Tempat Ibadah Umat Khonghucu

Sumber : https://ihategreenjello.com/pesona-keindahan-wisata-kelenteng-kong/

Tempat ibadah Kelenteng (Miao/廟) dalam agama Khonghucu sudah dikenal sejak zaman para raja suci (Shèngwáng/圣王) antara lain: Yao (堯), Shun ( 舜), Xia Yu (夏禹), Shang Tang (商湯), Wen Wang (文王), Wu Wang (武王), Zhou Gong (周公). Pada zaman nabi Kongzi kelenteng sudah ada di Tiongkok sebagai tempat penghormatan kepada raja. Kelenteng pada waktu itu juga menjadi tempat menyimpan benda-benda milik raja yang sudah meninggal. Nabi Kongzi sering mengunjungi kelenteng sebagai tempat belajar membuka wawasan, Dalam kitab Lúnyǔ dikisahkan tatkala Nabi Kongzi masuk ke dalam Miao Besar (untuk memperingati Pangeran Zhou). Nabi Kongzi mengajarkan dalam menghormati roh-roh perlu mengetahui apa yang dihormati dan jangan asal mengikuti saja tanpa mengetahui apa yang dihormati. Lebih lanjut, Nabi menjelaskan bahwa bersembahyang kepada rokh yang tidak seharusnya disembah, itulah menjilat.

Nabi Kongzi mempunyai kesan yang mendalam terhadap kelenteng para raja, Nabi menggagas kelenteng sebagai media belajar bagi masyarakat umum di luar istana. Masyarakat umum juga memerlukan pembinaan rohani dan belajar meskipun dalam waktu pendek. Pemikiran ini mendorong nabi Kongzi membuat penataan kelenteng sebagai tempat masyarakat menjalankan ibadah dan belajar membina kehidupan rahaninya. Nabi Kongzi menata kelenteng memiliki warna dan bentuk luar yang indah dan menarik, serta menata altar para shénmíng dan menaruh altar Tuhan / Tiāngōng di bagian depan. Semua orang yang bersembahyang di kelenteng wajib bersembahyang kepada Tiāngōng sebelum bersembahyang kepada para shénmíng. Kelenteng sengaja dibangun di dekat pasar dan di bukit-bukit supaya masyarakat mudah menemukannya. Orang-orang yang bertempat tinggal dekat pasar atau tempat ramai mudah menemukan kelenteng. Para petani yang bertempat tinggal di pedesaan juga mudah menemukan kelenteng, mereka bisa beribadah dan belajar di kelenteng.

Para penjaga kelenteng seharusnya orang yang berpengetahuan luas dan mendalam sehingga dapat membantu umat Khonghucu yang beribadah di kelenteng beribadah dengan khusuk. Dalam perkembangannya, kelenteng juga dipergunakan oleh pemeluk Dào dan Buddha. Hal ini dikenal dengan istilah San Jiao (Tiga Agama). Ketiga agama tersebut hidup berdampingan dengan rukun dan harmonis. San Jiao bukan berarti nenyatukan tiga agama menjadi satu agama. Pencampuradukan agama dilarang di Indonesia. Hal ini dikenal dengan istilah sinkretisme. Keberadaan kelenteng sudah menyatu dan mempunyai peranan penting di masyarakat. Konon istilah kelenteng berasal dari bahasa Hokkian yakni Kauw Lang Teng; yang artinya Kauw = ajaran/agama; Lang = orang; Teng = tempat/ paviliun. Jadi kelenteng mengandung arti tempat bagi orang yang beragama. Istilah Kauw Lang Teng inilah yang akhirnya menjadi kelenteng. Hal ini sama dengan istilah tofu menjadi tahu. Kelenteng memiliki tiga nilai utama, yaitu nilai agamis, budaya, dan sosial kemasyarakatan.

 

Referensi :

Hutomo, H., Wanditra, L. C. (2021). Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti

untuk SMP Kelas VII. Jakarta Pusat: Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. 53 – 57.

Subroto, L. H. (2022, Februari 1). Sejarah Klenteng di Indonesia. Kompas. Diakses pada 25 Juli 2022, dari https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/01/080000779/sejarah-klenteng-di-indonesia?page=all

Irene Elfrida Sutrisno