Xuanwu: Kura-Kura Hitam dalam Mitologi Tiongkok dan Ajaran Konghucu


( Sumber :
chinese myth )

    Dalam mitologi Tiongkok kuno, terdapat empat makhluk suci penjaga arah mata angin yang dikenal sebagai Empat Simbol Langit (四象, Sì Xiàng). Salah satu di antaranya adalah Xuanwu (玄武), atau Kura-Kura Hitam, yang melambangkan utara, musim dingin, dan elemen air. Ia sering digambarkan sebagai seekor kura-kura besar yang melilitkan ular di tubuhnya—simbol gabungan antara kebijaksanaan dan kekuatan spiritual.

    Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit dalam ajaran Konghucu klasik seperti Lunyu (Analek Konfusius), makna filosofis dari Xuanwu memiliki keselarasan mendalam dengan nilai-nilai Konfusianisme, terutama dalam hal kestabilan moral, ketahanan diri, dan keteraturan kosmis.

( Sumber : xuanwu )

Xuanwu dalam Mitologi Tiongkok

Secara harfiah, “Xuanwu” berarti “Prajurit Gelap”. Dalam kepercayaan rakyat, ia tidak hanya berfungsi sebagai penjaga langit utara, tetapi juga diasosiasikan dengan dewa pelindung yang menguasai kekuatan air, kehidupan abadi, dan keheningan batin. Dalam banyak lukisan kuil Daois, Xuanwu dipuja sebagai pelindung dari kekacauan dan simbol keseimbangan antara kekuatan luar dan dalam.

Simbol ini sering ditemukan dalam arsitektur kuil, jimat perlindungan, dan bahkan dalam pengaturan feng shui tradisional, di mana kura-kura hitam melambangkan dukungan dan stabilitas dari arah belakang (utara).

Relevansi Xuanwu dalam Kehidupan Modern

Meskipun kini Xuanwu lebih dikenal melalui pengaruh Taoisme dan budaya populer, nilai-nilai yang ia simbolkan tetap relevan dalam praktik moral dan sosial modern. Dalam konteks Konfusianisme kontemporer, Xuanwu dapat ditafsirkan sebagai ikon introspeksi, keteguhan hati, dan integritas pribadi—nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi dunia yang cepat dan penuh tantangan

(Sumber : Xuanwu 2)

Kura-Kura dan Simbolisme dalam Ajaran Konghucu

Ajaran Konghucu menekankan harmoni antara manusia, langit, dan bumi. Nilai-nilai seperti 德 (, kebajikan), 义 (, keadilan), dan 仁 (rén, kasih sayang) merupakan fondasi dalam membentuk masyarakat yang teratur dan bermoral. Dalam konteks ini, kura-kura menjadi simbol yang mendalam:

  1. Stabilitas dan Ketahanan Moral
    Kura-kura hidup lama, berjalan lambat, dan memiliki rumah di punggungnya. Ini mencerminkan kehidupan yang tidak tergesa-gesa, penuh perenungan, serta kokoh dalam prinsip—cerminan dari karakter junzi (pribadi berbudi luhur) dalam ajaran Konghucu.

  2. Kebijaksanaan dan Ramalan Langit (Tian)
    Dalam zaman Dinasti Shang dan Zhou, cangkang kura-kura digunakan dalam praktik ramalan. Bagi para pemeluk ajaran Konghucu, ini menandai keterkaitan antara makhluk ini dengan Tian (Langit), yang dalam ajaran Konfusianisme berarti kehendak moral universal. Penggunaan cangkang kura-kura sebagai medium menunjukkan bahwa kura-kura dianggap sebagai makhluk yang mampu menyampaikan petunjuk dari langit.

  3. Simbol Keadaban dan Keseimbangan
    Kehidupan kura-kura yang tenang dan tertutup dari keserakahan dunia mencerminkan etika Konghucu tentang li (ritual/sopan santun) dan zhongyong (jalan tengah). Ia mengajarkan pentingnya keseimbangan antara tindakan dan pertimbangan, antara emosi dan akal.

 

Daftar Pustaka

Berling, Judith A. (1996). The Syncretic Religion of China: Taoism, Confucianism, and Buddhism. Columbia University Press.

Little, Stephen, and Shawn Eichman. (2000). Taoism and the Arts of China. The Art Institute of Chicago and University of California Press.

Wicaksana, A. (2020). Qilin: Toleransi Keberagaman sebagai Ide Penciptaan Karya Keramik Seni. DESKOVI: Art and Design Journal, 3(2), 134–140. Retrieved from https://e-journal.umaha.ac.id/deskovi/article/download/809/666/2298

UIN Sunan Ampel Surabaya. (2011). Purifikasi Agama Khonghucu dalam Perspektif Teologi dan Sosiologi Agama. Retrieved from http://digilib.uinsa.ac.id/2047/5/Bab%202.pdf

Yang, Lihui, et al. (2005). Handbook of Chinese Mythology. Oxford University Press.

Glent Febrian