Keterbatasan Container pada Global Supply Chain akibat COVID-19
(Sumber: https://www.nytimes.com/2021/10/22/business/shortages-supply-chain.html)
Container di Port of Savannah sebagai salah satu pelabuhan terbesar di Georgia, Amerika
Globalisasi dengan cepat terintegrasi dalam kehidupan masyarakat dunia dan memengaruhi banyak aspek kehidupan. Perkembangan globalisasi membuat skala perdagangan dan pertukaran barang maupun jasa semakin besar dan luas. Hal ini juga dibantu dengan adanya perkembangan teknologi dan digitalisasi yang pesat akibat pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung sejak tahun 2020 lalu. Terhitung hingga 2021, terdapat sekitar 170 juta shipping container yang bergerak untuk mengantarkan 90% dari transaksi barang atau jasa guna memenuhi permintaan customer di seluruh dunia.
Pandemi COVID-19 sendiri terjadi secara tiba-tiba dan mengakibatkan banyak perubahan-perubahan pada bidang industri. Saat awal pandemi, banyak pabrik yang terpaksa gulung tikar akibat penurunan penjualan. Hal ini mengakibatkan banyak pabrik yang memutuskan untuk mengurangi jadwal produksi pabrik. Namun, seiring berjalannya waktu, terdapat ketidakseimbangan antara produksi dan permintaan dikarenakan kesalahan forecasting dari perusahaan. Walaupun benar kebanyakan permintaan untuk restoran, spa, dan jasa lainnya menurun, tetapi banyak barang yang penjualannya semakin tinggi seperti alat gym, peralatan dapur, furniture, dan lain-lain. Akibat banyak barang yang mengalami penurunan angka produksi, terjadi kelangkaan barang untuk barang yang permintaannya meningkat secara tiba-tiba. Oleh karena itu, pabrik ingin memproduksi kembali barangnya dengan memesan bahan baku kepada supplier.
Sebuah produk kemungkinan besar memiliki banyak bahan baku, contohnya saja sebuah cat membutuhkan 17 bahan kimia dalam pembuatannya. Dikarenakan banyaknya pabrik yang juga melakukan hal yang sama, terdapat penumpukan pesanan dan barang untuk bahan baku, serta penumpukan barang jadi dimana keduanya membutuhkan container agar dapat dikirimkan. Sementara itu, pada awal pandemi, Negara Cina mendistribusikan banyak keperluan pencegahan pandemi seperti masker, APD, dan lain-lain yang kemudian mengakibatkan penumpukan container yang kosong. Container kosong sudah lama menjadi permasalahan dalam supply chain dimana biaya pengiriman serta penanganan container kosong mencapai 12% dari biaya operasi. Penumpukan container juga semakin rumit dikarenakan pekerja yang harus diliburkan untuk pencegahan COVID-19 sehingga memperlambat proses loading dan unloading barang serta penutupan beberapa pelabuhan sebagai tindakan preventif dari varian COVID-19 baru.
Dampak dari keterbatasan dan kekurangan container dalam global supply chain karena pandemi COVID-19 mengakibatkan banyak domino effects seperti kenaikan harga barang, keterlambatan pengiriman, kerugian untuk banyak pihak, dan lain-lain. Hal ini juga disebabkan permintaan yang tiba-tiba melonjak akibat penggunaan e-commerce yang mudah dilakukan saat pandemi dan adanya beberapa perusahaan yang melakukan monopoli. Kejadian ini juga menunjukkan bahwa proses logistik sekarang ini belum bisa beradaptasi secara cepat dengan keadaan tidak terduga. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari alternatif jika kejadian tidak terduga seperti COVID-19 ini terjadi lagi. Sekarang ini, keterbatasan container dapat diatasi dengan menghimbau masyarakat untuk bijak menggunakan e-commerce serta mempelajari dan memperbaiki forecasting perusahaan di masa pandemi.
Sumber:
Din, M. S., M. R., & M. N. (2021). The Impact of Post-Covid-19 Container Shortage Crisis pada IEOM Society International, 459-468.
Goodman, P. S. (2021, Desember Jumat). The New York Times. Diambil kembali dari https://www.nytimes.com/2021/10/22/business/shortages-supply-chain.html