Memahami Ekonomi Sirkular
(Sumber: https://images.app.goo.gl/w6S7L8Xd8ikKhzYz8)
Beli, pakai, buang. Begitulah proses dari hampir seluruh barang yang dikonsumsi di Indonesia. Proses konsumsi ini, dengan banyaknya manusia serta barang yang dikonsumsi, telah menyebabkan satu masalah yang cukup besar terutama di Indonesia, sampah. Proses konsumsi tersebut disebut dengan ekonomi linear, karena barang atau produk akan menjadi sampah di akhir siklus pemakaiannya.
Bagaimana jika barang tidak menjadi sampah di akhir pemakaiannya? Bagaimana jika barang tersebut dapat digunakan lagi sebagai bahan baku untuk menciptakan barang baru? Proses tersebut merupakan dasar dari konsep circular economy atau ekonomi sirkular, atau dapat dimengerti sebagai setiap barang akan terus dimanfaatkan sehingga tidak akan hanya menjadi sampah. Konsep ini bukan hanya menarik namun juga sangat dibutuhkan terutama ketika sebagian besar TPA di Indonesia sudah melewati kapasitas.
Pada ekonomi sirkular, setiap proses dari supply chain atau rantai pasok dipertimbangkan untuk membuat produk yang dapat masuk kembali ke proses ekonomi dan tidak menjadi sampah. Hal ini dapat dilihat pada pemilihan bahan baku yang telah didaur ulang ketimbang bahan baku mentah. Produk yang telah dibuat, ketika sudah dipakai, akan kembali didaur ulang untuk digunakan lagi sebagai bahan baku untuk membuat produk lain.
Selain itu, konsep ekonomi sirkular juga mendorong perancangan produk yang dilakukan dengan mementingkan masa pakai jangka lama. Produk yang tahan lama tidak akan menjadi sampah selagi dapat dimanfaatkan. Hal-hal seperti penyediaan bagian pengganti atau layanan perbaikan merupakan hal-hal yang mendukung ekonomi sirkular. Produk juga didorong untuk dirancang mudah diperbaiki. Konsep ekonomi sirkular menjadi sebuah pemikiran yang menyeluruh untuk meminimalisasi penggunaan sumber daya dan limbah yang dihasilkan, namun juga memaksimalkan value yang didapatkan oleh manusia.
Pada kenyataan, sedikit perusahaan yang akan memiliki proses ekonomi yang sepenuhnya sirkular. Sebagian besar perusahaan di dunia memiliki business model yang bersifat tidak sirkular pada dasarnya. Perusahaan condong untuk memproduksi barang-barang sekali pakai, karena merupakan model yang menghasilkan laba yang relatif lebih besar ketika konsumen akan beli berulang produk berulang kali. Pada sisi konsumen, nilai praktis merupakan sesuatu yang diinginkan oleh konsumen, seperti produk yang tinggal dibuang pada akhir pemakaian sehingga lebih praktis dan lebih diinginkan.
Eksistensi dari konsep ekonomi sirkular dan usaha yang dilakukan untuk mendorong lebih banyak perusahaan untuk menerapkan proses ekonomi yang lebih sirkuler telah membawa perubahan yang baik. Meskipun sebagian besar perusahaan tidak akan sepenuhnya sirkular, pemanfaatan produk yang sudah habis masa pakainya untuk pembuatan produk baru akan sangat mengurangi jumlah limbah yang dikeluarkan dan bahan baku dari alam yang perlu dieksploitasi. Di dunia dengan limbah yang berlebih dan berbagai sumber daya alam yang terbatas, ekonomi sirkuler tidak boleh hanya menjadi konsep ideal namun harus menjadi target nyata yang diterapkan.
Sumber:
Dian, Z. (2022, June 30). Implementation of a Circular Economy in Indonesia. Universitas Gadjah Mada Faculty of Economics and Business. Diakses October 5, 2023, dari https://feb.ugm.ac.id/en/news/3694-implementation-of-a-circular-economy-in-indonesia
Atasu, A., & Dumas, C. (2022). The Circular Business Model. Harvard Business Review. Diakses October 5, 2023, dari https://hbr.org/2021/07/the-circular-business-model