Hari Kesunyian
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya yang dirayakan umat Hidu di Bali setiap awal Tahun Baru Saka. Tahun Baru Saka adalah kalender yang dimulai sejak tahun 78 Masehi dan menggunakan lunar/bulan sebagai perhitungan hari nya.
Sebelum masuknya agama Islam, suku bangsa di Nusantara bagian Barat yang terkena pengaruh agama Hindu, menggunakan kalender Saka. Namun kalender Saka yang dipergunakan dimodifikasi oleh beberapa suku bangsa, terutama suku Jawa dan Bali. Di Jawa dan Bali, kalender Saka ditambahkan dengan cara penanggalan lokal.
Tahun Baru Saka diadopsi dari India, sedangkan Nyepi adalah tradisi yang memang berkembang di Bali. Nyepi yang ada di Bali dahulu berkembang secara pesat mulai dari desa ke desa. Ada Nyepi Subak, artinya tidak melakukan kegiatan pertanian apapun di desa Subak. Ada juga Nyepi Segara yang artinya tidak melakukan kegiatan apapun yang berhubungan dengan kelautan di Nusa Kesamba dan Nusa Penida. Yang akhirnya saat ini dilakukan seluruh umat di Bali dan telah menjadi hari libur nasional.
Denpasar Dead City (Nyepi 2011).
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=naykwrCNaZ4
Mengapa Hari Kesunyian?
Hari Raya Nyepi pada tahun ini jatuh pada tanggal 17 Maret 2018. Nyepi ini sesuai namanya dirayakan umat Hindu di Bali dengan tidak bepergian keluar rumah, tidak menyalakan api atau lampu (yang berarti tidak memasak), tidak bekerja atau melakukan kegiatan, dan tidak bersenang-senang. Keempat hal ini disebut Catur Brata Penyepian (empat larangan penyepian).
Pada hari ini, Umat Hindu diharapkan untuk merefleksikan diri dan merenungkan tindakan mereka selama setahun terakhir ini. Banyak orang di Bali yang menganggap hari ini sebagai kesempatan untuk berisirahat dan merenungkan bagaimana cara untuk menjadi lebih baik lagi.
Untuk memastikan bahwa semua aspek ritual Nyepi diikuti, polisi berpatroli di pulau Bali. Semua orang di Pulau Bali harus mematuhi ritual Nyepi. Oleh karena itu, Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yang diberi nama atas salah satu pahlawan Bali, ditutup khusus hari Nyepi. Semua pengunjung atau turis dari luar pulau diharuskan tinggal di dalam rumah atau hotel dan tidak meninggalkan pulau.
Mengapa mereka yang non Hindu di Pulau Bali juga ikut merayakan hari ini?
Dikarenakan hari raya ini harus dilewati dengan tenang dan butuh suasana yang sepi untuk refleksi diri, umat non Hindu di Bali juga diharapkan untuk toleransi dan ikut serta dalam pelaksanaan nya dengan tidak keluar rumah. Sehingga, umat Hindu yang sedang menyepi tidak merasa terganggu.
Umat non Hindu di Bali tidak berkeliaran ke luar rumah agar tidak mengganggu mereka yang sedan menyepi namun tidak melakukan Catur Brata Penyepian. Biasanya mereka tetap memasak di rumah dan menyalakan lampu, namun menutup kaca mereka dengan Koran atau kain agar tidak terlihat dari luar. Terkadang juga menonton TV dan membuka internet namun dengan volume yang kecil agar tidak terdengar tetangga.
Hari raya ini mengajarkan kita untuk saling toleransi. Umat non Hindu di Bali membantu umat Hindu merayakan kegitan beragamanya. Sehingga menciptakan lingkungan yang damai dan non konflik untuk ditinggalkan.
Hal ini bisa kita contoh dengan menghargai umat lain seperti tidak berdebat atau komentar soal agama di sesi komen di Instagram atau LINE, berteman dengan semua agama, tidak makan di depan mereka yang sedang puasa (atau setidaknya minta izin dulu), dan masih banyak lagi. Dengan menjalani kegiatan beragama kita masing-masing dan tidak mengganggu umat lain, kita dapat menciptakan lingkungan yang nyaman untuk ditinggalkan.