حول العرشِ مَنابِرَ من نورٍ، عليها قومٌ لِبَاسُهم نورٌ، ووجوهُهم نورٌ، ليسوا بأنبياءَ ولا شهداءَ، يَغبِطُهم النبيُّونَ والشهداءُ”. فقالوا: انعَتْهم لنا يا رسول الله. قال: “هم المتحابُّون في الله، والمتآخون في الله، والمُتزاوِرُون في الله” الحديث أخرجه الحافظ العراقي في تخريجه للإحياء وقال: رجاله ثقات (2/198) عن أبي هريرة رضي الله عنه.
“Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah.” Para sahabat bertanya, “Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat).
- Bersaudara karena Allah adalah amal mulia dan mendekatkan hamba dengan Allah.
وقد سُئل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان، فقال: “أن تحب لله وتبغض لله…”. قيل: وماذا يا رسول الله؟ فقال: “وأن تحب للناس ما تحب لنفسك، وتكره لهم ما تكره لنفسك”
Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, “…Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah…” Kemudian Rasul ditanya lagi, “Selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam Al-Munziri).
- Diampunkan Dosa. Rasulullah Saw. bersabda,
“إذا التقى المسلمان فتصافحا، غابت ذنوبهم من بين أيديهما كما تَسَاقَطُ عن الشجرة
“Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.” (Hadis yang ditkhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha’if).
Syarat dan Hak Ukhuwah
- Hendaknya bersaudara untuk mencari keridhaan Allah, bukan kepentingan atau berbagai tujuan duniawi. Tujuannya ridha Allah, mengokohkan internal umat Islam, berdiri tegar di hadapan konspirasi pemikiran dan militer yang menghujam agama dan akidah umat. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya…” (HR. Imam Bukhari).
- Hendaknya saling tolong-menolong dalam keadaan suka dan duka, senang atau tidak, mudah maupun susah. Rasul bersabda, “Muslim adalah saudara muslim, ia tidak mendhaliminya dan tidak menghinanya… tidak boleh seorang muslim bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, di mana yang satu berpaling dari yang lain, dan yang lain juga berpaling darinya. Maka yang terbaik dari mereka adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Imam Muslim).
- Memenuhi hak umum dalam ukhuwah Islamiah. Rasul bersabda,
“حق المسلم على المسلم ست: إذا لقيه سلَّم عليه، وإذا عطس أن يشمِّته، وإذا مرض أن يعُوده، وإذا مات أن يشيعه، وإذا أقسم عليه أن يبرَّه، وإذا دعاك فأجِبْه”
“Hak muslim atas muslim lainnya ada enam, yaitu jika berjumpa ia memberi salam, jika bersin ia mendoakannya, jika sakit ia menjenguknya, jika meninggal ia mengikuti jenazahnya, jika bersumpah ia melaksanakannya.” (HR. Imam Muslim).
Contoh Penerapan Ukhuwah Islamiah
- Rasul mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara Aus dan Khazraj. Saat itu Rasul menggenggamkan tangan dua orang, seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar. Rasul berkata pada mereka, “Bersaudaralah karena Allah dua-dua.”
Maka Rasulullah mempersaudarakan antara Sa’ad bin Rabi’ dan Abdurrahman bin Auf. Saat itu, Sa’ad langsung menawarkan setengah hartanya kepada Abdurrahman, memberikan salah satu dari dua rumahnya. Bahkan ia siap menceraikan salah satu istrinya supaya bisa dinikahi oleh Abdurrahman.
Pemuliaan keimanan kaum Anshar ini diterima kaum Muhajirin dengan keimanan pula, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, “Biarkanlah harta, rumah, dan istrimu bersamamu. Tunjukkanlah aku pasar.” Maka Abdurrahman meminjam uang dari Sa’ad, sehingga Allah membukakan pintu-pintu rizki baginya, sehingga Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu sahabat Nabi yang sangat kaya.
Allah berfirman, “Bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madiah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah pada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang diperlihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS: Al-Hasyr: 8-9).
- Setelah perang Badar, kaum Muslimin menawan 70 orang musyrikin. Salah seorang dari kaum musyrik itu bernama Aziz, saudara kandungnya sahabat Rasul bernama Mus’ab bin Umair.
Ketika Mus’ab melihat saudara kandungnya, ia berkata pada saudaranya yang muslim, “Kuatkanlah ikatannya. Mintalah uang darinya sesukamu, karena ibunya memiliki banyak uang.” Dengan terkejut Aziz berkata, “Apakah seperti ini wasiatmu atas saudaramu?” Mus’ab berkata, “Kamu bukan saudaraku, akan tetapi dia (sambil menunjuk seorang Muslim).” Ini menunjukkan bahwa ukhuwah atas dasar agama lebih kuat dari hubungan darah.
- Pernah seorang sahabat Rasulullah memberikan segelas air kepada salah satu teman-temannya yang sedang mengembala kambing. Temannya tersebut memberikan air kepada teman kedua. Yang kedua memberikan kepada yang ketiga. Begitulah seterusnya, hingga air tersebut kembali pada yang memberikan air pertama kali, setelah tujuh kali air itu berpindahan tangan.
- Salah seorang sahabat Rasul bernama Masruq memiliki hutang yang banyak. Namun karena saudaranya bernama Khaitsamah juga berhutang, maka Masruq membayar hutang Khaitsamah tanpa sepengetahuannya. Sedangkan Khaitsamah, mengetahui saudaranya masruq memiliki hutang yang banyak, ia pun membayarnya tanpa sepengetahuannya Masruq.
Semoga Allah menjadikan kita saling bersaudara karena-Nya.