Ming De 27 Mei 2022
Denny Fernando alphin
Dragon Boat Festival/Pehcun
Pada tanggal 27 Mei 2022, KBMK Binus University melakukan kegiatan Ming De atau Kelas Kebajikan. Pada Ming De kali ini membahas mengenai “Dragon Boat Festival atau Pehcun”. Dalam pembahasan Ming De kali ini, kita telah membahas mengenai apa itu dragon boat festival, awal mula atau sejarah dragon boat festival, ritual yang harus dilaksanakan, serta pesan moral apa yang dapat diambil dari dragon boat festival. Untuk membahas topik Ming De tersebut, KBMK Binus University mengundang Ko Denny Fernando Alphin dalam menjelaskan materi seputar Dragon Boat Festival atau Pehcun.
Perayaan perahu naga atau dragon boat festival merupakan budaya dalam mendayung perahu setiap 1 tahun sekali. Dalam merayakan dragon boat festival, umat Khonghucu melaksanakan satu kegiatan atau ritual yang memang menjadi keharusan untuk melakukan Sembahyang Yue (Eling & Takwa). Sebelum dilakukannya kegiatan dayung perahu, adanya keharusan untuk melakukan sembahyang atau doa. Sembahyang Yue menjadi sesuatu yang penting untuk umat Khonghucu lakukan. Sembahyang Yue merupakan sembahuang kepada Tian atau Tuhan. Kata sembahyang sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, maka jika dipisahkannya kata sembahyang menjadi dua kata, yakni sembah yang artinya menghormati atau memuja dan hyang yang artinya sesuatu yang dihormati atau dipuja. Jika kata sembah dan hyang disatukan maka memiliki arti menghormati sesuatu yang layak atau pantas dihormati. Ritual tersebut dilaksanakan pada tanggal 5-5-Kongzili. Ketika waktunya tiba, Sembahyang Yue ini dilaksanakan pada pukul 11.00 sampai 13.00, di jam-jam tersebut cuacanya begitu panas dan menyengat tetapi di saat itulah Sembahyang Yue harus dilaksanakan. Saat melaksanakan Sembahyang Yue, yakni menyajikan makanan berupa bakcang. Di antara pukul 11.00 sampai pukul 13.00, adanya tarik menarik antara matahari, bulan, dan bumi sehingga telur di jam tersebut mudah untuk didirikan dan segala tanaman mendapatkan sinar yang betul-betul berguna.
Adanya perayaan tersebut dikarenakan bermula dari sejarah. Bermulanya festival dari satu tokoh suci yang bernama Qu Yuan, ia merupakan seorang pejabat dari Negeri Chu dan ia adalah seorang yang berpegang pada kebenaran. Di zaman itu, terjadinya perang, yakni perang 7 negara. Dari perang tersebut adanya 1 negeri yang di dalamnya berisi orang-orang jahat, yakni Negeri Qin yang menghancurkan dan membinasakan negeri-negeri yang ada. Qu Yuan berhasil mempersatukan 6 negara, tetapi ia mendapat kekecewaan dari Negeri Qin. Qu Yuan dipecat dari jabatannya dan raja Negeri Chu diundang ke Negeri Qin, tetapi tidak disangka raja disiksa di negeri tersebut. Maka adanya raja baru yang mengganti posisi raja sebelumnya, Qu Yuan menjadi menteri, usaha Qu Yuan mengalahkan Negeri Quin sia-sia dan ia diperlakukan buruk oleh raja, serta dipecat dan dibuang ke perairan. Pada tahun 293 SM, terdapat dua negara yang berhasil dihancurkan oleh Negeri Qin dan Qu Yuan dituduh atas hal tersebut. Namun, tidak melunturkan semangatnya, ia mendapat perhatian dari kakak kandung perempuannya dan bisa mengatasi kekecewaannya. Qu Yuan mempunyai seorang teman dekat yang merupakan seorang nelayan. Qu Yuan mendapat kabar bahwa Negeri Chu hancur, ia menjadi terpukul dan memutuskan untuk mendayung perahu sampai ke tengah-tengah Sungai Miluo. Ia kemudian bunuh diri dengan menceburkan dirinya di dalam sungai tersebut, temannya yang seorang nelayan mengetahui Qu Yuan menceburkan diri ke sungai. Nelayan itu mencari Qu Yuan, tetapi tidak berhasil ditemukan dan dapat dikatakan bahwa Qu Yuan tidak selamat. Hari Qu Yuan bunuh diri bertepatan dengan Sembahyang Yue. Maka untuk mengenang jasa atau kebaikan Qu Yuan, nelayan itu membawa tempurung bambu yang berisi beras dan dimasukkan ke sungai, tempurung bambu yang berisi beras tersebut yang kita kenal sebagai bakcang. Dilaksanakannya dayung perahu tersebut untuk mengenang Qu Yuan.
Ko Denny Fernando Alphin menunjukkan video “Festive China: Dragon Boat Festival” dan memberi pesan moral dari sejarah hidup Qu Yuan yang telah dijelaskan Ko Denny, yakni kita harus menjalankan kebenaran. Seluruh peserta yang hadir dalam sesi Ming De hari ini mendapat banyaknya wawasan. Ming De yang diawali dengan doa pun diakhiri dengan doa penutup dan foto bersama sebagai dokumentasi bersama Ko Denny Fernando Alphin. Semoga dengan materi yang telah dibawakan, kita bisa melestarikan budaya kita lebih baik lagi, Shanzai. Sampai jumpa di Ming De selanjutnya!