Bakar Tongkang (Kapal)

Penulis : Josan

Source : https://id.pinterest.com/pin/504543964504264268/

Bakar Tongkang adalah sebuah tradisi turun-temurun membakar kapal yang dipercayai orang-orang dulu sebagai tanda pengucapan syukur. Bakar Tongkang dahulu dilakukan oleh para leluhur untuk mengenang nenek moyang dan mengucap syukur kepada dewa agar mendapat kehidupan layak untuk melanjutkan hidup. Sejarah ini sangat amat dipercayai khususnya para Tionghoa di Pulau Riau Kota Bagansiapiapi. Berdasarkan sejarah kota Bagansiapiapi, ratusan tahun yang lalu pada 1826, datanglah sekelompok orang berisikan 18 penumpang di dataran dekat selat malaka yaitu sungai Rokan. Tepat pada tanggal 16 bulan 5 berdasarkan kalender Lunar, hari itu dipercaya sebagai tanggal mendaratnya leluhur Tionghoa ke Indonesia di Rokan.

Konon katanya, lebih dari ratusan orang di China melarikan diri tetapi hanya 1 Tongkang dengan 18 penumpang saja yang selamat dan berhasil mendarat di Rokan Provinsi Riau. Selamatnya para penumpang kala itu dipercaya adalah atas penyelamatan dewa Ki Hu Ong Ya yang dibawa oleh mereka. Ketika leluhur menuruni kapal, patung dewa yang dibawa mereka dipindahkan dan ditaruh di sebuah pondok kecil dekat dengan pemberhentiannya yang kini pondok tersebut menjadi kelenteng In Hok Kiong di kota Bagansiapiapi. Tepat di sanalah keturunan Tionghoa kota tersebut merayakan berkah keselamatan, karena masyarakat Bagan percaya pada tanggal itu lah ritual penghormatan dewa langit wajib mereka lakukan sebelum ritual bakar Tongkang pada keesokan harinya. Tradisi ini pada akhirnya menjadi tradisi leluhur yang telah melekat dan wajib dilakukan setiap tahunnya.

Reference :

AJ, W. (2017, April 30). kompasiana.com. Dipetik April 29, 2022, dari Menilik Sejarah Kelenteng Tua di Kota Bagansiapiapi: https://www.kompasiana.com/amp/wisnuandangjaya/menilik-sejarah-kelenteng-tua-di-kota-bagansiapiapi_5905a69a7a93738a54789470

Indonesia, C. (Sutradara). (2018). Membakar Tongkang Mengenang Nenek Moyang. https://youtu.be/F_-4WDD4RZE