Sebuah Propoganda Atau Realita ?
Bernadus Yuven Lamarian
2201763953
Sumber Gambar: https://www.instagram.com/watchdoc_insta/
Dewasa ini, permasalahan lingkungan menjadi masalah serius yang sangat memprihatinkan. Keprihatinan itu dapat muncul dan terlihat dari banyaknya kasus yang terjadi pada biota laut yang dirusak karena sampah plastik. Tidak hanya itu, lingkungan juga rusak karena banyak kasus tidak dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak perusahaan yang membuang limbah tanpa reklamasi lingkungan, seperti tambah emas, batubara, dan minyak bumi lainnya. Kurangnya tanggapan dari pihak terkait yang terjadi lingkungan di sekitar tambang ini sejatinya sangat membahayakan manusia sekitar beserta lingkungan hidupnya.
Mendekati hari-hari pesta demokrasi warga Indonesia, kita dikejutkan dengan film dokumenter berjudul “Sexy Killers”. Jika menonton film dokumenter ini dengan seksama dari awal hingga akhir, tentu kita akan menemukan masalah perihal lingkungan yang membuat kita gemas untuk mengomentari banyak sisi dari film ini. Karena film ini dipublis saat hari tenang masa pemilu, bukan tidak mungkin film ini sangat menjurus kepada politik yang sedang panas terjadi anta kedua kubu. Banyak pandangan dan perspektif dalam menanggapi betapa seksinya film ini, dari sisi politik, lingkungan, keterkaitan, ataupun keprihatinan. Dalam artikel kali ini, yang akan dibahas bukan hal seputar politik ataupun pemenang dari pemilu, namun permasalahan lingkungan terjadi di banyak titik nusantara yang sudah dikemas dalam film dokumenter berjudul “Sexy Killers”.
Berangkat dari pengungkapan sisi kelam eksploitasi dan oligarki tambang batu bara di Kalimantan Timur, rumah produksi WatchDoc meluncurkan sebuah film dokumenter berjudul “Sexy Killers” pada Jum’at (5/4/2019) secara serentak dibeberapa kota. Jurnalis videografer, Dandhy Dwi Laksono yang sekaligus bertindak sebagai sutradara menceritakan bahwa film tersebut merupakan hasil dari perjalanannya bersama Ucok Saputra yang juga seorang jurnalis mengelilingi Indonesia. Sexy Killers didasari atas basis riset, verifikasi data dan dokumen serta observasi lapangan. Lewat media visual, Sexy Killers memberikan perspektif lain dalam usaha pemerintah memenuhi kebutuhan listrik di kota besar.Sexy Killers dibuka dengan cukup provokatif, adegan satu pasangan bak sedang berbulan madu. “Kita semua tahu adegan selanjutnya yang tidak kita tahu bagaimana listrik bisa sampai ke ruangan ini,” ujar narator. Sexy Killers langsung beralih dari terangnya listrik kota ke gelapnya warna batu bara. Narator menceritakan sedikit tentang batu bara dan mengapa hal ini relevan dengan adegan sebelumnya.Batu bara merupakan sumber daya penghasil energi yang menghalirkan listrik.Namun antara listrik dan batu bara hanya sebagian kecil cerita dalam film ini. Sejumlah petani yang berada tak jauh dari tambang batu bara.Selama bertahun-tahun mengalami krisis air bersih. Tambang batubara masuh menghancurkan jalur air bersih. Baik untuk kebutuhan sehari-hari, maupun bertani. Warga sekitar telah hidup berdampingan bersama lumpur selama beberapa tahun ini. Kelangkaan air bersih pun menyebabkan banyaknya penyebaran penyakit. Selain itu adanya kematian anak-anak akibat pembangunan tambang cukup dekat dengan kawasan sekolah. Lokasinya yang berada di pinggir pantai, kesibukan PLTU ini akan berdampak ke nelayan. Transportasi kapal tongkang yang membawa batu bara, akan mengakibatkan pencemaran dan terganggunya habitat ikan. Seorang petani kelapa, Ketut Mangku, mengaku hasil panennya menurun drastis. “Sebelumnya bisa 9000 kelapa per hari, sekarang hanya sekitar 2500,” tuturnya. Penurunan tersebut diakibatkan oleh memebangun pabrik batu bara tahap 2. Padahal menurut riset dari Greenpeace, polusi yang disebabkan pabrik batu bara mengandung senyawa berbahaya.Senyawa tersebut berupa merkuri yang bersifat polutan. Partikel bernama PM2,5 ini bertahan di udara dalam jangka panjang. Jika terpapar secara terus-menerus hal tersebut dapat membahayakan 650.000 jiwa populasi yang ada di Bali.
Film ini memang hanya memperlihatkan sisi negatif banyak perusahaan-perusahaan tambang yang menguras habis-habisan untuk mendapatkan benefit besar-besarans. Bukan dengan tujuan menggiring opini untuk menyalahkan pihak-pihak yang terlibat didalamnya, namun kita tentu sangat sadar bahwa film ini menunjukkan kepada kita bahwa mirisnya kerusakan lingkungan yang terjadi akibat ulah manusia sendiri. Sangat tidak relevan bila sesuatu yang sudah dirusak, dikotori, dan dihancurkan dibiarkan begitu saja tanpa ada kejelasan yang pasti. Walaupun dalam film ini tidak dijelaskan secara gamblang sisi positif dari tambang seperti pembangungan jalan, sekolah, usaha dagang, dan perekonomian desa sekitar, namun realita lingkungan yang sudah dipaparkan oleh para pembuat film tentu membuat kita merasa miris dan prihatin. Jika kembali ke topik utama tentang masalah lingkungan, tentunya kita mengharapkan peran aktif pemerintah dalam menanggapi masalah tersebut. Reklamasi tentu sangat diperlukan untuk mengembalikan fungsi lingkungan sebenarnya. Bukan tidak mungkin, generasi milenial menjadi tongkat estafet selanjutnya yang akan mengurus banyak permasalahan lingkungan yang terjadi di nusantara. Oleh sebab itu, mulai dari sekarang, sudah harus ditanamkan sikap kritis dalam menganalisis masalah-masalah lingkungan agar kedepannya masih banyak generasi bisa merasakan dampak baik dari lingkungan yang kita rasakan sekarang.
Sumber :
Redaksi Banten Info. 2019. Sexy Killers: Oligarki dan Eksploitasi yang Membuat Banyak Orang ‘Mati’ http://www.banteninfo.com/sexy-killers-oligarki-dan-eksploitasi-yang-membuat-banyak-orang-mati/
Tribun Jateng. 15 April 2019. http://jateng.tribunnews.com/2019/04/15/sinopsis-film-sexy-killers-fakta-di-balik-terangnya-listrik-segelap-batu-bara?page=4