SPOT FOTO DI INDONESIA : JAM GADANG

Hi Klifoners🖤💛

Apakah kalian tahu bangunan apa ini? Yap, Benar sekali Jam Gadang. Tidak sah rasanya jika kita berkunjung ke kota bukittinggi tanpa melihat dan mengabadikan bangunan yang merupakan simbol kota bukittinggi ini. Bangunan peninggalan Hindia-Belanda ini sudah identik dengan kota yang pernah menjadi ibukota Provinsi Sumatera Barat ini.

Terbukti, Sudah puluhan tahun monumen ini berdiri tidak membuat monumen ini dilupakan oleh warga bukittinggi. Bahkan, menara jam ini terus menjadi kebanggaan mereka dan terpampang dalam berbagai jenis souvenir khas kota ini.

Jam Gadang didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda atas perintah Ratu Wilhelmina dari Belanda. Menara jam ini merupakan hadiah untuk sekretaris kota Bukittinggi yang menjabat saat itu yakni HR Rookmaaker.

Monumen ini berdiri setinggi 26 meter di tengah Taman Sabai Nan aluih yang dianggap sebagai titik sentral dari kota Bukittinggi. Konstruksi bangunan tersebut menggunakan campuran kapur, putih telur, dan pasir.

Bangunan Jam Gadang ini memiliki 4 tingkat. Tingkat pertama merupakan ruang petugas, tingkat, tingkat kedua merupakan tempat bandul pemberat jam, Tingkat Ketiga merupakan tempat dari mesin jam dan yang terakhir tingkat keempat merupakan puncak menara dimana lonceng jam di tempatkan.

Seperti yang bisa kita lihat sekarang, atap gonjong di bagian atas menara bukanlah bentuk asli konstruksi awal. Desain asli puncak menara lonceng adalah gaya Eropa melingkar dengan patung ayam jantan di atasnya.

Setelah memasuki era penjajahan Jepang, atap Jam Gadang diubah mengikuti gaya arsitektur Jepang. Setelah datangnya era kemerdekaan, atapnya diubah menjadi atap bergonjong yang merupakan simbol struktur bangunan asli Minangkabau.

Mesin jam yang digunakan pada monumen ini adalah barang langka, serta hanya dua unit yang diproduksi di pabrik Vortmann Recklinghausen di Jerman. Unit kedua jenis ini masih digunakan di menara jam legendaris di London, Inggris, Big Ben.

Sistem yang beroperasi di dalamnya menggerakkan jam secara mekanis melalui dua pendulum besar yang diseimbangkan satu sama lain. Sistem ini membuat jam tetap berjalan selama bertahun-tahun tanpa sumber energi apa pun.

Semua angka jam pada monument ini menggunakan system penomoran Romawi, akan tetapi angka empat ditulis dengan cara diluar yang umum, yaitu dengan ditulis menjadi ‘I’ (IIII) dan bukan yang seperti pada umumnya yaitu dengan tulisan ‘IV’. Hal tersebut membuat banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke kota ini.

SALAM KLIK!